Desa Pakraman Didorong Buat Awig-Awig Larangan Ormas

  • 04 Januari 2016
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 3485 Pengunjung

Denpasarsuaradewata.com - Dalam menciptakan keamanan di Pulau Dewata, Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali menawarkan beberapa solusi. Salah satunya, mendorong pemerintah agar mewujudkan sistem keamanan berstandar internasional di Bali, sebagaimana sempat diwacanakan Gubernur Made Mangku Pastika.

Selain itu, pasca-bentrokan antar-ormas beberapa waktu lalu di Lapas Kelas II-A Kerobokan, MUDP juga mendorong Desa Adat atau Desa Pakraman untuk membuat Awig-Awig tentang Ormas. Dalam Awig-Awig tersebut, salah satunya diatur tentang larangan kepada Ormas untuk masuk Desa Pakraman.

"Kita sudah tawarkan agar Desa Pakraman membuat Awig-Awig. Tetapi baru beberapa desa yang membuatnya," kata Ketua MUDP Provinsi Bali Jero Gede Suwena Putus Upadesa, dalam rapat koordinasi antara anggota DPRD Provinsi Bali dengan Kalapas Kerobokan, Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Bali dan Kapolda Bali, di Gedung DPRD Provinsi Bali, Senin (4/1).

Bersamaan dengan pembuatan Awig-Awig ini, kata dia, perlu penguatan fungsi keamanan desa adat atau pecalang. "Jika semua itu berjalan dengan baik, maka tindakan yang dilakukan Ormas di wilayah desa tersebut tidak sampai meluas," ucapnya.

Jero Suwena pun mencontohkan Desa Adat Muncan di Kabupaten Karangasem, yang telah memiliki aturan untuk warga yang melakukan keributan atau mabuk-mabukan. "Kalau ada yang ribut, maka mereka dikenakan sanksi," paparnya.

Sanksi tersebut mulai dari teguran hingga denda dan pembersihan melalui spiritual. "Langkah yang dilakukan tersebut berdasarkan aturan yang tertuang dalam Awig-Awig, khususnya pada 'Pararem'. Di aturan itulah dicantumkan sanksi untuk warga Desa Adat. Mulai dari sanksi pembuatan keributan, pemasangan baliho ormas, lingkungan, rabies dan lainnya," ujar Jero Suwena.

Bahkan di Desa Adat Muncan, kata dia, dilarang untuk memasang baliho, spanduk ormas dan sejenisnya. Termasuk juga kalau ada pemuda sampai menimbulkan keributan mengatasnamakan ormas, maka yang bersangkutan akan dikenakan sanksi adat.

"Sanksinya bisa berupa pembersihan melalui spiritual, denda 100 kg beras per orang, kalau ada yang terluka maka harus membiayai yang luka, dan kalau sampai ada yang meninggal maka harus membiayai sampai pengabenan," urai Jero Suwena.

Ia pun berharap, Desa Pakraman lainnya membuat aturan yang sama. "Sehingga ada sanksi tegas bagii warga yang membuat kegaduhkan di desanya. Hal ini untuk memberi efek jera sebagai warga adat," tandas Jero Suwena.

Ia menambahkan, jika semua Desa Adat ingin agar aman wilayahnya, maka semua pihak harus tergerak untuk menyelamatkan Bali dari kehancuran, termasuk kehancuran sektor pariwisata yang menjadi andalan Pulau Bali. "Keamanan Bali harus tetap dijaga. Rasa persatuan dan persaudaraan harus tetap dijaga. Karena bila Bali hancur, maka pariwisata akan hancur pula," pungkas Jero Suwena.san


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER