Bali Butuh Awig-Awig Atasi Rabies

  • 17 Agustus 2015
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 3053 Pengunjung

Denpasar, suaradewata.com - Penanganan rabies di Bali, hingga saat ini masih menyisakan banyak masalah. Upaya eliminasi anjing yang digalakkan Pemprov Bali untuk meminimalisasi kasus gigitan anjing rabies, ternyata tidak menyelesaikan persoalan.


Pasalnya, masih sangat banyak anjing di Bali yang hidup secara liar dan tidak terurus dengan baik oleh pemiliknya. Selain itu, upaya eliminasi juga memantik penentangan dari beberapa kelompok penyayang binatang baik lokal maupun internasional. Padahal sudah ada 23 korban meninggal di Bali akibat gigitan anjing rabies, dan ratusan korban lainnya bisa ditolong dengan vaksin antirabies (VAR).

Tapi belakangan, Bali sedang mengalami kelangkaan VAR. Puluhan korban terancam nyawanya karena stok VAR sudah habis. Anggota komisi I DPRD Provinsi Bali IGK Kresna Budi, mengharapkan adanya partisipasi masyarakat di lingkungannya untuk bahu-membahu dengan Pemprov Bali mengurai persoalan keberadan anjing liar yang berpotensi menularkan virus rabies.

Karena itu, ia mendorong agar setiap desa adat di Bali membuat awig-awig atau perarem (peraturan desa adat). "Kami mendukung adanya awig-awig itu. Kami mendorong desa adat di Bali untuk membuat awig-awig yang khusus mengatur soal anjing rabies," ujar Kresna Budi, saat dihubungi di Denpasar, Senin (17/8).

Ia mengatakan, kasus gigitan anjing rabies di Bali belakangan ini telah menimbulkan kepanikan luas di masyarakat. Karena itu, peran aktif masyarakat sangat diharapkan untuk sama-sama memberantas anjing rabies di Bali.

"Nanti dengan adanya awig-awig itu bisa diatur soal eliminasi anjing-anjing liar maupun sanksi terhadap pemilik anjing yang membiarkan anjingnya berkeliaran di lingkungannya," tandas politisi Partai Golkar asal Buleleng itu.

Hal yang sama dilontarkan kepala Dinas Peternakan Provinsi Bali I Putu Sumantra. Ia mengatakan,  Bali membutuhkan awig-awig di seluruh desa adat di Bali, untuk mengatasi keberadaan anjing liar tersebut. Ia mengaku sudah berkoordinasi dengan Majelis Umum Desa Pakraman (MUDP) di Bali.

"Penanganan rabies terutama untuk anjing liar atau anjing yang tidak dirawat secara baik oleh pemiliknya, agar diatur dalam sebuah peraturan di tingkat desa adat," tegasnya.

Tujuannya, demikian Sumantra, agar mempermudah melakukan kontrol anjing di lingkungan yang paling kecil. Dijelaskannya, dalam awig-awig tersebut akan diatur soal pemeliharaan anjing.

Selain itu, juga diatur sanksi bagi pemilik anjing yang sengaja melepaskan anjingnya atau tidak memeliharanya dengan baik. "Anjing-anjing liar yang berada di wilayah desa adat yang bersangkutan, juga perlu diatur untuk dieliminasi karena akan berbahaya bagi anjing-anjing lainnya atau bahkan manusia," tegasnya.

"Bila ini semua diatur di tingkatan desa adat, maka pengendalian anjing di Bali lebih efektif karena sudah ditangani di komunitas uang paling kecil," imbuh Sumantra.

Ia mengungkapkan, tawaran itu disambut positif oleh MUDP, dan dijanjikan akan dibicarakan di tingkat internal MUDP. Bahkan beberapa desa adat di wilayah Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, sudah memilki awig-awig untuk tangani anjing.

"Pernah ada anjing dari hotel yang dibiarkan berkeliaran langsung ditangkap warga dan dieksekusi. Dan pihak hotel tidak mempersoalkan hal itu," ucapnya.

Saat ini, populasi anjing di Bali sekitar 550 ribu ekor. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 10 persen jumlahnya yang diperlihara dengan baik oleh pemiliknya. Sisanya diliarkan begitu saja dan memang adalah anjing liar. Sementara anjing yang sudah divaksin sampai dengan Agustus tahun 2015 ini hanya sebanyak belasan ribu ekor. san


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER