Dikeluhkan, Pungli Foto Dan Syuting di Kawasan Kaldera Batur

  • 29 Desember 2015
  • 00:00 WITA
  • Bangli
  • Dibaca: 3064 Pengunjung

Bangli, suaradewata.com - Maraknya aksi Pungutan Liar (Pungli) di kawasan Kaldera Gunung Batur tampaknya bukan isapan jempol belaka. Buktinya, setelah sempat digemparkan dengan video  pungli karcis tiket masuk ke kawasan wisata Kintamani yang sempat diunggah di youtube, lagi-lagi kasus serupa terjadi. Kali ini, seoarang pemandu wisata mengeluhkan aksi okum warga yang tak bertanggungjawab melakukan pungli terhadap sejumlah wisatawan yang melakukan pemotretan dan syuting dikawasan Geopark Kaldera Gunung Batur tersebut. Nilai pungutan pun bervariasi, mulai Rp 250 ribu hingga jutaan rupiah.

Kadek Armita warga asal Desa Sanur, Denpasar saat dihubungi awak media Selasa (29/12/2015) mengaku sempat menjadi korban pungli tersebut. Dijelaskan, saat dirinya bersama beberapa orang temannya melakukan syuting, didatangi oleh beberapa orang warga yang mengaku sebagai pemandu wisata setempat Senin (28/12) pagi. “Saat kita melakukan beberapa kali take, ada dua orang yang datang ngakunya dari Himpunan Pemandu Wisata Kawasan Kaldera (HPKC),” jelasnya.

Anehnya sebelum meminta pungutan, diceritakan, oknum warga tersebut menanyakan apakah ada dari aparat atau tidak. “Sat itu saya mengaku sebagai masyarakat biasa mau syuting. Dan langsung saya disodorkan buku yang berisi sejumlah tarif yang harus dibayar jika ingin melakukan syuting,” sebutnya.  Adapun tarif yang tawarkan nilainya bervariasi mulai Rp 250 ribu hingga Rp 10 juta. “Saat itu saya ditawari Rp 1 juta. Tapi  setelah saya tawar-tawar akhirnya dapat 700 ribu, tapi saya tidak mendapat kwitansi atau bukti pembayaran sejenisnya,” sesalnya.

Lebih lanjut diceritakan, setelah membayar Rp 700 ribu, dirinya sempat meminta oknum pemandu itu untuk mengantarnya syuting ke beberapa lokasi lainnya. Akan tetapi pemandu itu hanya mengantar Armita ke satu lokasi dan langsung berlalu begitu saja. Padahal semestinya, layaknya seoarang  pemandu wisata lain, semestinya diantar, ditunggui dan dijelaskan sedemikian rupa.

Kasus seperti itu, nyatanya diakui Armita sempat juga menimpa rekan-rekannya sesama fotografer. Kata dia, ada yang dipunguti Rp 250 lalu nego-nego dapat Rp 150 ribu tapi tidak dapat kwitansi. “Saya tidak tahu apakah itu pungutan resmi atau tidak,” terangnya. Jika memang pungutan itu resmi dari desa adat atau lainnya, dirinya berharap kedepan dapat dilengkapi dengan tanda bukti pembayaran sehingga resmi. 

Secara terpisah, Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Ketut Catur Marbawa saat dikonfirmasi menjelaskan bahwa pungutan terhadap sejumlah aktivitas di kawasan Gunung Batur sebenarnya memang ada dan diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 12 tahun 2014 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Kehutanan. Kata dia, sesuai aturan tersebut besarnya tarif untuk pengambilan video komersil per paketnya dikenakan Rp 10 juta, sementara handycam per paketnya Rp 1 juta, dan foto Rp 250 ribu.

Hanya saja, hingga saat ini secara resmi pihakya belum maksimal melakukan penerapan pungutan di kawasan tersebut. “Mestinya syuting untuk tujuan komersil dikenakan Rp 10 juta. Dasar peraturannya ada. Kedepan 2016 akan kita tertibkan. Siapapun yang melakukan syuting untuk tujuan komersil mereka harus mengantogi ijin dulu ke kantor BKSDA Bali,” terangnya.

Sementara itu terkait pungutan sebesar Rp 700 ribu yang dikenakan oknum warga tersebut pihaknya menegaskan bahwa hal itu pungutan illegal. Sebab uang pungutan itu tidak ada masuk ke kas negara. “Itu ilegal. Pungutan itu sama sekali tidak ada masuk ke kas negara,”  pungkasnya.ard


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER