Kakek Hamili Cucu, Terancam Sanksi Adat Pengusiran Dari Desa

  • 08 Mei 2017
  • 00:00 WITA
  • Bangli
  • Dibaca: 5333 Pengunjung
suaradewata.com

Bangli, suaradewata.com – Selain  terancam hukuman pidana penjara, pelaku kakek menghamili cucunya asal desa Undisan, Tembuku, Bangli ini, juga terancam dikenakan sanksi adat yang sangat berat. Bahkan, sanksi adat yang dikenakan terhadap pelaku I Md Nadiana alias Jro Dindin (59) dan korban berinisial Ni Luh RR (14) tidak main-main. Pasalnya, pelaku atau keluarga pelaku selain harus melakukan upacara Ngersigana untuk pembersihan desa, juga terancam diusir dari desa pakraman setempat untuk selama-lamanya.

Bendesa Adat Desa Pakraman Undisan Kelod, Wayan Budiartha  saat dikonfirmasi , Senin ( 8/5/2017)  mengatakan  perbuatan  yang dilakukan warganya  I Md Nadiana yang tega menggauli cucunya hingga hamil, sangat  bertentangan dengan kaedah  agama  dan  norma kesucian.  "Perbuatan pelaku telah membuat  leteh (kotor) desa," kata Wayan Budiartha didampingi  Kelian Adat Banjar Bukit Sari, I Made Suardiana.

Tidak hanya itu, perbuatan pelaku juga telah bertentangan dengan awig-awig desa pakraman setempat yang melarang hubungan intim sedarah. Terlebih, kasus ini melibatkan kakek dengan cucunya sendiri. Karena itu, disampaikan, sesuai awig-awig desa Pakraman Undisan Kelod, sanksi yang ditetapkan berupa sanksi niskala maupun sekala. "Sanksi niskala, pelaku atau keluarga pelaku harus menghaturkan banten resigana untuk membersihkan desa. Sedangkan sanksi skalanya, kedua pelaku tida boleh tinggal lagi desa ini untuk selama-lamanya,” tegasnya.

Diceritakan, sanksi adat serupa pernah diterapkan kepada salah seoarang warganya sekitar tahun 90an. Dimana, saat itu terungkap seorang ayah mencabuli anak tirinya hingga hamil. “Selain terkena sanksi niskala, pelakunya bahkan sama sekali tidak diperkenankan lagimenginjakkan kakinya ke wilayah ini,” tegasnya.

Meski demikian, untuk kepastian sanksinya yang akan diberikan kepada Jero Dindin dan Ni Luh RR, akan diputuskan lewat paruman terlebih dahulu yang rencananya akan dilaksanakan pada hari Jumat (12/5) mendatang dengan melibatkan bendesa adat, prajuru adat, pemangku, sesepuh desa, pemangku serta tokoh masyarakat lainnya. “KEpastiaan sanksinya itu, akan diputuskan lewat paruman nantinya. Kami selaku bendesa tidak berani mengambil keputusan  sebelum  digelar paruman " tegasnya. Nantinya, dalam paruman tersebut pula akan dibahas menyangkut status anak yang nantinya akan dilahirkan oleh korban.

Sementara disinggung status pelaku  yang mengaku-ngaku sebagai seorang Jro Mangku dan Balian, sambil tertawa Budhiarta mengatakan itu hanya kebohongan belaka. Disampaikan, keseharian pelaku berprofesi sebagai petani. Namun tiba-tiba  sebulan lalu, melaporkan diri telah menjadi Jro atau pemangku.Padahal, menurutnya kalau  seseorang menjadi pemangku harus melewati upacara  pewintenan dengan disaksikan oleh prajuru adat setempat. "Nyatanya prajuru tidak pernah diundang sebagai upasaksi. Karena itu, status Jro yang bersangkutan tidak sah," kata Budhiarta sembari menyebutkan sejak beberapa bulan terakhir prilaku pelaku memang aneh. ard/ari


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER