Komoditas Pangan Jadi Penyumbang Terbesar Inflasi di Bali

  • 02 April 2024
  • 08:55 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 1144 Pengunjung
acara pembacaan Berita Resmi Satistik di Kantor BPS Bali, Denpasar, Senin (1/4/24)

Denpasar, suaradewata.com - Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali menggelar acara pembacaan Berita Resmi Statistik yang dibacakan langsung oleh Kepala BPS Provinsi Bali Endang Retno Sri Subiyandani, bertempat di Kantor BPS Bali, Denpasar pada Senin (1/4/24).

Kepala BPS Provinsi Bali Endang Retno Sri Subiyandani menyampaikan Berita Resmi Statistik per 1 April 2024 dalam enam bagian, yakni Perkembangan Inflasi Provinsi Bali Maret 2024, Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Maret 2024, Perkembangan Ekspor dan Impor Februari 2024, Perkembangan Transportasi Udara Februari 2024, Perkembangan Pariwisata Februari 2024, dan Luas Panen dan Produksi Padi 2023 (Angka Tetap).

Untuk inflasi di Bali terjadi kenaikan sebesar 3,67% inflasi dari Maret 2023 hingga Maret 2024, yang sampai saat ini komoditi makanan masih menjadi penyumbang terbesar inflasi. Sementara Nilai Tukar Petani Provinsi Bali mengalami penurunan 0,43%, namun berbanding dengan perkembangan Nilai Tukar Usaha Pertanian yang naik sebesar 0,68%.

Ekspor Barang Provinsi Bali mengalami penurunan sebesar 0,28% dari Maret 2023 hingga Maret 2024, dengan angka mencapai US$ 49,46 juta. Hal itu berbanding terbalik dengan kenaikan impor Barang Provinsi Bali yang mengalami kenaikan sebesar 138,37% dari Maret 2023 terhadap Maret 2024 dengan total nilai US$ 19,75 juta.

Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra merespon dengan keyakinan bahwa inflasi pangan di Bali tersebut bukan hanya terjadi pada beras, namun termasuk pada pangan lainnya.

 “Pangan itu bukan hanya beras, namun juga termasuk bahan pangan lainnya. Jika ada defisit beras bukan ketahanan pangan yang kurang tapi kita lihat faktor penentu, seperti musim, atau petani beralih menanam komoditas lainnya bukan padi,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa peningkatan, penurunan dan angka yang tetap adalah referensi untuk merancang kebijakan kedepannya. Angka-angka itu dipandang sebagai dinamika perekonomian Bali.

“Pasti ada peningkatan, penurunan maupun angka yang tetap. Semua penting untuk referensi Pemerintah Daerah atau instansi lain dalam membuat kebijakan ataupun langkah berikutnya,” imbuhnya.ran/red

 


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER