Pasek Suardika Buka-bukaan Soal Mahar Pilkada

  • 06 Agustus 2015
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 3058 Pengunjung

Denpasar, suaradewata.com - Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Gede Pasek Suardika, buka-bukaan soal praktik mahar jelang Pilkada serentak 2015. Ia bahkan menyesalkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak memantau proses pemberian rekomendasi partai politik kepada calon yang akan diusung pada suksesi kepemimpinan daerah, 9 Desember 2015 itu.


Padahal jika KPK bekerja, maka akan banyak yang tertangkap. "Mestinya, kalau KPK mau pasang 'radar', waktu proses rekomendasi. Itu akan banyak dapat 'ikan' (oknum yang ditangkap, red)," tegas Pasek Suardika, di Kantor DPD RI Bali di kawasan Renon, Denpasar, Kamis (6/8).

Dikatakan, proses transaksi mahar untuk Pilkada, sesungguhnya berlangsung secara terang-terangan. "Mekanismenya transparan,” beber mantan Ketua Komisi III DPR RI itu.

Pasek Suardika kemudian membeberkan bagaimana praktik mahar Pilkada ini dijalankan. Awalnya, kata dia, begitu kandidat masuk gedung partai politik, maka sang kandidat akan menghubungi front office terlebih dahulu. Dari sana, kandidat ini ditempatkan di ruang tunggu, menunggu giliran kandidat dari kabupaten lain yang terlebih dahulu tiba.

"Kemudian dia naik (lantai dimana pengurus berkantor, red), dan digarap dulu oleh pengurus awal beberapa orang. Di situ, kemudian angka (mahar, red) disepakati,” urai Pasek Suardika.

Setelah angka mahar politik kandidat deal, maka kandidat akan dipertemukan dengan sekretaris jenderal (Sekjend) partai politik yang akan digunakannya sebagai kendaraan pada Pilkada serentak. "Setelah selesai angkanya, baru masuk ke Sekjend. Nanti di Sekjend tanya, ini maharnya sudah selesai belum? Itu informasi yang saya dapatkan,” tandasnya.

Pasek Suardika mengaku, ia mengetahui cerita mahar politik Pilkada itu dari penuturan beberapa koleganya yang memutuskan maju sebagai kandidat pada Pilkada serentak. "Teman saya banyak maju. Mereka banyak cerita pengalaman lucu, unik. Itu cerita yang maju, dan menurut saya valid,” tuturnya.

Bahkan, menurut dia, ada pula partai politik yang sengaja menunggu mahar untuk digunakan kepentingan operasional partai. Baik untuk membangun sekolah partai hingga membangun gedung sekretariat partai.
"Tunggu mahar untuk bangun sekretariatlah, untuk bangun sekolah parpollah, kan begitu. Sehingga satu kursi DPR dihitung Rp100 juta, ada yang Rp200 juta, ada yang Rp250 juta. Angkanya berfariasi,” pungkas Pasek Suardika.san


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER