Petani Batuampar Bukan Berstatus Pemohon Lahan

  • 18 Juni 2015
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 2128 Pengunjung

Denpasar, suaradewata.com - Ada sejumlah pihak yang keliru menafsirkan perjuangan para petani Batuampar, Pejarakan, Buleleng. Sebab, perjuangan para petani ini justru diplintir dengan menyebut bahwa para petani berstatus sebagai para pemohon sertifikat atau lahan.


"Padahal faktanya, para petani yang berjumlah 77 KK tersebut adalah pemilik sah lahan seluas 45 hektar di Batuampar," kata anggota Komisi I DPRD Provinsi Bali Nyoman Tirtawan, di Denpasar, Rabu (17/6).

Para petani ini, kata dia, akan berjuang habis-habisan untuk mempertahankan lahan milik yang telah dirampas oleh penguasa. "Jadi kalau ada yang menafsirkan bahwa mereka berstatus pemohon lahan, itu keliru," tandas politisi NasDem asal Buleleng ini.

Menurut dia, ada banyak bukti hukum yang menegaskan bahwa lahan seluas 45 hektar tersebut adalah milik para petani. Selain Surat Keputusan (SK) Mendagri Tahun 1973 dan 1982, para petani juga telah mengantongi Sertifikat Putih pada tahun 1959.

"Jadi jelas, para petani tidak sedang memmohon tanah atau memohon sertifikasi tanahnya, tetapi mempertahankan tanah tumpah darah mereka," tandas Tirtawan.

Ia pun membeberkan bukti kepemilikan lahan para petani tersebut berupa Sertifikat Putih tahun 1959. "Sertifikat itu semua berwarna putih 100 persen. Itu asli. Sebab sertifikat yang warna hijau, baru ada sejak tahun 1960-an," beber Wakil Ketua Fraksi Panca Bayu DPRD Bali itu.

Hingga saat ini, imbuh Tirtawan, para petani yang saat ini berjuang masih memegang Sertifikat Putih tersebut. Demikian juga halnya dengan SK Mendagri tahun 1973 dan 1982.

"Sebenarnya dulu itu banyak sertifikat petani yang dirampas oleh penguasa, dengan cara diancam, bahkan ditodongkan pistol. Tetapi masih banyak juga yang selamat, termasuk 77 KK yang saat ini berjuang," pungkas Tirtawan. san


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER