Dana AspirasiRp. 11,2 Triliun Per Tahun, BagaimanaMengelolanya?

  • 22 Juli 2015
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 2730 Pengunjung

Opini, suaradewata.com- Terjadi perdebatan yang cukup panjang antara Pemerintah dengan DPR terkait tentang dana aspirasi. Meskipun telah di tolak oleh Pemerintah, DPR tetap “ngotot” dana aspirasi daerah pemilihan sebesar Rp 11,2 triliun per tahun harus tetap ada.

Dana Aspirasi ini berawal dari usulan adanya dana aspirasi tiap anggota DPR yang besarnya Rp 20 miliar tiap anggota DPR/tahun. Padahal jumlah wakil rakyat sendiri sebanyak 560 orang sehingga bila dikalikan akan ada Rp 11,2 triliun. Sebuah jumlah yang fantastis dan amat sangat mencengangkan. Usulan dana aspirasi ini sudah masuk dalam draft Peraturan tentang Program Pembangunan Daerah Pemilihan (P2DP) mengenai tata cara pengusulan. Pasal 2 ayat (1) menyebutkan anggota DPR berhak mengusulkan dan memperjuangkan Program Pembangunan Daerah Pemilihan.

Ketua DPR Setya Novanto berpandangan bahwa dana aspirasi atau yang dinamakan usulan program pengembangan daerah pemilihan tersebutmerupakan amanat dari Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Menurutnya, program ini adalah perwujudan representasi rakyat untuk memperjuangkan daerah pemilihannya.

Berbeda halnya dengan pemerintah, alangkah baiknya apabila pemerintah memikirkan lebih panjang mengingat apa yang terjadi belakangan ini dengan banyaknya korupsi yang terjadi. Seharusnya pemerintah juga memikirkan secara matang mengenai pengawasan terhadap dana yang telah digelontorkan untuk Dana Aspirasi ini. setidaknya memperketat pengeluaran dengan syarat yang lebih valid lagi agar dana untuk Program Pembangunan Daerah Pemilihan ini lebih tepat sasaran lagi. Karena harapan masyarakat untuk memajukan daerahnya masing-masing juga sangat besar.

Pertanyaannya adalah apabila menyangkut keuangan negara dimana bersentuhan langsung dengan DPR, maka para anggota DPR dari berbagai fraksi begitu kompak dan “ngotot” memperjuangkannya. Sedangkan jika terkait dengan hal lain, terkesan begitu lambat dan mengulur-ulur waktu. Contoh terhangat adalah tentang berakhirnya masa sidang IV 2014-2015 yang ditutup pada Selasa (7/7/2015) kemarin. Celakanya penutupan masa sidang tersebut tidak menghasilkan satu pun undang-undang dalam program legislasi nasional. Padahal salah satu tugas dan fungsi DPR adalah bersama pemerintah merancang dan mengesahkan berbagai produk undang-undang demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Selain itu, terasa bahwa DPR hingga kini belum mampu memberikan argumentasi yang jelas tentang tingkat urgensitas dari dana aspirasi yang mencapai RP. 11,2 triliun per tahun tersebut. Apabila para pengusulnya saja tidak memahami secara utuh tentang hal tersebut, lalu bagaimana masyarakat dapat tahu dan percaya bahwa dana sebesar Rp 11,2 triliun per tahun tersebut benar-benar digunakan untuk kepetingan mereka.

Ketidakjelasan usulan DPR tersebut terlebih pada tranparansi dan akuntabilitasnya, hanyalah alibi anggota DPR untuk semakin menyengsarakan rakyatnya yang dilegalkan dengan nama dana aspirasi. Banyak juga yang menilai, dana aspirasi hanyalah kepentingan politik para anggota dewan untuk mengembalikan modal saat kontes pemilu lalu.

Sudah saatnya para anggota dewan berbenah diri dan fokus pada tugas pokok dan fungsinya. Menyelesaikan tugas legislasi yang tertunda-tunda. Bukannya memenuhi ambisi untuk menambah pundi-pundi pribadi dan kelompoknya sendiri atas nama rakyat. Kita pun menyadari bahwa masih banyak persoalan di tanah air ini yang perlu mendapatkan perhatian khusus, terutama terkait dengan sektor ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Alangkah baiknya bila para anggota DPR berani maju dan lantang berbicara agar dana tersebut dapat dialihkan untuk sektor-sektor yang lebih penting. Dengan demikian, masyarakat akan merasa yakin jika keberadaan anggota DPR benar-benar untuk memperjuangkan nasib rakyat.

Dasar paling mendasar adalah disetujui atau ditolaknya dana aspirasi tak akan mengubah tabiat nafsu politik di DPR yang hanya menyuarakan kantong pribadi DPR, bukan aspirasi rakyat. Dengan demikan, ketegasan menolak dana aspirasi DPR ini sungguh merupakan keberanian rakyat berdasarkan pertimbangan-pertimbangan matang. DPR harus bersikap dewasa, tidak emosi lantaran pemerintah tidak menyetujuinya, sehingga DPR tidak perlu semakin tertantang menjungkalkan program-program pemerintah atau bahkan menjungkalkan Presiden Jokowi itu sendiri-karena rakyat tetap mendukung Presiden Jokowi bersama TNI-Polri.

Nurlaela Kertapati, Penulis adalah pengamat social dan kebijakan publik


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER