Pemilik TPA Princess House Childcare Dihukum 3 Tahun

  • 02 Oktober 2019
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 1813 Pengunjung
istimewa

Denpasar, saradewata.com - Dua terdakwa kasus kematian bayi berusia tiga bulan di Tempat Penitipan Anak (TPA) Princess House Childcare, Denpasar diputus bersalah oleh Pengadilan Negeri Denpasar, Rabu (2/01).

Majelis hakim yang diketuai Heriyanti SH.MH, menjatuhkan Listiani alias Tina (39) yang merupakan karyawan di TPA tersebut hukuman selama 3 tahun 6 bulan penjara. Hukuman ini lebih ringan 6 bulan dari tuntutan JPU Kejari Denpasar.

Majelis hakim juga menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa Tina sebesar Rp50 juta subsider 4 bulan kurungan. Hal yang sama juga dijatuhkan pidana denda untuk terdakwa Ni Made Sudiana Putri (39) selaku pemilik dari usaha penitipan anak yang beralamat di Jalan Badaksari, Denpasar Timur, ini.

Sedangkan untuk hukuman pidana penjara, majelis hakim sependapat dengan tuntutan dari Jaksa Gusti Ayu Yunita,SH yaitu tetap dengan tuntutan selama 3 tahun penjara.

Majelis hakim menilai terdakwa Sudiana Putri asal Banjar Pengiasan, Kelurahan Dauh Puri Kauh, Denpasar Barat ini bersalah sebagaimana tertuang dalam dakwaan ke-Satu, Pasal 76 b Jo Pasal 77 b UU RI No.23/2002 tentang perlindugan anak. 

Terkait putusan hakim, masing-masing terdakwa yang tidak hentinya menangis melalui kuasa hukumnya menyatakan pikir-pikir. Sementara dari pihak JPU menerima keputusan yang diberikan kepada kedua terdakwa di ruang sidang Tirta, Rabu (2/10) PN Denpasar.

Sebagaimana tertuang dalam dakwaan JPU, pada Kamis (9/5) sekitar pukul 07.00 Wita, saksi Andika Anggara mendatangi tempat tersebut untuk menitipkan kedua anaknya berinisial K dan ENA (korban) yang diterima oleh saksi Evi Juni Lastrianti Siregar. Untuk korban ENA yang berusia 3 bulan diserahkan kepada terdakwa Listiani.

Lalu pada pukul 13.00 Wita, terdakwa mendatangi tempat tersebut, namun hanya mengecek jalannya operasional kepada karyawan kepercayaanya saja tanpa mengecek satu per satu kondisi dan bayi yang dititipkan. 

"Karena menganggap tidak ada masalah, pada pukul 16.00 Wita terdakwa meninggalkan tempat tersebut," sebut Jaksa dari Kejari Denpasar itu.

Berselang beberapa jam kemudian, pada pukul 15.00 Wita, Listiana berusaha menenangkan korban ENA yang menangis dengan melilit badannya dengan kain (membedong) dan memberi susu melalui botol dot.

"Bahwa kemudian Listiana menengkurapkan korban ENA di tangannya sambil ditepuk-tepuk punggulnya agar sendawa, lalu pada pukul 16.17 Wita, Listiana menengkurapkan korban di kasur dengan posisi muka ke samping. Listiana kemudian meninggakan korban dengan kondisi pintu tertutup untuk mengurus bayi yang lain," beber JPU.

Singkat cerita, pada pukul 17.50 Wita, Listiani baru menengok korban Ena itupun karena ada pemberitahuan bahwa korban akan dijemput oleh neneknya saksi Wayan Sumiati. Namun pada saat Listiani membuka lilitan kain bedongnya, korban Ena sudah dalam keadaan lemas. 

Dalam keadaan panik, Liastiani saat itu mengosok minyak ke kaki korban tapi tetap lemas dan tidak terbangun. Kemudian atas perintah terdakwa Bu Made , korban ENA kemudian dilarikan ke RS Bros mengunakan sepeda motor.

"Korban sempat mendapat perawatan medis, namun nyawa korban ENA pun tak bisa tertolong," beber Jaksa dalam dakwaan.

Dari hasil visum et repertum, pada korban ENA ditemukan luka-luka memar akibat kekerasan benda tumpul, tanda-tanda mati lemas, perbendungan pada organ dalam, sembab otak dan paru-paru, dan cairan putih dalam saluran napas dan paru.

Selain itu, sebab kematian adalah terhalangnya jalan napas dan penyakit infeksi paru akut yang mengakibatkan korban sulit bernapas sehingga menimbulkan mati lemas.

Lebih lanjut, masih dalam dakwaan untuk terdakwa Sudiana Putri, bahwa TPA yang dikelolanya melanggar berbagai ketentuan mulai dari diisi oleh karyawan tidak profesional sebagaimana disyaratkan dalam peraturan menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.137/2014 tentang standar Nasional pendidikan anak usia dini, hingga belum mendapat ijin dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, Kota Denpasar.

Di luar sidang, pihak keluarga korban menyatakan masih belum menerima sepenuhnya atas hilangnya buah hati yang ke dua itu. Kendati dinilai putusan tersebut ringan, pun demikian ayah korban tetap menghormati keputusan hakim.

"Kalau bicra ringan atau tidak, itu sudah jadi keputusan hakim. Saya selaku orang tua dari anak yang kehilangan nyawanya sangat menganggap hukuman tersebut ringan," singkat Andika, ayah korban.mot/nop


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER