Waspadai Provokasi dan Politik Uang Demi Wujudkan Pemilu Damai

  • 09 Februari 2024
  • 14:35 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 1194 Pengunjung

Tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 telah memasuki masa kampanye, baik kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden, serta kampanye partai politik peserta pemilu dalam bentuk pertemuan terbatas, dialog terbatas dan pemasangan alat peraga kampanye. Hal ini diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024.

Berdasarkan peraturan tersebut, masa kampanye Pemilu 2024 berakhir pada tanggal 10 Februari 2024. Setelah masa kampanye, dilaksanakan masa tenang Pemilu 2024 selama 3 hari sejak tanggal 11 Februari sampai 13 Februari 2024. Selama masa tenang dilarang adanya kegiatan kampanye.

Setelah itu, baru diselenggarakan pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2024 secara serentak pada tanggal 14 Februari 2024. Selanjutnya tahapan pengucapan sumpah/janji anggota DPRD kabupaten/kota, anggota DPRD provinsi, anggota DPR dan DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih.

Dalam kampanye terbuka ada potensi kegiatan-kegiatan yang sifatnya terbuka dari pendukung Paslon dan peserta Pemilu. Selain itu, juga membuka potensi adanya gangguan dan pelanggaran. Praktik provokasi dan politik uang (money politic), masih menjadi fokus pengawasan dalam pelaksanaan kampanye terbuka di seluruh wilayah Indonesia.

Seiring berlangsungnya kampanye terbuka, semua masyarakat sebagai pemilih diajak ikut secara langsung dalam melakukan pengawasan. Masyarakat harus paham makna dan mengawal Pemilu sebagai wujud pesta demokrasi Indonesia.

Selain politik uang dan provokasi, fanatisme antar pendukung Capres maupun Caleg hingga Parpol juga menjadi masalah dalam Pemilu. Sebenarnya hal itu bisa diredam, caranya dengan mengedepankan toleransi dan tidak saling mengejek yang menjadi kewajiban Parpol serta kader hingga simpatisan.

UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tegas mengatur sejumlah larangan yakni, pelaksana, peserta dan tim kampanye pemilu dalam melaksanakan kampanye dilarang menghina berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), menghasut, dan mengadu domba perseorangan atau masyarakat. Jika terbukti terjadi pelanggaran, maka bisa terancam hukuman pidana.

Ketua Bawaslu Kabupaten Brebes Trio Pahlevi mengungkapkan, Rakor Pengawasan Kampanye dengan stakeholder dan peserta Pemilu menjadi upaya menggencarkan edukasi bagi masyarakat. Khususnya, semua potensi pelanggaran dalam tahapan kampanye terbuka yang butuh peran aktif masyarakat. Politik uang maupun transaksional masih menjadi PR dalam pengawasan kampanye terbuka. Jika ada potensi pelanggaran, masyarakat diminta segera melapor ke Bawaslu.

Selain politik uang dan provokasi, edukasi memeriahkan pesta demokrasi dengan aman dan damai perlu terus digencarkan. Hal itu, dapat dilakukan dengan menghadirkan perwakilan semua Parpol peserta pemilu, Panwascam dan stakeholder terkait. Tujuannya, untuk menyatukan persepsi dalam mengawal pelaksanaan kampanye sukses, tertib damai dan lancar.

Sementara itu, Komisioner KPU Brebes Divisi Teknis Penyelenggaraan, Wahadi menambahkan, terlaksananya kampanye terbuka secara tertib, lancar dan damai menjadi tanggung jawab bersama. Kuncinya, dengan saling mengingatkan dan menahan diri untuk selalu mengacu regulasi.

Pimred Harian Radar Tegal, M Faturrahman menambahkan, menghadapi tahun politik yang penuh kejutan ini masyarakat diharapkan tidak terlalu fanatis. Sebab, pada dasarnya menentukan pilihan menjadi wadah pemersatu sekaligus menjaga kesatuan.

Pemilu 2024 merupakan proses politik dalam rangka memilih calon pemimpin eksekutif hingga legislatif. Tentu, pemilihan pemimpin akan selalu ada percik konflik. Namun, kedewasaan politik harus menguatkan masyarakat sebagai pemilih untuk tetap berpegang pada prinsip persaudaraan dan keadaban.

Tantangan yang dihadapi dalam Pemilu ke depan sangat besar. Perlu peningkatan kesadaran akan pentingnya pemilihan umum atau Pemilu yang jujur, adil, dan bersih. Rasa saling menghormati perbedaan pendapat dan menjaga sikap yang santun serta menghindari konflik yang tidak perlu harus dijunjung tinggi serta dipelihara dengan baik.

Sementara itu, Ketua Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Giliraja, Ach. Fauzan, menerangkan, ikhtiar untuk menyejukkan Pemilu 2024 juga menjadi tanggungjawab semua orang, tidak hanya pemerintah. Nahdlatul Ulama Giliraja, lanjutnya, juga bertanggungjawab untuk meminimalisir potensi kerusuhan, permusuhan, dan disintegrasi masyarakat jelang dan pasca Pemilu.

Fauzan mengajak semua orang, tokoh agama, pemangku kebijakan, masyarakat umum, untuk bersama-sama mengawal Pemilu 2024 tetap aman tanpa permusuhan. Ia juga berharap, kiai dan santri nahdliyyin di setiap dusun dan kampung mampu mengajak masyarakat untuk memilih dengan santun dan damai.

Dalam proses politik yang eskalasinya sudah makin tinggi ini, penyelenggara Pemilu dan tokoh agama diharapkan mampu mengedukasi masyarakat untuk tidak menggunakan isu SARA dalam Pemilu. Bagaimanapun, isu ras dan agama mampu meretakkan keakraban bersaudara.

Seluruh elemen masyarakat, termasuk partai politik, lembaga pemerintahan, organisasi masyarakat, dan media, harus berkomitmen untuk mengedepankan semangat kerja sama serta toleransi dan memiliki tanggung jawab bersama guna menjaga kedamaian jelang, selama, maupun setelah Pemilu.

Jadikanlah Pemilu sebagai momentum untuk memperkuat persaudaraan dan membangun kebersamaan dan yang terpenting, membangun budaya politik yang sehat adalah kunci keberhasilan. Politik uang dan provokasi juga perlu dicegah agar tidak membuat kegaduhan khususnya di masa kampanye.

 

)* Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER