Tantangan Prof Antara Soal Sumpah Cor Tak Digubris Jaksa

  • 06 Februari 2024
  • 20:20 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 1888 Pengunjung
Prof Antara didamping pensehat hukumnya, Gede Pasek Suardika di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi PN Denpasar, di Renon, Selasa (06/02/2024) SD/mot/ist

Denpasar, suaradewata.com – Dalam sidang kasus dugaan korupsi Dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) seleksi jalur mandiri Universitas Udayana (Unud) Tahun 2018-2022, dengan terdakwa mantan Rektor Universitas Udayana (Unud) Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara M.Eng, kembali digelar. Menariknya dalam Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam pembacaan Replik, sedikitpun tidak menyinggung soal tantangan Prof Antara soal sumpah cor, Selasa (06/02) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi PN Denpasar, di Renon.

Dalam sidang itu, Jaksa tidak menyinggung soal tantangan sumpah cor dari Prof. Antara. Tetapi lebih pada pokok tanggapan atau jawaban dari makalah isi Plaedoi atau pembelaan dari Terdakwa.  "Tantangan saya untuk sumpah cor tidak ada (Replik jaksa), kejujuran apa lagi yang kami sampaikan dalam sumpah cor sesuai agama yang saya anut," papar Prof Antara.

Dia juga masih mempertanyakan dalil jaksa yang terus merujuk pada dirinya sebagai penanggung jawab, padahal kasus ini melibatkan banyak orang. Terjadi dalam kurun waktu 2018-2019. "Itu kan melibatkan banyak orang 2018-2022 itu, mengapa saya (Jadi terdakwa)?," terangnya.

Prof. Antara juga menjelaskan sampai saat ini dalam persidangan Jaksa gagal memahami dana PNBP untuk membayar dosen dan pegawai kontrak. Jadi, bukan dana SPI. Jelas dia, dalam penggunaannya jika merujuk pembangunan yang dilakukan Unud, tercatat dana yang telah dikeluarkan adala Rp 470 miliar lebih. Artinya, melebihi dana SPI dengan total Rp 335 miliar. Jadi, jelas tidak ada kerugian dalam penggunaan anggaran Unud.

Sementara penasehat hukumnya, Gede Pasek Suardika (GPS) mempertanyakan jumlah kerugian negara yang sebelumnya disebutkan jaksa.  "JPU kembali menegaskan tim PH tidak paham bahwa JPU sudah melepaskan kerugian negara. Pertanyaannya yang dulu koar-koar ditulis teman-teman, yang dari jaksa tiga ratus (miliar), empat ratus yang mana itu?" sentil dia. "Itu sudah melakukan kebohongan publik," seloroh Prof. Antara.

Sementara itu Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Nengah Astawa di dampingi Kasi Penkum Kejati Bali Putu Agus Eka Sabana menegaskan bahwa dalam replik, pihak JPU menolak dalil-dalil yang diajukan oleh terdakwa dan penasihat hukumnya. Jaksa juga tetap berpatokan pada tuntutan sebelumnya.
"Kita memang tidak lagi membicarakan kerugian keuangan negara, pasal 12 huruf e tidak ada kaitannya dengan kerugian negara. Pemungutan SPI tidak ada pergeseran, deliknya adalah unsur pemaksaan, untuk orang menyerahkan uang, dan deliknya sudah selesai ketika penyerahan uang dilakukan, keuntungan itu sebagai motivasi pelaku melakukan tindak pidana pemerasan," paparnya.

Apalagi, terungkap dalam persidangan di mana pihak tim tim penasehat hukum terdakwa mengajukan bukti  39 perguruan tinggi. Di mana, setelah dikelompokkan jaksa bahwa makin jelas pelanggaran yang dilakukan oleh Unud. Di mana, dalam PMK dari Universitas lain ada pendelegasian pasal 7 PMK, supaya untuk pungutan SPI mengikuti peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Sedangkan PMK 51 maupun 95 tidak ada klausalnya itu, itulah yang membedakan. Intinya rektor, pelaku-pelaku yang lain tidak boleh mendapatkan keuntungan dari sana," Ketus Antara. Mot/red


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER