Alih Fungsi Lahan yang Tidak Diupacarai, Secara Niskala Menjadi Sumber Bencana 

  • 29 Oktober 2022
  • 12:45 WITA
  • Badung
  • Dibaca: 1711 Pengunjung
Keterangan foto : Spiritual Cakra Murti Bali, Anak Agung Raka Arnawa / Sumber foto : istimewa 

Badung, suaradewata.com - Maraknya alih fungsi lahan yang terjadi di Bali khususnya di Kabupaten Badung yang ada di Kawasan Jalan Pantai Lima Desa Pererenan Kecamatan Mengwi membuat tokoh Spiritual Cakra Murti Bali, Anak Agung Raka Arnawa asal Padepokan Puri Kaleran Mengwi angkat bicara. Agung Arnawa mengungkapkan bahwa alih fungsi lahan yang tidak diupacarai secara niskala menjadi sumber bencana. 

"Ketika waktu peralihan lahan tidak diupacarai. Secara niskala kan menjadi sumber bencana. Karena kita di Bali ini menganut ada sistem kehidupan Tri Hita Karana. Bahwa tanah ini mengandung suatu magnet, magnet magis," ungkap agung Arnawa, Sabtu, (29/10/2022).

Baca : https://www.suaradewata.com/read/202210280012/langgar-jalur-hijau-harus-ada-subsidi-silang-30-persen-keuntungan-kotor-diberikan-petani.html

Dari sisi spiritual, kata Agung Arnawa, tidak ada istilah pelanggaran, namun yang ada adalah istilah sunia/sunyi. Karena penghuninya ada yang tampak dan ada yang tidak tampak, sehingga di Bali spiritnya adalah alam. Alam yang dimaksud adalah seperti sawah, teba, hutan yang sesuai kepercayaan Agama Hindu bahwa di masing-masing tempat berkaitan dengan Dewa/Dewi tertentu. 

"Jadi sunyi disitu banyak kehidupan. Ada kehidupan kalau ada binatang, ada ular ada jangkrik ada katak. Kalau ini sudah berbunyi maka alam ini sejahtera, tapi kalau binatang ini sudah tidak ada lagi itu tanda tanda akan ada bencana alam," ujarnya.

Ia menerangkan, apabila ingin menguatkan jati diri Hindu Bali, sebaiknya dilakukan suatu upacara disetiap alih fungsi lahan. Pasalnya, walaupun tanah itu dibeli oleh orang asing maupun orang luar Bali setidak-tidaknya tetap melakukan suatu upacara secara spritual agama Hindu yang dianut. Karena alam di Bali masih merupakan wilayah Wewidangan Desa Adat dan Desa Adat di Bali adalah penganut Hindu. 

"Jadi kerusakan alam disitu akan berpengaruh terhadap penguatan desa adat itu sendiri. Sehingga menjadi rapuh desa adatnya. Nah ini agar tidak rapuh maka diadakanlah upacara. Tujuannya upacara ini apa, untuk menjaga keseimbangan alam. Karena semua juga berharap bahwa pembangunan itu tetap menjaga pelestarian alam," terangnya. ang/sar


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER