Betapa Mengerikannya Rencana Demo 4 November

  • 12 November 2016
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 3704 Pengunjung
istimewa
Opini, suaradewata.com - Dugaan isu penistaan agama oleh Basuki Tjahya Purnama atau yang dikenal dengan Ahok kembali memasuki babak baru. Tersebarnya sepenggal video terkait kunjungan Ahok ke Pulau Seribu yang mencantut salah satu surat Al-Maidah ayat 51 kala itu, kini menjadi viral dijagat media. Disamping karena Ahok merupakan salah seorang calon Gubernur Petahana DKI Jakarta tahun 2017, panasnya isu ini juga disebabkan oleh banyaknya pihak dan kelompok kepentingan politik yang membumbui hal tersebut dengan isu bebau SARA, sehingga menjadi hangat di ulasan beberapa media.
 
Tanpa terkecuali mulai dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Aparat Keamanan, Tokoh Agama, Menteri, Mantan Presiden, Mantan Calon Presiden, bahkan seorang Presiden pun turut serta dalam lingkaran kemelut permasalahan dugaan isu penistaan tersebut.
 
Pertemuan Presiden Jokowi dan Prabowo
Presiden Jokowi menyambangi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dirumahnya, Padepokan Garuda Yaksa, Hambalang, Bogor, Jawa Barat, pada hari senin 31 Oktober 2017. Kehadiran Presiden Jokowi bukan hanya sekedar bersantap siang apalagi berkuda. Pertemuan tersebut cenderung memberi kejelasan tentang kaitan dengan adanya rencana aksi demonstrasi besar-besaran yang akan digelar pada 4 November.
 
Selain untuk mendinginkan suasana politik yang telah memanas, menurut Rico salah seorang Dosen Universitas Paramadina menganalisa bahwa kedatangan Presiden Jokowi menunjukan sikap bahwa pasangan Anies dan Sandiaga yang diusung Gerindra dan PKS dalam Pilgub DKI cenderung lebih diterima Jokowi ketimbang pasangan Agus-Sylvi. “Kalau ternyata nanti Agus-Sylvi menang di Jakarta akan membahayakan posisi Pak Jokowi di Pilpres 2019. Persaingan antara comeback-nya Yudhoyono dengan Jokowi sangat kuat kalau Ahok kalah dan Agus menang,” tungkasnya.
 
Istana Negara dan Tokoh Agama
Pada 1 November 2017, sehari setelah pertemuan antara Presiden Jokowi dan Prabowo, hangatnya isu dugaan kasus penistaan agama oleh Ahok, membuat gusar Presiden Jokowi. Dengan berselimutkan alasan “silahturahim”, tentunya keputusan Presiden Jokowi untuk mengumpulkan para pemuka agama dari Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, dan Majelis Ulama Indonesia di Istana Negara, berkaitan dengan rencana aksi demonstrasi pada 4 November.
 
Dalam pertemuan ini, Presiden Jokowi jelas meminta nasihat sekaligus dukungan dari para pemuka agama, untuk senantiasa mengajak dan menjaga kerukunan umat beragama serta menjaga stabilitas dan keamanan nasional dalam menghadapi situasi politik yang kini telah memasuki babak baru.
 
Kunjungan SBY ke Menkopolhukam
Tak hanya Presiden Jokowi, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto pun turut serta dalam mencairkan suasana politik yang kini tidak terbendung. Meskipun pertemuan tersebut hanya berjalan selama 50 menit, namun hal tersebut dinilai sebagai jembatan antara Presiden Jokowi dan SBY yang sebelumnya memang belum memiliki chemistry politik. Hal tersebut disampaikan oleh Pengamat politik Universitas Al-Azhar, Rahmat Bagja yang menilai bahwa pertemuan antara Wiranto dan SBY adalah lanjutan dari pertemuan antara Presiden Jokowi dan Prabowo dalam rangka mendinginkan situasi perpolitikan nasional. Namun intrepretasi lain, pertemuan ini dapat dikaitan dengan polemik keberadaan dokumen tim pencari fakta (TPF) kasus aktivis HAM, yang mana sebelumnya Pemerintahan Jokowi sempat mengkritik tentang berantaknya sistem pengarsipan dokumen kala Pemerintahan Kabinet Presiden SBY dahulu.
 
Usaha Presiden Jokowi untuk mengantisipasi adanya kepentingan kelompok politik yang memanfaatkan isu dugaan penistaan agama Ahok dapat dinilai sebagai langkah konkrit untuk mendamaikan situasi nasional. Namun demikian, hal tersebut tidak akan berjalan optimal manakala kita selaku demonstran nantinya yang memulai sikap untuk menjaga keamanan dan ketertiban, serta mengikuti aturan tata tertib cara berdemokrasi itu sendiri. Oleh karenanya, strategi untuk memilah dan memilih informasi, memiliki sikap awas, serta menyerahkan permasalahan ini pada proses hukum yang berlaku, dapat dijadikan solusi singkat guna meredam hagemoni 
 
 
)* Pengamat Sosial dan Politik di LSIS

TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER