Tuntutan JPU Tidak Terbukti, Prof. Antara Bebas

  • 22 Februari 2024
  • 14:55 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 2087 Pengunjung
Prof.Antara saat itu berdiri tidak henti-hentinya mengusap air mata, dalam sidang Putusan, di Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis (22/02/2024). SD/mot/ist

Denpasar, suaradewata.com - Majelis hakim pengadilan Tipikor Denpasar memutuskan bahwa Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara M.Eng, tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus penggunaan Dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) seleksi jalur mandiri Universitas Udayana (Unud) Tahun 2018-2022.

Putusan itu diambil dalam sidang, Kamis (22/02) yang dibacakan hampir 1,5 jam lamanya. Begitu ketuk palu diputuskan, isak tangis keluarga dan kerabat dari Pro.Antara yang dalam hal ini menjabat Rektor Universitas Udayana, memenuhi ruang sidang.

Bahkan saat 10 poin putusan hakim dibacakan, Prof.Antara yang saat itu berdiri tidak henti-hentinya mengusap air mata. Pada kesempatan terakhir, saat ditanya soal keputusan hakim. Dirinya hanya menjawab singkat. "Terima kasih yang mulia, saya menerima," jawab Prof.Antara.

Sementara itu, raut muka Jaksa yang dikomandoi Adpidsus Kejati Bali, juga menjawab untuk melakukan tindak Kasasi. "Kami dari tim JPU langsung saja menjawab untuk melakukan Kasasi," tegas JPU.

Sebagaimana dituangkan dalam amar putusan Majelis Hakim yang diketuai Agus Akhyudi, menyebut bahwa baik dakwaan ke satu dan dakwaan ke dua tidak membuktikan bahwa terdakwa melakukan tindak pidana melakukan upaya memanfaatkan atau menikmati dari Dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI).

"Bahwa benar peristiwa itu ada, dimana calon mahasiswa yang menggunakan jalur mandiri dikenakan Dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI). Dalam hal ini ada unsur paksaan, namun tidak dapat dibuktikan bahwa terdakwa mengambil atau menikmati dana yang dimaksudkan," sebut hakim.

Dengan demikian, lanjut hakim membacakan bahwa terdakwa tidam terbukti memenuhi unsur  melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama.
Sebagaimana yang dituangkan dalam dakwaan Jaksa, dengan demikian terdakwa tidak terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 12 huruf e Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang R.I Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo. Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Memutuskan agar segala hak haknya terdakwa dikembalikan termasuk nama baik dalam kedudukannya. Menyatakan terdakwa dibebaskan dari jeratan hukum dan menyatakan terdakwa untuk tidak ditahan," ketuk palu hakim.

Sebagaimana yang disangkakan oleh JPU bahwa peristiwa itu terjadi di tahun 2018 - 2022, yang merugikan keuangan negara sekitar Rp.105.390.206.993 dan Rp.3.945.464.100,- juga
perekonomian negara sekitar Rp.334.572.085.691. "Dimana dalam hal ini terdakwa secara tidak langsung dengan sadar melakukan perbuatannya yang telah menguntungkan diri sendiri, orang lain dan orporasi secara bersama. Bahwa terdakwa telah melakukan gabungan tindak pidana  pemerasan dalam jabatannya yang dilakukan secara bersama sama," tulis JPU dalam dakwaan.

Bahwa terdakwa secara jelas memenuhi unsur memperkaya/menguntungkan diri Terdakwa maupun orang lain dan telah mencantumkan juga hasil perhitungan kerugian negara sebagaimana Laporan Akuntan Publik atas Pemeriksaan Investigatif Universitas Udayana Provinsi Bali Tahun 2018 sampai dengan 2022 No. AUP-002/MTD/MLG/IX/2023 yang dibuat oleh Kantor Akuntan Publik Made Sudarma, Thomas & Dewi.

Untuk diketahui, pada tuntutan Jaksa sebelumnya mengajukan agar terdakwa dihukum pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda sebesar Rp.300 juta yang dapat digantikan dengan hukuman pidana penjara selama tiga bulan. Mot/red


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER