Megaproyek Geothermal Bedugul Kembali Mencuat

  • 04 Mei 2015
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 4733 Pengunjung

Denpasar, suaradewata.com - Energi panas bumi (geothermal) di Bedugul, masih saja menjadi target pengembangan investor. Padahal, megaproyek geothermal Bedugul ini telah ditolak masyarakat Bali tahun 2005 lalu.


Bahkan ketika itu, DPRD dan Pemprov Bali juga menyatakan sikap penolakan secara resmi berupa rekomendasi. Menariknya, penolakan besar-besaran masyarakat Bali sepuluh tahun lalu itu, tak mematahkan niat investor untuk mengembangkan energi panas bumi di Bedugul.

Kini, megaproyek geothermal Bedugul kembali mencuat. Buktinya, Senin (4/5), investor dari PT Tenaga Bumi Bali (TBB) mendatangi DPRD Provinsi Bali untuk beraudiensi. Dalam audiensi tersebut Direktur PT TBB IB Putu Wijaya, mempresentasikan serta menyosialisasikan teknik pengelolaan dan isu hukum pada proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi di Bedugul.

Ia bahkan meyakinkan, bahwa kali ini tak ada lagi penolakan dari masyarakat terkait rencana ini. "Pengembangan energi panas bumi di Bali sangat menjanjikan, potensinya sangat besar," kata Wijaya, di hadapan Wakil Ketua DPRD Provinsi Bali Nyoman Sugawa Korry dan anggota Komisi III DPRD Provinsi Bali, dalam presentasi tersebut.

Ia menjelaskan, potensi energi panas bumi di Bedugul diperkirakan sebesar 420-520 MW untuk tiga prospek. Potensi di Bukit Tapak, diakuinya lebih siap untuk dikembangkan sebesar 110 MW.

"Pemanfaatan energi panas bumi Bedugul dapat mengurangi penggunaan energi fosil yang saat ini pada posisi 750 MW. Bahkan setelah 22 tahun, optimalisasi pana bumi Bedugul menurunkan 200 MW pemakaian tenaga fosil," ujar Wijaya, yang didampingi manajemen PT TBB.

Atas dasar itu, ia meminta agar tidak perlu mengkhawatirkan pengembangan geothermal di Bali, khususnya di Bedugul. Sebab, lingkungan akan tetap terjaga, termasuk air danau yang ada di kawasan tersebut.

"Ini telah dibuktikan di Dieng, dan beberapa titik lainnya di Indonesia dan bahkan dunia, bahwa pengembangan energi panas bumi tetap menjaga lingkungan," paparnya.

Selain itu, demikian Wijaya, kebutuhan lahan untuk pengembangan energi panas bumi di Bedugul hanya 25 hektar untuk proyeksi 110 MW. "Pendapatan daerah juga tinggi, dari 80 persen royalti dan pajak dapat mencapai 50 persen pendapatan Jawab Barat," tandas Wijaya.

Bagi Wijaya, dengan kondisi yang ada maka hal yang mendesak saat ini adalah dukungan masyarakat untuk mendapatkan izin lingkungan dari Gubernur Bali. Ini penting, mengingat studi analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang dilakukan LIPI dan Unud, dinyatakan layak.

"Dari kami, sudah siap untuk melanjutkan proyek geothermal Bedugul," tegas Wijaya, yang didampingi manajemen PT TBB. san


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER