Tunda Pencairan DAU, Menkeu Ingin Kuras Saldo Kas Daerah “Nakal”

  • 30 Agustus 2016
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 5173 Pengunjung
suaradewata

Denpasar, suaradewata.com - Sejumlah daerah memprotes keras kebijakan Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani Indrawati, yang justru menunda penyaluran sebagian Dana Alokasi Umum (DAU) tahun anggaran 2016. Pasalnya, kebijakan Menkeu ini dituding menyulitkan daerah, karena harus melakukan penyesuaian terhadap sejumlah pos anggaran.

Hanya saja, sejumlah kalangan justru mengapresiasi kebijakan tersebut. Kebijakan menunda pencairan DAU ini, justru disambut positif, karena dipandang sebagai salah satu upaya untuk menghilangkan kebiasaan buruk daerah yang menjadikan lemahnya pengelolaan serapan anggaran dalam upaya mengelola cash flow ataupun saldo kas daerah.

Pandangan tersebut salah satunya datang dari aktivis anti-korupsi, Gede Suardana. Ia menilai, kebijakan Menkeu inilebih diarahkan guna dapat menguras habis saldo kas daerah, khususnya daerah-daerah “nakal” yang selama ini memarkir uangnya di Bank Pembangunan Daerah (BPD).

"Jadi kebijakan penundaan pencairan DAU ini semacam punishment bagi daerah yang suka menabung saldo kasnya di BPD," kata Suardana, di Denpasar, Selasa (30/8/2016).

Melalui kebijakan Menkeu ini, demikian Suardana, daerah diharapkan tak lagi gemar “menabung” namun segera mencairkan saldo kasnya untuk dapat membayar kewajiban gaji PNS. Daerah juga didorong untuk melaksanakan program krusial sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan.

Khusus untuk daerah-daerah kaya seperti Bali, kata Suardana, sesungguhnya memiliki kas yang cukup. Bahkan tahun lalu, Bali memiliki Silpa mendekati Rp 1 triliun. Sehingga agar ironis kemudian, ketika daerah-daerah yang berkecukupan dalam hal keuangan, malah masih meminta anggaran ke pusat.

"Tidak benar kalau masih punya uang (kas daerah), malah minta (ke pusat). Tidak adil kalau (daerah) yang tidak punya uang dan yang punya uang, malah sama-sama dikasih (oleh pusat)," ujar Suardana, yang juga Pembina Forum Peduli Masyarakat Kecil (FPMK) Buleleng.

Ia menambahkan, banyaknya dana yang “diparkir” serta tingginya Silpa, menjelaskan bahwa sesungguhnya pengelolaan keuangan daerah itu masih lemah. Di samping itu, kondisi tersebut menggambarkan betapa malasnya SKPD dalam melaksanakan program-program pembangunan di daerah.

"Uang deposito masih banyak, tetapi masih juga minta uang ke pusat. Itu malas namanya kalau malah menyimpan uangnya di bank. Kita minta, dengan uang yang ada, janganlah SKPD manja, jangan malas, jangan juga mau yang enak saja," tegasnya.

Suardana pun meminta SKPD, agar tidak membodoh-bodohin rakyat, misalnya dengan terus menunda pencairan dana hibah yang bahkan proposalnya sudah diajukan sejak 2015 lalu. Ia beralasan, dari sisi regulasi, pencairan hibah sudah tidak ada masalah. Sementara itu dari sisi anggaran, Pemprov Bali justru tidak pernah kekurangan anggaran.

"Jangan berdusta, jangan bodoh-bodohi rakyat. Kita punya uang. Jalankan program-program yang ada. Hibah juga segera dicairkan. Jangan malah kebijakan Menteri Keuangan ini dijadikan alasan menunda pencairan dana hibah," pungkasnya. san/hai


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER