PMPB Kritik Ketimpangan Pembangunan di Bali

  • 09 Mei 2015
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 2765 Pengunjung

Denpasar, suaradewata.com - Pembangunan di Bali, sejauh ini masih sangat timpang. Pembangunan di Pulau Dewata, cenderung masih fokus ke kawasan selatan Bali. Sementara kawasan timur, barat dan utara, masih minim sentuhan.


Kondisi ini menuai kritik dari Paguyuban Merah Putih Bali (PMPB), dalam sebuah diskusi di Denpasar, Sabtu (9/5). Kritik terutama ditujukan pada arah kebijakan pemerintah, yang lebih menitikberatkan investasi ke kawasan selatan Bali.

Apalagi, sebagian besar investasi di kawasan selatan adalah investasi padat karya. Akibatnya, selain pembangunan infrastruktur menumpuk di selatan, lapangan pekerjaan juga mayoritas tersebar di kawasan Badung dan Denpasar.

"Kami di Nusa Dua, bahkan saat ini merasa sangat terancam dengan laju pembangunan di sana," kata salah seorang peserta diskusi, Ketut Wiana, yang juga warga asal Nusa Dua.

Ia menambahkan, pesatnya pembangunan di kawasan selatan umumnya dan Nusa Dua khususnya, memberikan dampak yang buruk bagi kawasan selatan. Yang paling nyata adalah, daerah itu dijejali infrastruktur.

"Sebagian besar pekerja juga dari luar, sementara masyarakat lokal di sana semakin terjepit. Bahkan, adat dan budaya juga sudah mulai terancam di sana," tegas Wiana, yang juga akademisi ini.

Atas dasar itu, ia mendorong agar pemerintah harus segera mewujudkan pemerataan pembangunan di Bali. "Tanpa itu, jelas kawasan selatan akan semakin terancam," tutur Wiana.

Saat ini, untuk kawasan utara, timur dan barat Bali, memang pemerintah terus mendorong adanya investasi. Sayangnya, mayoritas investasi di wilayah Jembrana, Buleleng dan Karangasem adalah investasi padat modal. 

"Mestinya kalau mau supaya kawasan timur, barat dan utara Bali cepat maju, proyek-proyek besar yang padat karya difokuskan ke sana. Jangan justru yang padat modal," cetus Ketua Dewan Pembina Paguyuban Merah Putih Bali, Irjen Pol (Purn) IGM Puteta Astaman, dalam paparannya pada diskusi ini.

Ia pun menyinggung soal rencana reklamasi di Teluk Benoa, yang kabarnya akan menghabiskan Rp30 triliun anggaran. Menurut dia, jika itu dilaksanakan, maka dampaknya tentu meningkatkan pariwisata di kawasan selatan Bali. Tetapi, bukan pariwisata budaya melainkan pariwisata modern.

"Coba kalau Rp30 triliun itu diinvestasikan ke utara, dan diberikan dalam bentuk padat karya, maka pasti kawasan utara akan cepat maju, sebab akan ada ribuan lapangan pekerjaan yang akan dibuka," tegas Astaman.

Salah satu proyek padat karya yang dibutuhkan kawasan utara, menurut dia, adalah bandara internasional di Buleleng. "Itu salah satu cara menciptakan lapangan pekerjaan yang besar-besaran di Buleleng. Bukannya mengagungkan PLTU Celukan Bawang, yang justru proyek padat modal dan hanya menyerap ratusan tenaga kerja saja," tandas Astaman.

Ia lalu menyontohkan dampak kehadiran Bandara Internasional Ngurah Rai, yang membuat kawasan selatan maju pesat saat ini. Selain bandara saja menyerap ribuan tenaga kerja, akomodasi dan usaha jasa pariwisata juga membanjiri kawasan selatan.

"Bayangkan kalau Bandara Ngurah Rai tidak ada, tidak mungkin kawasan selatan maju pesat seperti sekarang. Demikian halnya nanti jika di Buleleng dibangun bandara, pasti kawasan utara akan cepat maju, dan tidak ada lagi cerita tentang ketimpangan pembangunan di Bali," pungkas Astaman. san


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER