Diduga Peras Warga Australia, Kapolsek Kuta Diperiksa Propam

  • 28 Agustus 2015
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 2207 Pengunjung

Denpasar, suaradewata.com-  Institusi Kepolisian RI di Bali khususnya di wilayah Kuta yang dipimpin oleh Kapolsek Kuta disorot oleh wartawan Fairfax Media, sebuah media massa di Negeri Kangguru, Australia.

Pasalnya tulisan yang dibuat oleh media terkenal di Negeri Kanguru pada tanggal 21 Juni 2015 lalu, terkait pemberitaan Cameron Houston dan Chris Vedelago, akhirnya pada Rabu (26/8) Propam Polda Bali memeriksa Kapolsek Kuta Kompol Ida Bagus Dedy Januartha berserta jajarannya di Mapolda Bali.

Hal ini dibenarkan Kabidhumas Polda Bali Kombespol Hery Wiyanto, bahwa pemeriksaan Januartha dan jajarannya oleh pihak Propam Polda Bali.

“Beberapa hari ini memang ada pemeriksaan-pemeriksaan. Itu dilakukan terkait adanya pemberitaan di Australia bahwa terjadi pemerasan yang dilakukan oleh Polsek Kuta Februari 2015,” kata Wiyanto.

Dijelaskannya, warga Australia yang berkunjung ke Bali waktu itu mengadakan tari telanjang. Saat itu, pengamanan security di sana diarahkan ke Polsek Kuta. Ditanyai sampai sejauh mana pemeriksaan dilakukan, mantan Kabidhumas Polda Bengkulu itu menjawab belum selesai dan masih dalam tahap interogasi.

Informasi yang dihimpun, berita yang membuat Mabes Polri gerah dan memberi instruksi Polda Bali mengusut kasus tersebut berjudul Melbourne men pistol-whipped, Tasered and extorted in Bali (Sekelompok pria asal Melbourne ditodong senjata dan diperas di Bali). Berita tersebut diunggah di Fairfax Media pada Minggu (21/6) pukul 11.55 waktu setempat.

Berita tersebut dibuka dengan kalimat Bali terkenal karena pantainya yang keemasan dan senyum penduduk setempat, tapi sekelompok pria Melbourne telah sangat trauma karena mengalami kekerasan dengan oknum polisi dan petugas keamanan  di pulau tropis yang menarik ribuan warga Australia setiap minggu.

Keenam belas pria ini terbang ke Bali untuk traktiran akhir pekan dari konsultan pemasaran dan mantan model, Mark Ipaviz, dan akhirnya malah ditodong senjata dan dipaksa untuk membayar suap sekitar $ 25.000 untuk menghindari tuduhan palsu dan ancaman 10 tahun penjara. Kelompok itu beranggotakan pemilik klub malam terkenal Nick Russian, beberapa mantan model, penata rambut selebriti Joey Scandizzo, dan rekan lainnya seperti Simon Phan dan Dan Beckwith, dan beberapa orang yang tumbuh besar dengan Mr Ipaviz di Semenanjung Mornington.

Terkait perlakuan yang mereka terima oleh oknum polisi dan staf keamanan di Bali, diketahui bahwa tak satu pun dari orang-orang yang dihubungi oleh Fairfax Media bersedia berbicara secara terbuka. Sementara itu, Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia yang mengetahui tentang tuduhan itu pun menolak berkomentar. Namun, Mr. Ipaviz merilis sebuah

pernyataan singkat tentang insiden yang terjadi pada Kamis, 26 Februari di sebuah vila di daerah Seminyak, namun menolak menanggapi pertanyaan Fairfax Media. Insiden itu terkuak setelah dua orang peserta pesta itu, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya kepada Fairfax Media, membenarkan mereka tinggal di Seminyak selama lima hari di bulan Februari dan mengadakan makan malam di ruang makan pribadi di sebuah restoran kelas atas di Seminyak.

Sumber mengatakan bahwa salah satu teman dekat Mr. Ipaviz diyakini telah mengatur adanya penampilan penari telanjang dan mengatakan pada teman-temannya bahwa ia memiliki persetujuan dari manajer resort.

Dalam pemberitaan di media Australia diungkapkan bahwa baru beberapa menit penari eksotis itu memulai gerakannya, ruang makan pribadi diserbu oleh penjaga keamanan yang mengacungkan senjata. Bahkan, salah satu peserta pesta tersebut kepalanya dipukul dengan botol, beberapa terkejut dengan senjata jenis taser, sementara yang lain ditodong dengan pistol dan diancam akan dibunuh.

Salah satu orang yang terluka memerlukan perawatan medis untuk luka gores di kepalanya. Para penjaga juga memaksa warga Australia itu untuk menyerahkan ponsel mereka dan menelepon polisi di wilayah Kuta. Lebih lanjut, dalam pemberitaan Fairfax Media ditulis pernyataan salah seorang teman Mr. Ipaviz pasca penggerebekan tersebut.

"Saya tahu bahwa kami berada dalam kesulitan. Ketika polisi tiba, mereka menyapa para petugas keamanan dengan pelukan," ucapnya.

Diterangkan pula bahwa keenam belas laki-laki dan penari telanjang dibawa dengan mobil menuju ke kantor polisi. Mereka mendekam di sel tahanan sampai penerjemah tiba di pagi hari.

Sumber juga membenarkan tentang pemeriksaan para warga Australia tersebut di Polsek Kuta. Dirinya menegaskan bahwa mereka didampingi oleh seorang penerjemah berinisial S. Pada bagian inilah terjadi perbedaan mengenai siapa sebenarnya penerjemah perempuan dimaksud.

Sumber menerangkan dia adalah warga sipil, sementara dalam berita Fairfax Media tertulis penerjemah tersebut seorang polisi. Dituliskan bahwa penerjemah perempuan, yang juga seorang polisi itu, mengatakan kepada warga Australia bahwa yang mereka hadapi adalah tuduhan keji serius yang bisa membawa mereka pada hukuman penjara 10 tahun di Indonesia.

"Penerjemah itu telah melakukan negosiasi dengan dua orang teman Mark dan menjelaskan bahwa kita tidak harus memanggil konsulat karena itu akan menghentikan perundingan apapun dan kami akan menghabiskan berbulan-bulan di penjara sebelum sidang. Dia bilang kita bisa membayar denda dan itu akan semua diselesaikan. Mereka tahu pasalnya dan itu jelas bukan pertama kalinya mereka telah melakukannya, " kata sumber Fairfax Media.

Pemberitaan yang sangat membuat Mabes Polri dan Polda Bali gerah adalah kalimat Cameron Houston dan Chris Vedelago yang menerangkan bahwa setelah lebih dari 24 jam dalam tahanan, dua orang Ausie dikirim keluar untuk menarik uang berjumlah sekitar 250 juta rupiah (lebih dari $25.000) atas nama kelompok dari beberapa ATM yang berbeda di daerah Kuta dan Seminyak.

Dijelaskan bahwa saat penarikan itu mereka didampingi oleh penerjemah yang diduga seorang polisi (ikut memeras) dan berinisial C, dan seorang perwira polisi bersenjata. lengkap. Setelah suap itu dibayar, orang-orang itu dibebaskan, namun seluruh kelompok ketinggalan penerbangan mereka untuk kembali ke Melbourne.

Pada akhir pemberitaan tersebut dijelaskan bahwa sebagian besar teman Mr. Ipaviz itu tidak mungkin mau untuk kembali ke Bali. Beberapa masih gelisah dan marah akibat pengalaman pahit tersebut. Beberapa di antaranya sampai harus menjalani konseling akibat perlakuan para polisi.

Dikonfirmasi melalui sambungan telepon Kapolsek Kuta Kompol Ida Bagus Dedy Januartha enggan berkomentar atas tuduhan tersebut. Sementara itu, sumber menerangkan bahwa pemeriksaan terhadap oknum polisi Polsek Kuta telah dilakukan hingga ke bagian SPKT. Ditambahkan pula bahwa pemberitaan media Australia tersebut juga membuat beberapa oknum polisi yang memiliki izin membawa senjata untuk sementara waktu dilucuti senjatanya. Ids


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER