Jalan Berliku Perjuangan Revisi UU 33 Tahun 2004

  • 12 November 2015
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 2833 Pengunjung

Denpasarsuaradewata.com - Perjuangan Bali agar UU Nomor 33 Tahun 2004 dan UU Nomor 64 Tahun 1958 segera direvisi, memang terus mendapatkan dukungan. Selain Gubernur Bali dan DPRD Bali, dukungan juga datang dari DPR RI dan DPD RI Dapil Bali, para bupati/ walikota se-Bali serta para ketua DPRD kabupaten/ kota se-Bali.

Walau panen dukungan, perjuangan ini tetap tak mudah. Perjuangan Bali untuk mendapatkan keadilan ini dihadapkan pada jalan yang berliku. Hal ini terungkap dalam rapat kerja antara Pimpinan dan Anggota DPRD Bali, Gubernur Bali, Anggota DPR RI dan DPD RI Dapil Bali, Bupati dan Walikota se-Bali, Ketua DPRD Kabupaten/ Kota se-Bali serta Gabungan Kelompok Ahli DPRD Bali, di Ruang Rapat Gabungan Gedung DPRD Bali, Rabu (11/11).

Menurut Wakil Ketua DPRD Bali Nyoman Sugawa Kory, walaupun penuh liku, namun revisi UU Nomor 33 Tahun 2004 dan UU Nomor 64 Tahun 1958 adalah keharusan bagi Bali. Karena itu, hal yang harus dikaji adalah apakah penghasilan dari sektor pariwisata bisa atau tidak masuk ke dalam revisi UU Nomor 33 Tahun 2004.
Ia menambahkan, apa yang dilakukan Bali saat ini, murni untuk memperjuangkan haknya. "Kita bukan merengek rengek ke pusat, melainkan memperjuangkan hak kita," tanda politisi Partai Golkar asal Buleleng itu.

Sementara menurut anggota DPD RI Gede Pasek Suardika, akan ada perubahan nomenklatur UU Nomor 33 Tahun 2004. Jika semula UU Perimbangan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, maka nantinya akan berubah menjadi UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.

Dengan adanya nomenklatur baru itu, terdapat celah memasukkan pendapatan pariwisata sebagai sumber pendapatan lainnya di luar sumber daya alam. Namun, hal ini akan tergantung dalam pembahasan di DPR RI terkait revisi undang-undang ini.

Sedangkan anggota DPR RI Rai Wirajaya, menjelaskan, Komisi XI DPR RI telah memasukkan pendapatan dari sektor pariwisata sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak. Karena itu, ia berharap, dengan adanya perubahan nomenklatur UU Nomor 33 Tahun 2004, pendapatan dari sektor pariwisata dapat masuk ke dalamnya.

Adapun anggota DPR RI Wayan Koster, memiliki pendapat yang berbeda. Menurut dia, akan sedikit sulit bagi Bali mendapatkan dana perimbangan dari revisi UU Nomor 33 Tahun 2004. Sebab, menurut Koster, untuk Bali pendapatan yang masuk ke kas negara hanyalah dari pendapatan Visa on Arrival (VOA) yang besarnya hanya berkisar Rp 1,4 Triliun. Dana itupun penggunaannya dikembalikan ke Imigrasi, sebagai dana peningkatan dan pengembangan keimigrasian.

Sedangkan dari segi penghasilan lainnya dari pariwisata seperti hotel, restaurant, objek wisata, semua pendapatan tersebut tidak masuk ke kas negara. "Dana yang kita setor sebagai visa, besarannya jauh dari dana yang diterima Provinsi Bali dari pemerintah pusat,” kata Koster.

Sementara anggota DPD RI Arya Wedakarna, menyarankan agar dibentuk sinergi yang baik antara legislatif di tingkat pusat dengan daerah. Ia sendiri menyetujui perjuangan merevisi UU Nomor 33 Tahun 2004 dan UU Nomor 64 Tahun 1958.

Namun jika celah masuk dari UU Nomor 33 terasa sulit, ia menyarankan agar mencari celah lainnya. "Saya juga mengharapkan para bupati/ walikota lebih kreatif dalam menghasilkan sumber pendapatan," kata Wedakarna.san


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER