Gugatan Pembatalan Akta Perkawinan Ayah Angkat Dikabulkan PTUN, Kok bisa.?

  • 06 Desember 2023
  • 10:25 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 1553 Pengunjung
Saat Upacara Sudhi Widhani di Kubutambahan, Buleleng.

Denpasar, suaradewata.com- Miris, nasib Ni Luh Widiani, janda dari Komisaris Utama PT Jayakarta Balindo yang terletak di Jalan Imam Bonjol, Denpasar. Seharusnya, sepeninggal suaminya, Eddy Susila Suryadi, perempuan asal Kubutambahan, Buleleng, Bali ini seharusnya hidup tenang dengan anak semata wayang, hasil perkawinannya dengan pemegang 99 persen saham PT Jayakarta Balindo tersebut.

Ternyata, badai menerpa setelah Eddy Suryadi meninggal, 20 Januari 2019. Keluarga dari suaminya, Alm. Eddy Susila melaporkan Widiani ke Bareskrim Mabes Polri, LP/B/0574/X/2020/Bareskrim tanggal 9 Oktober 2020 atas dugaan tindak pidana administrasi kependudukan dan pemalsuan surat. 

Perempuan kelahiran 1 September 1976 ini diadili dan dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan akta otentik berupa Kartu Tanda Peduduk (KTP) dari Eddy Susila Suryadi dalam membuat surat pernyataan Sudhi Widhani. Widiani harus mendekam di balik jeruji besi selama 1 tahun dan 2 bulan. 

Setelah dipenjara, Putu Antara Suryadi adik dari Alm. Eddy Suryadi mengajukan gugatan pembatalan perkawinan Widiani dan Eddy Suryadi di PN Denpasar. Majelis hakim di tingkat pertama (PN Denpasar) dan Banding (PT Denpasar) mengabulkan gugatan tersebut. Membatalkan Akta Perkawinan Ni Luh Widiani dengan Alm. Eddy Susila Suryadi dan Akta Kelahiran Jovanka Amritha Suryadi, anak hasil perkawinannya dengan Eddy Suryadi, yang dikeluarkan Dinas Dukcapil Kota Denpasar tertanggal 5 Pebruari 2015.

Widiani melalui tim kuasa hukumnya dari Kantor Pengacara Agus Widjajanto dan Partners kemudian melakukan kasasi atas putusan gugatan pembatalan perkawinan tersebut.

Seharusnya, menjelang hari raya Nyepi tahun 2022 lalu, perempuan 47 tahun itu bebas dari Lapas Perempuan, Kerobokan, Denpasar. Tragisnya, menunggu hitungan hari keluar penjara, Widiani kembali didudukan di kursi pesakitan, PN Denpasar. Disidangkan dalam kasus dugaan tindak pidana pemalsuan akta otentik.

Anehnya, dugaan tindak pidana ini dilaporkan di Bareskrim Mabes Polri, LP/B/0574/X/2020/Bareskrim tanggal 9 Oktober 2020. Laporan ini sama dengan laporan sebelumnya, dimana Widiani sudah dipidana penjara. 

Anehnya lagi, laporan- laporan yang sama dimana Widiani sudah dinyatakan bersalah dan sedang menjalani pidana penjaranya. Alhasil, Widiani kembali menjalani hari – harinya di Lapas Perempuan setelah dinyatakan, terbukti bersalah melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan pemalsuan surat terhadap akta otentik, yakni Keputusan Sirkuler dan Berita Acara Rapat Umum Luar Biasa Para Pemegang Saham PT Jayakarta Balindo. 

Ada secercah harapan buat Widiani, ketika Mahkamah Agung, mengabulkan kasasi yang diajukan tim kuasa hukumnya. Gugatan pembatalan perkawinan yang diajukan Putu Antara Suyadi di tolak Majelis Hakim Tingkat Kasasi, Nomor: 450K/Pdt/2022 tanggal 24 Maret 2022, dimana menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya. Putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Incraht Van Gewijsde).

Dikatakan Agus Widjajanto, masalah hukum yang dialami Widiani adalah kriminalisasi sebagai upaya dari konspirasi merampas hak sebagai isteri sah dari Alm. Eddy Susila Suryadi.  Sayangnya, ketika majelis hakim Mahkamah Agung menyatakan, perkawinan Widiani dan Eddy Suryadi adalah sah, ternyata bukanlah akhir dari penderitaannya.

Ternyata, Nikita Suryadi, anak angkat Eddy Susila Suryadi mengajukan gugatan terhadap, Kepala Dinas Dukcapil Denpasar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar untuk membatalkan Akta Perkawinan Widiani dengan Eddy Suryadi serta Akta Kelahiran Jovanka Amritha Suryadi.  

Majelis hakim PTUN Denpasar dalam putusannya mengabulkan gugatan tersebut, Putusan PTUN Denpasar Nomor: 16/G/2023/PTUN.DPS tanggal 30 Oktober 2023.  

Anehnya, sebagai pihak ketiga,Widiani tidak tahu menahu adanya gugatan di PTUN tersebut. 

Agus Widjajanto, kuasa hukum Widiani ketika dikonfirmasi, Selasa, 5 Desember 2023, mengatakan, pihaknya baru tahu dari kurator, 1 Desember lalu bahwa ada gugatan di PTUN dan telah diputus. 

Tim kuasa hukum dari Kantor Agus Widjajanto and Partners kemudian mengajukan perlawanan (Derden Verzert) kepada Nikita Suryadi dan Kepala Dinas Dukcapil Denpasar.

Dikatakan Agus Widjajanto, kapasitas penggugat, dalam sengketa Tata Usaha Negara Nomor: 16/G/2023/PTUN.DPS patut di pertanyakan. “Nikita Suryadi adalah anak angkat dari Alm. Eddy Susila Suryadi berdasarkan Kutipan Akta Kelahiran Nomor 44/lst.DB/2002 yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Dukcapil Kota Denpasar,” jelasnya. 

Diungkapkan, sebelumnya, Gunawan Suryadi, saudara dari Alm. Eddy Suryadi gugatan pembatalan objek sengketa yang sama dengan yang diajukan Nikita Suryadi, di PTUN Denpasar, No.1/G/2023/PTUN.DPS dan telah di putus pada tanggal 30 Mei 2023.  

Dalam putusannya, majelis hakim PTUN Denpasar Menyatakan, gugatan Gunawan Suryadi tidak dapat diterima dan menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara. 

Tragisnya, upaya perlawanan atas putusan dari gugatan Nikita Suryadi yang ajukan Widiani melalui tim kuasa hukumnya, Selasa, 5 Desember 2023, ditolak PTUN Denpasar. Alasannya, sebagai pihak ketiga, Widiani sudah diberitahu dan dipanggil sebanyak tiga kali. Ternyata, setelah ditelusuri, surat pemberitahuan dan pemanggilan Widiani sebagai pihak ketiga dikirim ke alamat keluarga dari Alm. Eddy Suryadi. 

Menurut Agus Widjajanto, sudah pasti surat tersebut tidak sampai ke Widiani yang saat ini masih mendekam di Lapas Perempuan Kerobokan, Denpasar. Alasannya, keluarga Alm. Eddy Suryadi selama ini yang berupaya merampas hak Widiani sebagai istri sah dari Alm. Eddy Suryadi. 

Walaupun ditolak perlawanannya oleh PTUN Denpasar, Agus Widjajanto yakin bahwa Widiani pasti mendapatkan keadilan. Menurutnya, keadilan harus tetap tegak walaupun esok hari langit akan runtuh. “Eksistensi keadilan merupakan Ruh dari pada negara yang berdasarkan hukum atau Rechstat. Sepanjang prinsip dasar, tiada pengabdian yang abadi kecuali kepada Tuhan Yang Esa, Tan Hanna Dharma Mangrwa. Saat diambil sumpah sebagai bagian dari pilar keadilan, tidak dipegang teguh, jangan berharap akan menjalankan keadilan," tegas Agus Widjajanto.mot/adn


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER