Penetapan RUU Pilkada Untuk Siapa...?

  • 27 September 2014
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 1249 Pengunjung

Jakarta, suaradewata.com- Proses penetapan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah berlangsung sangat alot di DPR Jumat (26/9). Dengan tingkat kehadiran anggota DPR yang mencapai ± 500 orang ini membuktikan para wakil rakyat tersebut memberikan perhatian khusus terhadap sidang paripurna tersebut.

Terang saja, salah satu agendanya adalah penetapan RUU PILKADA yang selama ini telah menjadi polemik dan kontroversi di masyarakat. Dalam sidang tersebut, anggota dewan yang terhormat seakan-akan memperlihatkan keseriusannya dan keberpihakannya terhadap rakyat. Tidak  satupun diantara mereka saat memberikan pandangannya terhadap salah satu opsi pada RUU PILKADA yang tidak mengatasnamakan keinginan atau aspirasi dari rakyat. Namun, benarkah apa yang mereka perlihatkan dan benarkah ketulusan perjuangan mereka hanya semata-mata demi masa depan rakyat dan bangsa Indonesia....?

Ketok palu terkait Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah akhirnya mencapai puncaknya saat pengambilan suara melalui mekanisme voting yang sebelumnya telah dilakukan upaya lobby-lobby namun tidak menemukan kata mufakat. Dari hasil voting diputuskan bahwa pemilihan kepala daerah dilakukan melalui perwakilan oleh DPRD. Atas keputusan tersebut maka kami Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) sangat menyayangkan dan mengecam sikap wakil rakyat yang sesungguhnya adalah penyambung lidah rakyat dan mereka disumpah dibawah kitab sucinya untuk senantiasa menyuarakan aspirasi rakyat. “Jika rakyat telah menginginkan hak mereka, kedaulatan mereka dalam menentukan pemimpinnya sendiri melalui pesta demokrasi yang hanya terjadi dalam lima tahun sekali telah direnggut dan dirampas oleh wakil-wakil mereka di Senayan yang dahulunya mereka pilih. Jika Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) dan Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) menginginkan mereka dipilih secara langsung oleh rakyatnya, lalu apa yang menjadi alasan DPR untuk tidak mendengarkan aspirasi dan keinginan mereka”. Maka pada kesempatan ini kami bertanya RUU Pilkada Untuk Siapa..?

Benarkah perjuangan itu semata-mata untuk rakyat dan masa depan bangsa Indonesia. Tidak kah itu merupakan oligarki kekuasaan dan politik sakit hati yang hanya mementingkan kepuasan golongan tertentu dan mengabaikan kepentingan rakyatnya. Lalu pantaskah mereka kita katakan sebagai Dewan yang terhormat dan penyambung lidah rakyat...? maka saya mengajak kepada seluruh masyarakat untuk menolak pengesahan RUU PILKADA dan tidak akan memilih mereka (anggota DPR) dan partai-partai politik yang telah mengkhianati dan merampas hak-hak rakyat.

Hormat kami kepada bapak SBY selaku Kepala Negara yang juga katanya sebagai Bapak Demokrasi serta Menteri Dalam Negeri, yang telah mengajukan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah ini yang akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang oleh DPR. Maka Kami (KMHDI) menuntut pertanggung jawaban Bapak, sejarah akan mencatat segala upaya dan kebijakan yang bapak ambil. Bapak SBY dipilih secara langsung oleh rakyat dan dipercaya untuk memimpin Bangsa ini selama 10 tahun. Namun setelah manisnya demokrasi langsung ini Bapak nikmati, lalu bapak tinggalakan begitu saja hanya karena terdapat kekurangan-kekurangan yang tentunya dapat diperbaiki dan disempurnakan, bukan malah dihapuskan. Semoga di penghujung masa jabatan ini, Bapak dapat meninggalkan jejak yang baik yang dapat kami teruskan.

Jangan salahkan Rakyat bila mereka marah, karena mereka hanya menuntut apa yang menjadi hak mereka. Kebenaran akan selalu menang, Satyam Eva Jayate.

Penulis : Eka Saputra, ST, Presidium KMHDI 2014 – 2016


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER