Pancasila, Karakter Bangsa Yang Terlupakan!!

  • 16 September 2014
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 2652 Pengunjung

Opini, suaradewata.com -Sejak tahun 1965 hingga saat ini bangsa Indonesia selalu memperingati Hari Kesaktian Pancasila, tepatnya setiap tanggal 1 Oktober. Dimana saat itu pada 30 September telah terjadi ‘pembunuhan atas demokrasi’ secara berantai, sistematis, terencana, terstruktur dan tentu berdarah-darah. Dimana saat itu gugur seorang putri Jenderal Abdul Haris Nasution yang bernama Ade Irma suryani Nasution. Gugur pula para perwira Negaraseperti  Jenderal TNI Anumerta Achmad Yani, Letjen Anumerta S Parman,Letjen Anumerta Suprapto, Letjen Anumerta M.T Haryono, Mayjen TNI Anumerta Donald Isac Pandjaitan, Mayjen TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo, Brigjen Anumerta Katamso Dharmokusumo, Kolonel Anumerta Sugiyono Mangunwiyoto, dan Kapten Pierre Andreas Tendean.

Namun sangat disayangkan bahwa saat ini, lambat laun peringatan hari kesaktian Pancasila mulai dilupakan atau bahkan nyaris ditiadakan. Ketika di zaman orde baru hari kesaktian Pancasila begitu meriah diadakan baik dalam bentuk upacara maupun kegiatan lain baik di sekolah maupun instansi pemerintah. Maka terasa kini peringatan tersebut cenderung sepi dan mulai ditinggalkan.

Padahal senyatanya peringatan momentum bersejarah tersebut penting untuk dilakukan walaupun hanya dalam bentuk upacara. Akan tetapi, celakanya untuk aktivitas upacara bendera guna memperingati hari kesaktian Pancasila yang tidak memakan waktu lebih dari dari satu jam saja hampir tiap sekolah tidak ada yang memperingatinya, karena tidak ada seruan  dan himbauan baik itu dalam bentuk surat ataupun lainnya. jikalaupun ada, hanya dilakukan sedikit ditingkat pusat dalam bentuk tabur bunga di Monumen Pancasila Sakti Lubang Buaya Jakarta.

Pertanyaan sederhananya adalah mengapa hari bersejarah atas kesaktian pancasila tersebut terasa terlupakann dan terasingkan? Apakah bangsa ini telah kehilangan jati diri, sehingga Dasar Negara pun telah kehilangan arah? Bahkan saat ini tidak ada lagi P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila).

Padahal, senyatanya bahwa hikmah yang dapat kita ambil atas pemaknaan hari kesaktian Pancasila adalah sebagai berikut, yaitu :

1.         Untuk memperkokoh pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa

2.         Peringatan hari kesaktian pancasila sebagai media refleksi bangsa

3.         Benteng dari ancaman desintegrasi bangsa

4.         Memperkuat semangat nasionalisme dan patriotisme bangsa

Negara Indonesia bukan negara Agama. Bukan pula negara yang anti agama. Indonesia adalah negara berdasar Pancasila yang menghormati keberadaan agama yang hidup dan berkembang di tengah masyarakatnya. Menghormati kebebasan pemeluknya untuk menjalankan ibadah sesuai dengan ajarannya masing-masing. Karena negara ini didasarkan atas kesepakatan para pendiri bangsa untuk menjadikan pancasila sebagai dasar negara, yang menjadi falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara, maka kita selaku warga bangsa sejatinya menjadikan rumah besar Indonesia ini sebagai tempat bernaung bersama yang aman, damai dan rukun dalam segala perbedaan suku, ras, agama, bahasa dan budaya. Dalam konteks menjalankan tata kehidupan kebangsaan dan kenegaraan, Semua mendasarkan diri pada aturan ketatanegaraan yang dipayungi oleh Pancasila dan UUD 1945 berikut semua pranata hukum positif yang menjadi aturan teknisnya. Tak boleh ada tirani mayoritas atas minoritas, pun sebaliknya. Semua tunduk pada konstitusi dan hukum negara kita.

Namun demikian, saat ini kita menyaksikan sebuah perkembangan yang memprihatinkan, yaitu berkembangnya gerakan yang membahayakan eksistensi NKRI. Bayang-bayang faham radikalisme atas nama agama disatu sisi dan pemikiran liberalisme dan sekularisme pada sisi yang lainnya. Tumbuhnya radikalisme di Indonesia sepertinya tidak lepas dari keterbukaan demokrasi yakni menerima kritik, dan siap untuk perubahan. Sedangkan oleh penguasa orde lama dan orde baru ditanamkan bahwa pancasila adalah harga mati, yang lebih tinggi dari hukum manapun, sehingga justru menumbuhkan sikap anti-kritik. Seolah siapa yang mengganti pancasila harus diusir, ditangkap, bahkan dihukum mati.

Mengingat beberapa tahun ini banyak aksi-aksi radikal lebih ditunjukan dengan aksi pengeboman dan juga aksi bom bunuh diri, dua tahun terakhir ini terlihat mulai bergeser menjadi semacam aksi perekrutan yang malah makin meresahkan. Aksi semacam ini memang tidak dilakukan oleh kelompok ataupun mantan anggota teroris yang dipimpin oleh Noordin M. Top dulu, NII, suatu organisasi tersembunyi yang memimpikan Indonesia menjadi negara Islamlah yang telah diselidiki bertanggungjawab atas perekrutan radikal semacam itu.

Paham yang radikal seperti itu tentu sangat mengkhawatirkan. Disamping ajarannya yang memperbolehkan kepada jamaahnya menghalakan segala cara dalam mencari dana yang bias berujung kriminalitas, juga dapat memecah belah persatuan dan kesatuan NKRI. Ajaran yang mengatakan halal darah setiap muslim yang berada di luar NII, berarti dengan kata lain paham ini ingin mengatakan boleh membunuh umat muslim yang berbeda paham. Tentu hal ini sangat membahayakan dan patut diatasi secepatnya. Karena bukan hal yang tidak mungkin jika kelompok ini benar-benar melakukan tindakan yang membahayakan banyak jiwa.

Menyikapi hal tersebut, tentu kiranya diperlukan upaya yang sistematis dan terstruktur guna mengenang tindakan 30S/PKI dan meningkatkan kapasitas karakter pancasila. Sehingga para generasi bangsa mampu memahami sejarah bangsa secara substansi dan tidak kehilangan jati diri. Bahkan apabila diperlukan dapat dilakukan dengan membentuk lembaga kuasi atau komisi idiologi pancasila. Lembaga kuasi tersebut tentu diharapkan tidak hanya mempertahankan pancasila. Akan tetapi juga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, terutama guna membendung radikalisme di masyarakat. Dengan analisa tersebut apakah Indonesia membutuhkan satu Lembaga Koasi Khusus yang independen atau suatu lembaga yang sifatnya komisi yang mengawasi penerapan nilai-nilai pancasila guna membendung radikalisme di Indonesia?

Kiranya menjelang peringatan kesaktian pancasila, masyarakat perlu disadarkan tentang definisi dan wujud ideologi demokrasi yang sebenar-benarnya, bukan sekedar jargon. Demi Indonesia yang maju.

Masyarakat umum dan masyarakat terdidik secara khusus tentu harus mampu memaknai hari kesaktian Pancasila bukan hanya sekedar mengingat sejarah terhadap peristiwa keji pembrontakan G 30 S/PKI. Tetapi ada hal terpenting dari moementum kesaktian Pancasila yaitu Pancasila harus dijadikan paradigma dalam pembangunan, Pancasila harus dijadikan acuan utama memecahkan problematika yang terjadi dalam bidang pembagunan baik ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hankam. Seluruh komponen masyarakat Indonesia tentu harus bertekaddan bersatu untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Untuk itu semua yang beridentitas warga negara Indonesia harus tunduk pada konstitusi, dan konstitusi yang ada di Indonesia harus bernafas dan sesuai dengan idiologi Pancasila, disinilah nampaknnya diperlukan kontrol apakah semua produk konstitusi kita sudah sesuai dengan Pancasila????

Persada Dharma Ginting : Penulis adalah peneliti pada Lembaga Kajian Idiologi dan Kebangsaan.

 

 


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER