Sosial Media antara Ruang Publik dan Pribadi

  • 11 September 2014
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 2576 Pengunjung

Opini, suaradewata.com– Perkembangan teknologi telokomunikasi dan informatika telah melahirkan banyak sosial media (Facebook, Twitter, Path,instagram,dll.). Sosial media ini memberikan kemudahan berekspresi bagi setiap penggunanya namun tidak semua penggunanya dapat memahami arti kebebasan yang dimiliki di dunia maya. Keberadaan sosial media sering disalah-gunakan sebagai sarana untuk saling fitnah, caci maki dan tindak criminal lainnya. Dinamika kontroversisosial media telah beberapa kali terjadi, sejak kasus Prita hingga kasus Florence yang melalui akun Pathnya menghina warga Yogyakarta sertaakun Twitter @ Kemalsept yang menghina warga kota Bandung.

Kasus paling hangat yaitu mahasiswi S2 Universitas Gajah Mada (UGM), Florence melalui akun Pathnya,Flonama panggilan Florence mengungkapkan kekecewaannya karena kejadian yang dialaminya saat membeli Pertamax di StasiunPengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Lempuyangan. Saat itu, ia yang mengunakan sepeda motor Honda Scoopy, hendak membeli Pertamax dengan memotong antrean sampai ditegur anggota TNI yang berjaga. Ia marah namun tetap tidak boleh memotong antrean. "Jogja miskin, tolol, miskin dan tak berbudaya. Teman-teman Jakarta, Bandung, jangan mau tinggal di jogja” pungkasnya di akun Path miliknya, Kamis (28/7). Akibat penghinaan tersebut, Flo dilaporkan elemen masyarakat Yogyakarta (Granat DIY, Komunitas RO Yogyakarta, Foklar DIY-Jateng, Gerakan Cinta Indonesia, Pramuka DIY) ke Polda DI Yogyakarta.

Sementara kasus sejenis lainnya melalui sosial media juga terjadi pada pemilikakun Twitter @ kemalsept. Pemilik akun tersebut menjadi sorotan warga Kota Bandung setelah dianggap menghina Kota Bandung dengan sebutan kota yang penuh dengan pelacur. Kicauan berisi penghinaan tercatat telah empat kali ditujukan kepada Kota Bandung. Selain penghinaan terhadap Kota Bandung, @ kemalsept juga menyebut Wali Kota Bandung Ridwan Kamil dengan kata "kunyuk". Menanggapi penghinaan yang dilakukan @kemalsept, Walikota Bandung, Ridwan Kamil melaporkan kicauan tersebut kepihak Kepolisian Bandung. MenurutWalikota Bandung, kicauan @ kemalsept telah melanggar Pasal 27 UU No 11 Tahun 2008 tentang Internet dan Transaksi Elektronik (ITE)." @ kemal sept anda secara resmi sayalaporkan kekepolisian, untuk twit2 penghinaan. pasal 27 UU 11 thn 2008," tulis Emil dalam akun Twitter-nya, @ ridwan kamil, Jumat (5/9/2014).

Berbagai peristiwadi sosial media memangdan akan terusterjadi seperti pada masa Pilpressebelumnya,dimana banyak terjadi penghinaan-penghinaan melalui sosial media yang ditujukan pada masing-masing konstestan. Pemilik akun sosial media tak jarang merasa bahwa mereka sedang beraktivitas di ruang yang dapat dilihat oleh siapa saja. Mengungkapkan sesuatu status di sosial media sangat memungkinkandisebarkankembalioleh orang lain dari satu akun ke akun lain tanpa diketahui oleh pemilik status.Tanpa adanya batas-batas etika yang mengikat dalam penggunaan media sosial baik dari kesadaran penggunanya ataupun yang memiliki kewenangan tentu akan sering muncul penyalahgunaan. Penyalahgunaan akan terjadi dari munculnya fitnah, isu palsu yang meresahkan masyarakat, kampanye gelap dan tindak criminal lainnya. Bahkan terkadang ada yang secara sengaja menggunakan suatu akun palsu dengan tujuan menyebarkan informasi yang merugikan pihak lain.

Netizen Indonesia seharusnya juga memahami bahwa adanya batasan informasi yang diberikan melalui dunia maya berdasarkan Undang-UndangNo. 11 tahun 2008. Dalam pasal 27 UU Nomor 11 Tahun 2008 berbunyi, "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan / atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Ancaman pidana Pasal 45(1) KUHP. Pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). "KeberadaanUndang-Undang ini tentunya akan membatasi kebebasan seseorang ketika melakukan komunikasi yang melanggar privasi. Sehingga apabila seseorang melanggar hukum tersebut maka dapat dipidanakan.

Namun keberadaan UU ITE tersebut bukanlah alasan utama untuk menjaga etika berkomunikasi. Etika dalam berkomunikasi merupakan kesadaran pribadi yang harus dijunjung tinggi. Mencaci maki bukanlah cara yang cerdas dalam mengkritik namun alangkah baiknya mengkritik dengan menggunakan kalimat yang elegan dan terpelajar. Budaya ramah dan santun dalam berkomunikasi harus diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Budaya kritik memang harus dibangun agar masyarakat selalu cerdas dan kritis terhadapberbagai hal termasukkebijakan pemerintah dan masalahsociallainnya. Kritik yang ditujukan bukanlah kritik yang menjatuhkan tetapi kritik yang membangun, paling tidak mengingatkan, serta menawarkan solusinya tanpa harus menimbulkan persoalan baru.

Banyaknya pengguna sosial media di Indonesia seharusnya menjadi kekuatan sosial yang digunakan untuk hal-hal positif oleh masyarakatseperti membangun semangat kebangsaan dan nasionalisme. Kebebasan berekspresi tersebut diungkapkan dengan membentuk petisi-petisi yang merupakan kritikan yang membangun terhadap pemerintahanatau pihak lainnya. Bentuk kritkan yang membangunakan mewujudkan partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan program-program pemerintahdan masalah sosial lainnya. Hal ini tentunya dan diharapkan dapat memotivasi serta mendorong pemerintah untuk melakukan pekerjaan lebih baik lagi.Namun dari semua hal tersebut, kirannya kedepan perlu diatur sebuah aturan main atau ketentuan yang lebih dapat mengantisipasi serta mencegah dampak negatif bagi masyarakat dari makin berkembangnnya media sosial, termasuk juga perangkat ketentuan bagi operator-operator media sosial agar mensepakati dan mematuhi serta melaksanakan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemangku regulasi agar kebebasan berekspresi tetap terjaga namun kepentingan nasional serta kepentingan masyarakat juga terlindungi, untuk itu kita berharap stake holder pemerintah (Kemenkominfo) dapat memperbaiki dan mengantisipasi perkembangan media sosial guna melindungi kepentingan nasional serta masyarakat dapat terjaga.

Mediana Hariman : Penulis adalah pem,erhati masalah komunikasi publik serta aktif pada Komunitas Sosial Media Nusantara.


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER