Polda Bali Libatkan KPPAD Bali Dalam Mediasi Kasus Pengasuhan Anak

  • 21 April 2021
  • 18:15 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 1775 Pengunjung
istimewa

Denpasar, suaradewata.com - Terkait kasus pengasuhan anak yang sempat diberitakan beberapa media massa, dimana seorang ibu muda berinisial APD, kesulitan mengasuh anaknya, dimana sang anak diasuh oleh ayah biologisnya atas nama KAD. Pada awalnya pernikahan antara APD dan KAD berlangsung baik-baik secara adat Bali pada tanggal 4 September 2019 di Karangasem. Kemudian APD melahirkan bayi laki-laki pada tanggal 11 Maret 2020. Hingga 24 Oktober 2020, APD dan KAD tinggal bersama dan hidup sebagai pasangan suami istri, namun kemudian pada tanggal 24 Oktober 2020, menurut APD mendapat kekerasan fisik dari suaminya. Sehingga meninggalkan rumah kembali ke rumah orang tuanya tanpa membawa bayinya.

Sejak saat itu hingga sekarang APD kesulitan mengasuh anaknya. Upaya mediasi telah dilakukan oleh kedua pihak keluarga pada tanggal 27 Novemper 2020, untuk mencari solusi terbaik, namun gagal. Upaya mediasi lain juga sudah ditempuh melalui P2TP2A Kota Denpasar namun gagal juga. Dan karena tidak ingin melanjutkan pernikahan lagi, sementara menurut APD pernikahannya tidak sah juga secara adat, dikarenakan tidak diawali proses sudi wedani, sebagai prasyarat seseorang yang berbeda agama melaksanakan pernikahan secara Hindu. Upacara sudi wedani tidak dilaksanakan karena ketidak tahuan keluarga KAD dan aparat adat desa. 

Karena itu APD menuntut agar anaknya atas nama DP dikembalikan kepadanya, karena sesuai UU Perkawinan, anak yang lahir diluar pernikahan yang sah secara hukum, merupakan anak ibu. Hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya. Karena KAD tidak juga bersedia menyerahkan anak mereka, maka APD melaporkan kasus ini ke Polda Bali. Dengan tuduhan pelanggaran pasal 330 KUHP tentang peristiwa mencabut orang yang belum dewasa dari kuasa yang sah atasnya dari penjagaan orang yang sah dalam menjalankan penjagaan itu.

Saat ini Polda Bali dalam hal ini Ditreskrimum, sedang melaksanakan proses penyidikan terkait kasus tersebut. Dan dalam rangka upaya penyelesaian kasus, Polda Bali meminta kepada KPPAD Bali agar dapat membantu dengan memfasilitasi mediasi kepada kedua belah pihak. Atas dasar surat Ditreskrimum Polda Bali tertanggal 7 April 2021, KPPAD Bali melaksanakan mediasi pada tanggal 19 April 2021 dengan melibatkan seluruh pihak terkait yaitu, Ditreskrimum Polda Bali, Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Propinsi Bali, UPTD PPPA Propinsi Bali, P2TP2A Kota Denasar, Klian Adat dan Klian Banjar Banjar asal KAD, serta pihak APD dan KAD. 

Acara mediasi dilaksakana di kantor KPPAD Bali di Renon Denpasar, dimana pada saat acara para pihak tidak bersedia hadir, pihak APD menyatakan ketidakhadirannya melalui surat dengan alasan bahwa karena kasus sudah dilaporkan ke aparat hukum sehingga tidak diperlukan mediasi, dan pihak KAD tidak hadir dengan alasan yang tidak jelas. Sementara pihak stake holder lainnya menghadiri acara. Dan acara tetap dilangsungkan.

Dalam acara, yang dipimpin oleh Wakil Ketua KPPAD Bali yang juga komisioner bidang pengasuhan keluarga dan alternatif, Eka Shanti Indra Dewi, ST menyatakan bahwa sebenarnya sesuai tupoksi KPPAD bukan lembaga yang bertugas melaksanakan penanganan kasus termasuk diantaranya mediasi, namun jika dipandang perlu dan karena mediasi di lembaga lain gagal atau diminta oleh stake holder, aparat penegak hukum, maka KPPAD dapat melaksanakan mediasi sebagai upaya penyelesaian kasus demi kepentingan terbaik bagi anak.

Dalam acara tersebut juga Kasubdit IV Ditreskrim Polda Bali, AKBP Ni Luh Kompyang Srinadi, SIK, MH juga menjelaskan mengapa Polda Bali memandang perlu melibatkan KPPAD Bali dan lembaga lain dalam penanganan kasus ini bukan dimaksudkan mengalihkan proses hukum namun karena prinsip demi kepentingan terbaik bagi anak sesuai UU Perlindungan Anak, maka diupayakan segala cara agar anak kembali dalam pengasuhan ibunya sesuai haknya sebagaimana aturan dalam UU Perkawinan. Tentunya proses hukum akan tetap berlangsung. 

Dalam acara ini juga dihadiri oleh kepala UPTD PPPA Propinsi Bali, ibu Mariani, menyayangkan ketidakhadiran pihak-pihak terkait, juga mengapresiasi langkah yang dilakukan Polda Bali dan KPPAD Bali dalam upaya penyelesaian kasus, dan menyatakan bahwa rencananya UPTD PPPA Propinsi Bali akan melaksakan mediasi terkait kasus ini, juga. Disampaikan juga bahwa UPTD PPPA mengharapkan kasus-kasus anak seperti ini dapat diselesaikan dengan upaya mediasi dan agar kedua pihak yang berseteru dapat menurunkan ego, memikirkan masa depan anak demi kepentingan terbaik bagi anak. Namun jika memang terbukti adanya pelanggaran pidana tentu harus tetap diproses secara hukum. 

Ketua Harian P2TP2A Kota Denpasar Luh Putu Anggreni, SH yang hadir juga dalam acara ini, menyampaikan bahwa upaya mediasi yang pernah ditempuh P2TP2A Kota Denpasar gagal dikarenakan para pihak terkait kurang kooperatif, dan berharap agar dalam acara mediasi ini dapat dilaksanakan lebih baik. Luh Putu Anggreni yang juga menjadi pengurus Majelis Desa Adat, juga menyampaikan saran agar Polda juga meminta pendapat para ahli adat dan agama, dalam hal ini MDA Bali dan PHDI Bali dalam hal menilai sah tidaknya pernikahan secara adat Bali dan agama Hindu.

Karena ketidakhadiran para pihak yaitu KAD dan APD, maka acara kemudian dilanjutkan dengan diskusi dan koordinasi dalam rangka upaya mencapai pemahaman yang sama kelak apabila terjadi kasus-kasus sejenis. Seluruh stake holder yang hadir dalam acara juga berharap kepada masyarakat agar dapat belajar dari kasus ini, dan agar apabila mengalami kasus pengasuhan anak yang sejenis, dapat lebih kooperatif dan saling menurunkan ego dan emosi, memikirkan masa depan dan kepentingan terbaik bagi anak, karena seorang anak sesuai konvensi hak anak, tetap berhak mendapat kasih sayang kedua orang tua kandungnya sehingga dapat ditempuh upaya-upaya damai sebelum menempuh upaya hukum. Dan agar upaya hukum menjadi jalan terakhir yang ditempuh.rls/ang/nop


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER