Nyoman Parta : Kontainer Langka Eksportir Indonesia Menjerit

  • 07 September 2021
  • 06:55 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 1444 Pengunjung
Istimewa

Jakarta, suaradewata.com - Masa Pandemi Covid-19 berdampak di segala aspek, termasuk sektor ekspor impor di Indonesia. Ketika sektor ekspor menjadi andalan ekonomi Indonesia untuk membantu pemulihan perekonomian, malahan terkendala dengan kontainer yang semakin langka. Hal tersebut diungkapkan anggota DPR RI Komisi VI, Nyoman Parta saat rapat kerja dengan Menteri Perdagangan RI, Muhammad Lufti, Selasa (7/9). 

Nyoman Parta mengungkapkan, dirinya banyak didatangi oleh eksportir lokal yang mengeluhkan tingginya harga kontainer saat ini dannjuga langka. Jika sebelum pandemi, kontainer 40 feet harga awal Rp 125 juta, saat ini harganya melambung tinggi mencapai Rp 245 juta. "Banyak eksportir merugi, harga kontainer yang tinggi menyebabkan buyer (pembeli) membatalkan mauoun menunda pembelian," ungkap anggota Fraksi PDI Perjuangan ini.

Selain itu, hambatan eksportir, kendala global terkait kenaikan harga atau biaya oengiriman dari Indonesia ke seluruh dunia terutama negara tujuan Amerika dan Eropa. "Kenaikan antara 2-5 kali lipat dari harga pengiriman sebelum pandemi," sampainya.

Kelangkaan kontainer juga disebabkan, secara nasional kegiatan ekspor lebih besar daripada impor. Sehingga kontainer yang datang dari luar lebih sedikit dan terjadi kelangkaan. Sementara kontainer yang datang ukurannya lebih kecil karena berisi bahan baku. Sedangkan barang yang diekspor memerlukan kontainer yang lebih besar karena produk yang dikirim barang jadi.

"Harapan saya, pemerintah bisa memberikan subsidi, agar ekspor bergeliat atau berpikir mulai bagaimana cara membuat container di Indonesia agar kapal pelayaran bisa naik ke Asia, Eropa dan Amerika. Sementara kalau lewat udara, airport belum dibuka," kata anggota DPR RI dapil Bali ini.

Untuk kendala di Bali, ekspor biasanya melalui bandara sedangkan bandara Ngurah Rai belum dibuka untuk penerbangan internasional. Barang-barang yang bisa diekspor pun sebagian besar merupakan barang kerajinan yang kecil (handicraft). "Pengusaha selama ini menitipkan barang  yang diekspor berupa kerajinan di bagasi pesawat. Karena sekarang tidak ada penerbangan internasional jika harus carter tentu sangat berat bagi eksportir," ujar Parta.

Sehingga, eksportir harus menggunakan transportasi darat untuk membawa barang kerajinannya ke pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Padahal barang kerajinan rentan rusak jika diangkut melalui transportasi darat. "Perlu perluasan dan revitalisasi Pelabuhan Benoa sekaligus merubah status pelabuhan untuk ekspor impor. Permendag no 87 tahun 2005, pelabuhan Benoa di Bali tidak masuk dalam pelabuhan-pelabuhan tertentu untuk produk-produk tertentu sebagai pintu masuk ekspor impor. Permendag tersebutperlu ditinjau ulang untuk membantu eksportir lokal kita," kata Parta.rls/red/nop


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER