Pengeroyokan Atlit Tarung Drajat, Tersangka Tuntut Persamaan Hukum

  • 08 Februari 2018
  • 00:00 WITA
  • Buleleng
  • Dibaca: 6405 Pengunjung
suara dewata

Buleleng, suaradewata.com – Pihak Kepolisian Sektor Banjar melakukan penahanan terhadap 4 orang warga Dusun Taman Sari Desa Banyuseri, Desa/Kecamatan Banjar yakni Putu parmayasa, Kadek Wipra Utsana, Putu Kama alias Gitong, dan Putu Rahula Adnyana alias Roky. Keempat warga yang ditahan tersebut setelah ditetapkan sebagai tersangka pengeroyokan atas seorang atlit bela diri Tarung Drajat yakni Made Sudianta (25) dalam Laporan Polisi nomor LP/15/I/2018/BALI/RES BLL/SEK BJR, (29/1/2018). 

Aksi penahanan tersebut pun sontak membuat Kuasa Hukum keempat tersangka mempertanyakan terkait laporan penganiayaan yang dilaporkan ke Polsek Banjar oleh Tersangka Wipra untuk Sudianta. Pasalnya, Wipra disebut mengalami luka akibat pukulan Sudianta dalam peristiwa perkelahian yang berlangsung sekitar pukul 22.00 Wita, (28/1/2018). 

“Pihak kami juga menjadi korban penganiayaan dan ada hasil visumnya. Tapi kenapa terlapornya tidak ditahan. Ini harusnya ada persamaan hak dalam penanganan kasus tersebut karena sama-sama mengalami luka,” ujar Gede Harja Astawa ketika dikonfirmasi awak media, Rabu (7/2/2018). 

Dikatakan, berdasarkan pasal 21 ayat (4) huruf b Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memberikan kategori pelanggaran pasal yang dikenakan penahanan. Salah satunya, lanjut Harja, adalah pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). 

Harja mengatakan, dalam aturan di pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 disebut secara tegas memberikan perlindungan atas hak untuk mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum atau dikenal dengan istilah “Equality before The Law”. 

Selain itu, Harja pun merujuk aturan pasal 5 Undang-Undang No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Yang pada ayat 1 aturan tersebut dengan tegas disebutkan bahwa setiap orang diakui sebagai pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama  sesuai dengan martabat kemanusiaannya didepan hukum. 

“Jika tidak ada intervensi atau keberpihakan, seharusnya laporan klien kami pun juga harus diproses dan diterapkan dengan aturan yang sama sesuai KUHAP. Saya berharap pihak kepolisian mampu menegakan aturan yang berlaku dan tidak berat sebelah dalam melaksanakan proses penyidikan,” kata Harja menegaskan.

Disisi lain Kapolsek Banjar, Kompol Nyoman Surita, ketika dikonfirmasi saat berada di Mako Polres Buleleng mengatakan bahwa proses penahanan yang dilakukan dalam penyidikan empat tersangka disebut sudah memenuhi aturan KUHAP.

“Penyidik dalam hal ini telah melakukan penyidikan dan mendapatkan dua  bukti yang meyakinkan untuk menetapkan status tersangka dan melakukan penahanan. Sedangkan laporan yang satunya (Laporan Tersangka Wipra) bukan berarti tidak diproses secara hukum,” kata Surita yang sempat menjabat sebagai Kasat Intel Polres Buleleng.

Menurut Surita, pihaknya bekerja sesuai dengan aturan dan perundang-undangan yang berlaku. Keterlambatan terhadap penanganan laporan Tersangka Wipra pun disebut bukan disebabkan karena unsur kesengajaan. Dimana, lanjutnya, ada beberapa pertimbangan terkait pemenuhan aturan yang belum bisa meningkatkan status Terlapor (Sudianta) menjadi Tersangka dalam laporan Wipra.

Surita pun secara tegas menganjurkan kepada masyarakat untuk melaporkan kepadanya jika ada pelayanan anggotanya di Polsek Banjar yang tidak sesuai dengan prosedur.

“Jika memang ada laporan masyarakat yang belum bisa dilanjutkan prosesnya ke tingkat penyidikan, tentunya bukan berarti laporan masyarakat tidak ditangani dengan benar. Ada beberapa pertimbangan hukum yang harus dipenuhi untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka atau meningkatkan status dari penyelidikan menjadi penyidikan. Tentunya juga mendasar pada undang-undang,” pungkas Surita.

Keempat tersangka yang telah ditahan saat ini dalam titipan tahanan Polres Buleleng atas dugaan melakukan tindak kekerasan terhadap orang sebagaimana diatur dalam pasarl 170 ayat (2) ke 1e KUHP.

Informasi yang dilansir dari sumber di kepolisian mengatakan, peristiwa pengeroyokan terhadap Sudianta bermotif aksi dukung mendukung dalam pemilihan Bendesa Adat di Desa Banyuseri yang berlangsung pada tanggal 28 Januari 2018 lalu.

Kekalahan salah satu paslon tersebut menyebabkan kekesalan disalah satu kubu simpatisan. Sumber terpercaya suaradewata.com pun menyebutkan bahwa kekesalan tersebut ditambah lagi dengan kondisi mabuk minuman keras sehingga muncul tragedi yang menyebabkan warga berselisih.

“Ini karena kurang dewasanya masyarakat tingkat bawah dalam melaksanakan demokrasi. Politik kampung seperti ini bukan kali pertama terjadi di Kecamatan Banjar dan sangat mengganggu stabilitas keamanan. Terlebih, beberapa daerah di wilayah Kecamatan Banjar sedang menggalakan sektor pariwisata dan sangat membutuhkan kondisi wilayah yang aman serta jauh dari tindak pidana,” pungkas Sumber kepada awak media. adi/ari


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER