Kenaikan Harga BBM Berdampak Inflasi Serta Daya Beli Masyarakat

  • 04 September 2022
  • 23:55 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 1363 Pengunjung
Dekan Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Pendidikan Nasional Bali, Prof R. IB Raka Suardana. (doc/sd

Denpasar, suaradewata.com - Presiden RI, Joko Widodo secara resmi mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada Sabtu (3/09/2022) kemarin. Melalui kenaikan harga BBM ini akan berdampak inflasi yang pada giliranya memukul daya beli masyarakat. 

Diketahui, harga Petralite naik dari sebelumnya Rp. 7.650 per liter menjadi Rp.10.000 per liter. Sementara harga per liter Solar bersubsidi naik dari 5.150 menjadi Rp.6.800. Disamping itu pemerintah juga mengumumkan kenaikan harga pertamax dari Rp.12.500 per liter jadi 14.500 per liter.

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Bali, Prof R. IB Raka Suardana, mengatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi yang dilakukan oleh pemerintah dilatar belakangi oleh membengkaknya biaya subsidi yang berpotensi membebani APBN. Jika tidak disesuaikan maka ratusan trilyunn diperlukan untuk menutupi subsidi.

“Dalam APBN 2022, asumsi harga minyak mentah dunia adalah USS 63-70. Sementara ini harga minyak dunia sudah diatas USS 100. Artinya asumsi sudah terlanggar dan dalam teori ekonomi bermakna harapan tidak sesuai kenyataan,” terang IB Raka Suardana, saat dihubungi Minggu (4/09/2022).

Dalam rangka penyesuaian harga BBM, berdampak pada harga jual dan meningkatnya harga barang. “Secara teoritis harga minyak merupakan salah satu indikator pendongkrak inflasi, sebab merupakan salah satu komponen biaya produksi. Karena biaya produksi meningkat. Harga jual tentu akan meningkat,” terang IB Raka Suardana

Dengan harga jual barang meningkat serta berdampak pada daya beli masyarakat, terkhusus masyarakat golongan menengah kebawah dan juga masyarakat dengan penghasilan tetap akan mengalami penurunan daya beli.

Kebijakan kenaikan harga BBM dinilai tidak tepat terutama untuk Provinsi Bali karena kondisi yang sedang berangsur melakukan pemulihan paska pandemi Covid-19. Sehingga nantinya akan mengganggu target pertumbuhan yang tidak dapat dicapai akibat daya beli masyarakat melemah.

Selain inflasi dan daya beli masyarakat. IB Raka Suardana juga menyoroti, kenikan BBM juga berpotensi memicu guncangan sosial. Hal ini tidak terlepas kebanyakan masyarakat belum memahami alasan penyesuaian harga, meski sudah dijelaskan oleh pemerintah.

“Mereka rentan termakan isu bahwa pemerintah tidak adil akibat keputusan kebijakan itu. Pihak seperti ini akan mudah tersulut untuk melakukan hal-hal kontra produktif,” terang IB Raka Suardana.

Di lain sisi, salah seorang pedagang durian di Jalan Sutomo, Denpasar, Aduardus Ngonggo, mengatakan, jika harga BBM naik secara otomatis dirinya juga akan menaikan harga durian. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya biaya logistik dari Karangasem ke Denpasar.

 

“Ya setiap hari saya mengambil durian di Karangasem. Biasanya saya beli bensin itu Rp.150.000 setiap hari. Tapi sekarang harga BBM naik otomatis saya harus beli lebih mahal. Ya mau tidak mau saya pasti harus menaikan harga. Tapi saya ingin lihat dulu,” terang Aduardus Ngonggo. bay/red


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER