Terbitkan Sertifikat Bodong, Pejabat BPN Layak Diperiksa

  • 17 Juni 2015
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 2406 Pengunjung

Denpasar, suaradewata.com - Kasus dugaan pemalsuan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 7359 atas nama Putu Yudistira, hingga kini tetap menjadi perhatian publik. Pasalnya, ada dugaan kuat, dua pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Denpasar, terlibat secara langsung dalam penerbitan sertifikat yang diduga bodong tersebut.


Bahkan, kedua pejabat ini dinilai layak untuk diperiksa oleh penyidik kepolisian. "Penyidik tidak perlu ragu lagi untuk memeriksa kedua pejabat BPN tersebut," kata Ketua Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Bali Njoman Gede Suweta, di Denpasar, Selasa (16/6).

Ia menyebut, dua pejabat BPN Kota Denpasar yang sudah layak diperiksa di antaranya adalah staf pengukur tanah, Nyoman Parwata. Sementara satu lagi adalah pejabat yang menandatangani SHM Nomor 7359, I Dewa Nyoman Romiastra.

"Dari data dan bukti yang ada, keduanya layak diperiksa," tegas Suweta, yang juga mantan Wakapolda Bali.

Menurut dia, ada beberapa bukti yang menguatkan dugaan bahwa SHM Nomor 7359 atas nama Putu Yudistira, memang bodong. Salah satunya adalah Keputusan Mahkamah Agung (MA) dalam Perkara Perdata Nomor 52/ Perdata/ 1974 tanggal 4 Juni 1981.

Sesuai Keputusan MA ini, maka dr. Nyoman Handris Prasetya bersama-sama dengan Nyo Giok Lan (ibu kandung Handris) serta Suwitera Prasetya dan Herlyn Prasetya (kakak Handris), dinyatakan memperoleh atau mendapatkan hak atas tanah seluas 0,2062 hektare atau 20,62 are yang dilindungi atau memiliki alas hak atau warkah Pipil Nomor 35 Persil Nomor 8 Kelas I. Tanah ini terletak di Jalan Pulau Saelus Kelurahan Sesetan, Denpasar.

Namun ironisnya, tanpa alas hak justru BPN Kota Denpasar menerbitkan SHM Nomor 7359 atas nama Putu Yudistira, S.H. Menurut data dalam SHM tersebut, dasar diterbitkannya sertifikat adalah Pipil Nomor 27 Persil Nomor 4 Kelas I, yang terletak di Kelurahan Sesetan.

"Tetapi menurut BPN, justru sampai sekarang tidak ditemukan alas hak berupa Pipil Nomor 27 Persil Nomor 4 Kelas I," tandas Suweta.

Parahnya, sertifikat bodong yang diterbitkan oleh BPN Kota Denpasar ini akhirnya diklaim oleh Putu Yudistira sebagai dasar menguasai tanah yang hingga kini masih bersengketa tersebut. Padahal sesuai dengan Keputusan MA, tanah itu dilindungi oleh Pipil Nomor 35 Persil Nomor 8 Kelas I.

"Penguasaan oleh Yudistira ini menjadi aneh, karena nyata-nyata BPN mengakui bahwa sampai saat ini Sertifikat Nomor 7359 tidak memiliki alas hak atau warkah," ujar Suweta.

Kejanggalan lain, demikian Suweta, petugas ukur dari BPN yang membuat gambar untuk SHM Nomor 7359, Nyoman Parwata, justru tidak pernah melakukan pengukuran di lapangan. Sebab pada saat akan mengukur, yang bersangkutan tidak bisa menunjukkan objek tanah yang diukur.

"Pertanyaannya adalah, dari mana Saudara Parwata mengambil data untuk membuat gambar? Padahal untuk bisa menerbitkan sertifikat, gambar yang dibuat petugas ukur mutlak setelah dilakukan pengukuran lapangan," ucapnya.

Atas dasar itu, LCKI Bali mengharapkan dan meminta penyidik Polresta Denpasar, agar tidak perlu ragu-ragu untuk memeriksa Parwata, terkait penerbitan SHM Nomor 7359 yang bodong tersebut. Demikian halnya dengan Drs. I Dewa Nyoman Romiastra, yang menandatangani SHM Nomor 7359 atas nama Putu Yudistira. san


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER