‎Penyuluhan Hukum Pemkab Buleleng "Recoki" Upacara Piodalan

  • 16 November 2016
  • 00:00 WITA
  • Buleleng
  • Dibaca: 4548 Pengunjung
suaradewata.com
Buleleng, suaradewata.com - Bukan hanya disebut mengganggu alias merecoki pelaksanaan upacara piodalan (Upacara keagamaan) yang berlangsung di Pura Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Kabupten Buleleng. Kegiatan Penyuluhan Hukum yang dilakukan Pemkab Buleleng di Wantilan Desa Panji, Selasa malam (15/11), dan posisinya tepat berada didepan Pura pun dikeluhkan sejumlah warga serta prajuru (Pengurus Adat) Desa.
 
"Kami dari pagi ngayah (Sebutan istilah gotong royong dalam proses upacara keagaman) dan lelah dan ada yang ingin beristirahat. Biasanya memang menggunakan wantilan untuk tempat istirahat dan memang telah jadi kebiasaan sejak dulu. Tapi ada acara (Penyuluhan Hukum Pemkab Buleleng) dan kami tidak bisa beristirahat," ujar Sumber dalam bahasa Bali yang enggan identitasnya disebut dan merupakan warga Desa Panji.
 
Sumber yang sama menyebutkan, kebiasaan wantilan Desa Panji digunakan sebagai tempat beristirahat bagi masyarakat pengayah bukan hanya baru terjadi saat piodalan itu saja. Sejumlah warga yang tinggalnya jauh dari Pura Desa dan mendapat tugas ngayah saat piodalan sudah terbiasa menggunakan bangunan yang sebelumnya merupakan milik Desa Adat Panji.
 
Bukan sekedar menggunakan pengeras suara yang mengganggu acara persembahyangan di dalam Pura. Suara alat musik modern pun terdengar keras dan mengalahkan suara lantunan kidung suci serta sejumlah penyampaian pesan yang mengunakan alat pengeras suara milik Pura Desa Panji.
 
"Kalau seandainya tadi sore tidak hujan, mungkin kami masih bisa istirahat di rumput halaman luar Pura. Tapi rumput pun basah karena sempat hujan dan tempat kami beristirahat usai ngayah pun kini dipakai. Saya heran, apa memang mereka tidak sadar kalau sedang ada upacara besar di Pura Desa," pungkasnya.
 
Disisi lain, kekesalan pun muncul dari sejumlah prajuru Desa Adat Panji. Sejumlah krama atau warga yang ngayah mendadak meninggalkan pekerjaannya untuk menonton hiburan musik modern dan drama tradisional Bondres yang menjadi rangkaian acara penyuluhan hukum oleh Pemkab Buleleng tersebut.
 
"Saya terpaksa kembali panggil lewat pengeras suara para krama yang ngayah. Karena sebagian meninggalkan pekerjaannya untuk nonton dan tidak menuntaskan pekerjaan yang harusnya lebih dulu dikerjakan," papar Gusti Putu Sueca, Kelian Banjar Adat Dauh Pura.
 
Menurut keterangan sumber kepolisian menyebutkan, ia pun mendadak baru mendapatkan informasi terkait acara tersebut. Disebut acara itu dihadiri oleh Kasubag bantuan hukum Pemkab Buleleng, Bayu Waringin. Tampak pula Perbekel Desa Panji, Nyoman Sutama, yang berada diacara tersebut.
 
Kepala Bidang Hukum Pemkab Buleleng, Bagus Gede Berata, yang coba dikonfirmasi melalui saluran telepon tak berhasil dihubungi. Bahkan pesan singkat yang dikirim pun ternyata tidak mendapat balasan.
 
Pura Desa Panji merupakan sebuah tempat suci peninggalan Raja Buleleng Ki Barak Panji Sakti. Selain diusung oleh warga asli Desa Panji, Pura Desa itu pun diusung oleh umat Hindu di Desa Panji Anom, Desa Tukadmungga, Desa Kayu Putih, dan beberapa desa adat lain yang sebagian besar berada di wilayah Kecamatan Sukasada.
 
Upacara piodalan pun berlangsung lebih dari 3 hari berturut-turut. Dan sejumlah krama atau masyarakat pengusung Pura Desa Panji yang tinggal jauh, selalu menggunakan wantilan Desa Panji untuk tempat beristirahat setelah lelah bergotong royong. adi/ari

TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER