Bali Harus Perjuangkan Otonomi Asimetris

  • 10 September 2015
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 3271 Pengunjung

Denpasar, suaradewata.com - Bali harus memperjuangkan otonomi asimetris. Dengan otonomi asimetris, maka akan memberi peluang bagi Bali untuk mendapatkan atau melaksanakan skema khusus pada bidang tertentu di luar otonomi khusus dan otonomi daerah.


Demikian ditegaskan Gubernur Bali Made Mangku Pastika, saat menjadi keynote speaker dalam seminar sehari bertajuk 'Mencari Format Pemerintahan Provinsi Bali dan Memperjuangkan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang Adil' di Gedung DPRD Provinsi Bali, Rabu (9/9). Seminar ini digelar Pansus Revisi UU 33/ 2004 dan UU 64/ 1958 DPRD Provinsi Bali.

Skema khusus ini, menurut dia, misalnya dalam melaksanaan urusan kepariwisataan dan masalah keagamaan di Bali. "Otonomi asimetris dengan kekhususan pariwisata dan budaya yang dimiliki Bali sebagai pulau kecil adalah merupakan kebutuhan yang harus diperjuangkan," ujar Gubernur Pastika.

Ia bahkan mengingatkan, Bali sebaiknya jangan menggunakan istilah otonomi khusus. Sebab ketika bicara otonomi khusus, pemerintah pusat langsung alergi. "Asumsi otonomi khusus bisa bergerak ke mana-mana, bisa dianggap ingin merdeka," tuturnya.

Penggunaan kata otonomi khusus, demikian mantan Kapolda Bali itu, kemungkinan membuat pemerintah pusat menganggap Bali seperti Aceh dan Papua. Karena itu, kata otonomi khusus bisa diganti dengan istilah daerah istimewa atau otonomi asimetris, dengan substansi perjuangan yang sama.

Gubernur Pastika pun mengusulkan perlu perubahan UU 64/ 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Provinsi Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, menjadi UU tentang Pembentukan Provinsi Menuju Otonomi Asimetris untuk Bali.

Pada kesempatan yang sama, Gubernur Pastika juga merekomendasikan agar dalam revisi UU 33/ 2004, hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah harus diatur lebih rasional. Dengan begitu, akan memenuhi prinsip keadilan dan prinsip pemerataan antardaerah.

"Saya juga usulkan formula DAU (Dana Alokasi Umum) harus memperhitungkan sumber daya lain seperti penghasilan dari sektor jasa, antara lain jasa pariwisata," kata Gubernur Pastika.

Selanjutnya, Gubernur Pastika juga mengusulkan agar Pasal 6 UU 33/ 2004 direvisi, yakni dengan memberikan ruang yang memungkinkan daerah menggali pendapatan asli daerah (PAD) dari sumber lainnya, misalnya dari wisatawan.

"Sumber keuangan tersebut sangat diperlukan untuk melestarikan budaya, menjaga kelestarian lingkungan, meningkatkan standar keamanan, dan meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur, antara lain air bersih, pengelolaan sampah, pengelolaan limbah, abrasi pantai dan lainnya," bebernya.

Sumber itu, lanjut Gubernur Pastika, misalnya dalam bentuk cultural and environmental tax yang dibebankan kepada wisatawan mancanegara dan domestik.

Sementara Wakil Ketua DPRD Provinsi Bali, Dr. Nyoman Sugawa Korry, yang menjadi salah narasumber dalam seminar tersebut, menegaskan, UU 33/ 2004 sangat mendesak direvisi. Sebab, antara maksud, tujuan, filosofi diundangkannya UU tersebut belum sejalan antara konsideran dengan batang tubuhnya (pasal-pasalnya).

Diantaranya, mengatur secara adil dan selaras hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan daerah, khususnya penjabaran atas pemanfaatan sumber daya lainnya.

"Dalam rangka mewujudkan keadilan dan keselarasan, maka UU tersebut sangat mendesak direvisi,” ujarnya. Sugawa pun mengusulkan, agar dalam revisi UU tersebut memasukkan sektor pariwisata sebagai potensi sumber daya lainnya. san


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER