Membaca Konfigurasi Politik Indonesia

  • 06 Oktober 2014
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 1596 Pengunjung

Opini, suaradewata.com - Tanggal 20 Oktober 2014 nanti Indonesia akan secara resmi dipimpin oleh Joko Widodo bersama Jusuf Kalla. Sebuah tonggak sejarah baru bagi bangsa ini, karena untuk pertama kalinya Indonesia dipimpin dari kalangan sipil yang bukanlah seorang petinggi pengurus partai politik yang dipilih secara langsung.

Pakar hukum tata negara melihat potensi penjegalan Joko Widodo (Jokowi) dari penguasaan parlemen oleh Koalisi Merah Putih (KMP) tidak akan terjadi. Hal ini disampaikan pengajar hukum tata negara Universitas Gajah Mada, Zainal Arifin Mochtar.

Menurutnya bahwa  presiden harus berani untuk menolak perencanaan kebijakan jika merugikan rakyat. Setidaknya ada dua hal yang diperlukan dalam menstabilkan sistem presidensil Indonesia, yaitu Butuh presiden yang kuat dan koalisi yang cukup.

Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan presiden terpilih Joko Widodo membuka ruang untuk semua pihak yang ingin membantu atau mendukung pemerintahannya. Ruang yang dibuka itu juga berlaku untuk kader partai politik yang bergabung dalam Koalisi Merah Putih.

Hasto menjelaskan, dukungan yang diberikan secara personal dari kader partai Koalisi Merah Putih, khususnya melalui suara di DPR, akan memudahkan Jokowi dalam menggulirkan kebijakannya. Tapi ia berharap dukungan tersebut tetap dapat diberikan secara utuh oleh partai politik yang saat ini masih berada di kubu seberang.

Deputi Tim Transisi pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla itu menegaskan, dirinya masih yakin akan partai di luar koalisi Indonesia Hebat yang akan memberikan dukungan pada pemerintahan Jokowi-JK. Semua itu ia sebutkan akan semakin mengerucut sebelum hari pelantikan anggota DPR terpilih periode 2014-2019 pada 1 Oktober nanti.

Namun demikian, seandainya upaya yang dilakukan oleh Hasto tersebut menemui jalan buntu, kiranya bukan menjadi persoalan genting bagi pemerintahan Jokowi-JK. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa dalam sidang paripurna dengan agenda pemilihan Ketua DPR. Koalisi Merah Putih (KMP) telah berhasil menguasai pemimpin DPR, dan mungkin juga MPR. DPR RI 2014-2019 dipimpin Ketua DPR Setya Novanto (Fraksi Partai Golkar), dengan Wakil Ketua Fadli Zon (Fraksi Partai Gerindra), Agus Hermanto (Fraksi Partai Demokrat), Fahri Hamzah (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera), Taufik Kurniawan (Fraksi Partai Amanat Nasional).

Sekedar mengingatkan bahwa kita memiliki pengalaman buruk pada masa lalu, ketika DPR Gotong Royong (GR) bersikap yes man kepada Presiden Soekarno sejak 1960, berakibat kondisi bangsa dan negara terus memburuk. DPR pada masa pemerintahan Presiden Soeharto juga setali tiga uang. DPR tidak mampu melakukan pengawasan efektif sehingga kekuasaan hampir tidak terkontrol dan akhirnya kehilangan kepercayaan rakyat. 

Dalam perspektif ini, KMP bisa menjalankan fungsi pengawasan lebih baik sehingga pemerintahan Jokowi-JK bisa tetap berjalan pada rel yang benar. Artinya bahwa kepiawaian KMP dalam menguasai DPR menjadi modal tersendiri bagi (perwakilan) rakyat untuk mengawasi kinerja Pemerintahan Jokowi-JK.

Disadari bahwa rakyat dan para pemimpin negara terasa terjebak dalam budaya yang menurut kebiasaan, agar Pemerintah dapat menjalankan pemerintahan dengan baik dan efektif harus juga menguasai DPR (legislatif). Padahal, kedua lembaga ini memiliki peran dan tugasnya masing-masing. Eksekutif dan Legislatif tidak harus berteman akrab, tetapi cukup dengan bermitra demi kesejahteraan rakyat. Sehingga dapat saling membantu sekaligus juga mengawasi.

Kedua kekuatan ini akan menjadi penyeimbang dan berjalan beriringan. Pemerintah ataupun legislatif tidak dapat semena-mena dalam membuat kebijakan yang mampu berdampak negatif bagi kepentingan rakyat. Kedua kekuatan negara ini akan saling mengawasi dan biarkan rakyat yang menilai tentang perjalanan wujud demokrasi Indonesia.

Karena itu, kita tidak perlu merisaukan situasi ini. Dinamika politik itu akan baik-baik saja, sepanjang ukuran kita tetap sama, yaitu kepentingan rakyat, bukan sekadar kepentingan sempit dan egoisme sektoral.

Tugas besarnya saat ini adalah rakyat harus terus mengawasi kinerja pemerintah (eksekutif) dan DPR (legislatif) agar terus berjalan dijalurnya. Jayalah Negeriku, Jayalah Indonesiaku!

Taruna Triwirawan : Penulis adalah peneliti muda pada Kajian Arus Demokrasi untuk Kesejahteraan.


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER