Hindari Perpecahan, Saatnya Jalin Persatuan Pasca Pemilu 2024

  • 17 Maret 2024
  • 15:05 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 1135 Pengunjung

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan momen penting dalam kehidupan demokrasi suatu negara. Di Indonesia, pemilu tidak hanya menjadi ajang untuk menentukan pemimpin dan wakil rakyat, tetapi juga sebagai cerminan dari dinamika sosial dan politik yang ada di masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk senantiasa menghindari perpecahan dan terus menjalin persatuan pasca Pemilu 2024.

Tahun 2024 menjadi momen yang menarik, di mana Pemilu diwarnai oleh upaya keras untuk menciptakan suasana yang damai dan toleran, serta menjauhkan diri dari politik identitas yang sempit.

Pada dasarnya, politik identitas adalah penggunaan identitas seperti agama, suku, atau golongan sebagai alat untuk memperoleh dukungan politik atau memenangkan suatu agenda politik. Dalam konteks Pemilu, politik identitas seringkali muncul sebagai strategi untuk memperoleh dukungan massa, namun, hal ini juga dapat memecah-belah masyarakat dan menciptakan konflik yang merugikan. Namun, pada Pemilu 2024, tampaknya ada perubahan yang signifikan dalam pola politik yang dijalankan.

Staf Khusus (Stafsus) Menteri Agama Bidang Media dan Komunikasi Publik, Wibowo Prasetyo, pemilu kali ini berjalan dengan damai dan menyenangkan. Gesekan yang biasanya muncul akibat politik identitas berhasil diminimalisir dengan baik. Wibowo menekankan bahwa moderasi beragama telah menjadi konsep yang menyatu dalam masyarakat Indonesia, yang semakin dewasa dalam memandang perbedaan.

Kontribusi penting dalam penciptaan suasana yang damai ini tidak bisa dilepaskan dari peran Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas atau yang lebih dikenal dengan Gus Yaqut. Gus Yaqut telah aktif dalam mengajak masyarakat untuk menjauhi politik identitas dan mengutamakan perdamaian dalam kontestasi politik.

Melalui imbauan dan kebijakan yang diambilnya, seperti surat edaran terkait khotib Jumat yang menyerukan pesan-pesan kedamaian menjelang pemilu, Gus Yaqut berhasil membawa pengaruh positif yang signifikan.

Amien Suyitno, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, menyebutkan bahwa langkah-langkah yang diambil oleh Menag Yaqut telah menciptakan suasana pemilu yang damai. Nyaris tidak ada politik identitas yang mempengaruhi proses demokrasi ini, menunjukkan bahwa kebijakan dan program moderasi beragama yang diterapkan telah memberikan hasil yang nyata.

Pemilu tahun 2024 menjadi bukti konkrit bahwa upaya untuk menjauhi politik identitas bukanlah sesuatu yang mustahil.

Namun, tantangan tidak berakhir dengan berakhirnya kontestasi politik. Setelah pemilu usai, Menteri Agama Gus Yaqut mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk bergandengan tangan dan menjaga persatuan.

Hal ini disampaikannya usai mengumumkan awal puasa Ramadhan 1445 atau 2024. Gus Yaqut menekankan pentingnya menjadikan momen Ramadhan sebagai waktu untuk introspeksi diri, memperbanyak ibadah, dan kembali mempererat persaudaraan setelah perjuangan politik selesai.

Perbedaan yang ada dalam masyarakat hendaknya direspons dengan sikap saling menghormati dan mencari titik temu, bukan dengan memperkeruh suasana dengan politik identitas.

Pesan Gus Yaqut ini mencerminkan semangat untuk terus membangun toleransi dan persatuan di tengah-tengah keberagaman yang ada di Indonesia. Dalam suasana yang penuh berkah ini, adalah tugas bersama bagi seluruh lapisan masyarakat untuk meninggalkan perbedaan-perbedaan yang mungkin ada dan fokus pada upaya untuk membangun kebersamaan yang lebih kokoh.

Menyikapi hal ini, penting bagi kita untuk melihat bahwa proses menuju toleransi tanpa gangguan politik identitas memang memerlukan kerja keras dan komitmen yang kuat dari semua pihak. Tidak hanya tanggung jawab pemerintah atau figur publik seperti Menag Yaqut, tetapi juga tanggung jawab bersama dari seluruh masyarakat Indonesia.

Kita semua memiliki peran dalam menciptakan lingkungan yang harmonis dan damai, di mana setiap individu dihormati atas keberagaman dan identitasnya. Oleh karena itu, Pemilu 2024 tidak hanya merupakan momen untuk menentukan arah politik negara, tetapi juga sebagai momentum penting dalam memperkuat nilai-nilai toleransi dan persatuan di Indonesia.

Langkah-langkah yang telah diambil, baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat secara keseluruhan, menunjukkan bahwa perubahan yang positif adalah hal yang mungkin untuk dicapai. Dengan semangat kebersamaan dan komitmen untuk menjauhi politik identitas yang sempit, Indonesia dapat terus maju sebagai negara yang damai, stabil, dan bermartabat.

Namun, perjalanan menuju toleransi tanpa gangguan politik identitas tidak berhenti di sini. Ini adalah tantangan yang terus berlanjut, membutuhkan komitmen yang kuat dari semua pihak. Masyarakat Indonesia diharapkan untuk terus memperkuat semangat kebersamaan, menghormati perbedaan, dan menjaga kedamaian dalam kehidupan sehari-hari.

Momentum Ramadhan menjadi panggilan untuk merajut kembali tali persaudaraan, mempererat ikatan antarwarga, dan memperdalam nilai-nilai keimanan serta toleransi. Mari kita manfaatkan bulan suci ini sebagai kesempatan untuk introspeksi diri, memperbaiki diri, dan menebarkan kedamaian di sekitar kita.

Dengan semangat yang sama, mari kita bersama-sama melangkah menuju masa depan yang lebih baik, di mana toleransi bukan hanya menjadi slogan, tetapi menjadi bagian integral dari budaya dan identitas bangsa Indonesia.

Dengan kerjasama dan komitmen yang kokoh, kita akan mampu mewujudkan visi Indonesia yang damai, beradab, dan penuh kasih. Selamat menempuh perjalanan menuju kebersamaan yang lebih kokoh dalam kedamaian dan toleransi.

 

)* Penulis adalah kontributor Persada Institute


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER