TNI Mesti Berpikir Berkata Dan Berbuat Netral

  • 28 Februari 2018
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 2811 Pengunjung
suaradewata.com

Denpasar, suaradewata.com- Dalam tahapan kampanye seperti saat ini penting sekali menjaga netralitas anggota TNI dan PNS dibawah koordinasi Korem 163 Wirasatya, menjaga netralitas ini tidak cukup niat, namun harus dicerminkan dalam perkataan dan perbuatan/tindakan/tingkah laku yang mencerminkan netralitas, demikian paparan Dr. I Wayan Jondra dalam acara “Pembinaan Netralitas TNI dalam Pemilu/Pilkada” yang dibuka oleh Kasi. Log Korem 163 Wirasatya di aula Makorem 163 Wirastya (28/2/2018).

Netralitas TNI merupakan amanah dalam pelaksanaan reformasi internal TNI sesuai Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Adapun pengertian dari netralitas TNI sebagai berikut : (a) Netral : “Tidak berpihak, tidak ikut, atau tidak membantu salah satu pihak” (b) Netralitas TNI : “TNI bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis”. Demi menjaga netralitas ini maka Prajurit TNI yang akan mengikuti Pemilu dan Pilkada harus membuat pernyataan mengundurkan diri dari dinas aktif (pensiun) sebelum tahap pelaksanaan Pemilu dan Pilkada (berdasarkan Surat Telegram Panglima TNI Nomor STR / 546 / 2006 tanggal 22 Agustus 2006) atau Sejak mendaftar (ps 7 UU1/2015 jo UU 10/2016).

Adapun implementasi netralitas TNI tersebut menyamngkut : a. Mengamankan penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada sesuai dengan tugas dan fungsi bantuan TNI kepada Polri. b. Netral dengan tidak memihak dan memberikan dukungan kepada salah satu kontestan Pemilu dan Pilkada. c. Satuan/perorangan/fasilitas TNI tidak dilibatkan pada rangkaian kegiatan Pemilu dan Pilkada dalam bentuk apapun di luar tugas dan fungsi TNI. d. Prajurit TNI tidak menggunakan hak memilih baik dalam Pemilu maupun Pilkada. e. Khusus bagi prajurit TNI (isteri/suami/anak prajurit TNI), hak memilih merupakan hak individu selaku warga negara, institusi atau satuan dilarang memberi arahan di dalam menentukan pelaksanaan dari hak pilih tersebut. Demikian tegas Plh Ketua KPU Provinsi Bali ini.

Jondra juga menyampaikan bahwa prajurit TNI  perlu memperhatikan tujuh hal sebagai berikut : 1) Membatasi diri untuk tidak berada secara fisik, baik perorangan maupun fasilitas dinas di arena tempat penyelenggaraan kampanye peserta Pemilu dan Pilkada. 2) Melaksanakan koordinasi sebaik-baiknya dengan pihak yang berwenang agar tidak ada pemasangan identitas peserta Pemilu dan Pilkada di lingkungan markas, asrama dan fasilitas-fasilitas TNI lainnya. 3) Dalam melaksanakan tugas agar lebih mewaspadai daerah-daerah yang berpotensi rawan konflik (Politik, Ekonomi dan Sara) 4) Mencegah bentrokan fisik antar masa atau perorangan pendukung partai politik di sekitar markas, kesatrian, asrama, kompleks TNI atau di daerah sekitarnya pada radius kurang lebih 100 m, apabila tidak terdapat aparat Polri/Hansip/Petugas yang menangani, maka prajurit TNI secara unit/satuan wajib menghentikan/melerai, selanjutnya menyerahkan permasalahannya kepada aparat Polri terdekat, dengan tetap menjaga Netralitas TNI. 5) Tidak melakukan kegiatan berupa komentar, penilaian dan mendiskusikan maupun arahan apapun tentang kontestan peserta Pemilu dan Pilkada kepada keluarga dan lingkungannya.  6) Tidak memberikan bantuan dalam bentuk dan kepentingan kegiatan apapun kepada peserta Bakal Calon Pemilu dan Pilkada di luar tugas dan fungsi TNI. 7) Mengantisipasi dan mewaspadai setiap perkembangan situasi di lingkungannya serta melaksanakan temu cepat dan lapor cepat secara hierarki, apabila ada kejadian atau kegiatan yang berindikasi mengarah kepada menghambat, menganggu atau langkah menggagalkan Pemilu dan Pilkada.

Kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Korem 163 Wirasatya untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut : Berdasarkan Pasal 11 huruf c, menyatakan bahwa dalam hal etika terhadap diri sendiri PNS wajib menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok ataupun golongan. Maka PNS dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik, semisal: PNS dilarang melakukan pendekatan terhadap partai politik terkait rencana pengusulan dirinya ataupun orang lain sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. PNS dilarang memasang spanduk/baliho yang mempromosikandirinya ataupun orang lain sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. PNS dilarang mendeklarasikan dirinya sebagai bakal  calon    Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. PNS dilarang menghadiri deklarasi bakal calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan atau tanpa menggunakan atribut bakal pasangan calon/atribut partai politik. PNS dilarang mengunggah, menanggapi (seperti like, komentar, dan sejenisnya) atau

menyebarluaskan gambar/foto bakal calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah, visi misi bakal calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah, maupun keterkaitan lain dengan bakal calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah melalui media online maupun media sosial. PNS dilarang melakukan foto bersama dengan bakal calon      Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan mengikuti simbol  tangan/gerakan yang digunakan sebagai bentuk keberpihakan. PNS dilarang menjadi pembicara/narasumber pada kegiatan pertemuan partai politik. Berdasarkan Pasal 15 ayat (1), menyatakan bahwa terhadap pelanggaran tersebut pada angka 1 dikenakan sanksi moral. Diakhir paparannya Jondra memungkasi dengan pentingnya kita saling mengingatkan demi terlaksananya pemilih Gubernur dan Wakil Gubernur Bali 27 Juni 2018 secara damai dan lancar. Rls/sar


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER