Waspada Provokasi Penolakan Otsus dan DOB Papua

  • 20 Agustus 2022
  • 21:50 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 1821 Pengunjung
google.com/sd

Oleh : Rebecca Marian

Opini, suaradewata.com - Kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) dan Daerah Otonomi Baru (DOB) merupakan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan di Papua, namun akan menjadi aneh jika kebijakan ini justru ada yang menolaknya dan bahkan memprovokasi masyarakat di Papua untuk menolak kebijakan otsus dan DOB.
Dalam Otsus sendiri terdapat empat program prioritas yang memacu perkembangan pembangunan rakyat dan daerah Papua, yaitu pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat, serta pembangunan infrastruktur.
    Melalui otsus pula, dihasilkan rancangan pemekaran atau pembentukan DOB di Papua yang menjadi solusi dalam percepatan serta pemerataan pembangunan. Pembentukan DOB juga bertujuan untuk mempersingkat rentang kendali pelayanan kepada masyarakat sehingga menjadi langkah konkret dalam memajukan Papua yang memiliki wilayah luas.
    Meski demikian, masih ada segelintir pihak yang merasa terganggu dengan adanya manfaat dari kedua kebijakan tersebut. Alih-alih penolakan tersebut dilakukan dengan cara yang baik, justru penolakan tersebut dilakukan dengan cara yang tidak baik, seperti memprovokasi orang lain untuk menolak otsus dan DOB.
    Dalam sejumlah aksi yang mengatasnamakan Petisi Rakyat Papua (PRP) di mana salah satu tuntutannya adalah penolakan Otsus dan DOB, terlihat jelas tidak murni mewakili masyarakat Papua dengan sarat kepentingan politik. 
    Kelompok tersebut memiliki idealisme sempit yang justru merasa dirugikan apabila pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah di Papua telah berhasil dan merata. Pasalnya, kelompok tersebut disinyalir selama ini telah secara sembunyi-sembunyi menguasai dan menikmati berbagai kesejahteraan yang dimiliki Papua untuk kepentingannya sendiri.
    PRP merasa perlu kembali melaksanakan aksi dengan mengajak masyarakat Papua untuk berpartisipasi turun ke jalan. Menurut mereka, kebijakan pemekaran Provinsi tidak berpihak pada orang asli Papua (OAP). Selain itu, kebijakan tersebut juga merupakan bentuk penjajahan dari pemerintah pusat terhadap masyarakat yang tinggal di tanah Papua.
    Munculnya pernyataan tersebut tentu saja perlu diwaspadai, karena hal tersebut telah berulangkali terjadi di mana berakhir dengan muatan politik, yakni keterlibatan kelompok separatis yang turut menunggangi dengan tuntutan referendum. 
    Sementara itu, pada akhirnya tuntutan penolakan DOB hanya menjadi pengantar untuk mencari simpati publik. Lantas timbul pertanyaan siapa dalang di balik PRP? Ternyata PRP diinisiasi oleh organisasi penentang kedaulatan Indonesia, seperti Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan  United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), yang mana sudah jelas bahwa organisasi tersebut tidak menginginkan Papua menjadi wilayah yang damai dan sejahtera bersama NKRI.
    KNPB sendiri merupakan salah satu organisasi yang sampai saat ini masih terus menggaungkan narasi pemisahan Papua dari Indonesia. Masyarakat Papua haruslah waspada serta kritis dalam menyikapi beragam imbauan atapun seruan penolakan terhadap otsus dan DOB. Provokasi tersebut sejatinya merupakan bagian dari kepentingan kelompok tertentu atau tujuan pribadi yang ada di dalamnya.
    Sebelumnya, PRP pernah menyelenggarakan aksi serupa pada 1 April 2022. Dampaknya, hanya kerugian yang didapat oleh masyarakat Papua. Namun, mereka justru ingin mengulanginya lagi, sementara kini masyarakat sudah paham dan tersadari bahwa aksi yang dicetuskan oleh PRP tidak bermanfaat.
    Aksi demonstrasi tersebut rupanya tidak memiliki izin resmi dari pihak kepolisian. Sehingga tidak ada jaminan keamanan dari adanya aksi tersebut. Dalam beragam keputusan, pro dan kontra dalam sebuah kebijakan tentu saja merupakan hal yang wajar. Namun PRP merupakan langkah bodoh, mereka tidak sadar bahwa dengan adanya otsus, banyak anak muda di Papua yang justru bisa mendapatkan pendidikan tinggi. Bayangkan jika otsus tidak ada, anak muda di Papua khususnya yang kurang mampu akan sulit untuk mengenyam pendidikan tinggi.
    Selain itu, kebijakan terkait dengan pemekaran provinsi di Papua juga harus disikapi secara bijaksana sehingga tidak menimbulkan gejolak. Seluruh masyarakat patut waspada agar tidak terpengaruh dengan isu-isu ataupun tindakan provokasi yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban serta kelancaran dan ketenangan masyarakat dalam beraktivitas sehari-hari.
    Pada kesempatan berbeda, Asosiasi Bupati Pegunungan Tengah Papua sepakat mendukung DOB di Papua. Mereka menilai pemekaran DOB akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dukungan terhadap pemekaran di Papua tersebut terus mengalir dari para ketua adat, wali kota dan bupati di wilayah Pegunungan Tengah Papua.
    Usulan pemekaran di wilayah Papua tersebut telah melalui serangkaian proses politik sebelum rancangan undang-undang (RUU) provinsi baru tersebut disahkan oleh DPR. Proses tersebut meliputi pembahasan dan penyerapan aspirasi melalui Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP). Pemekaran atau DOB diyakini dapat mendorong pemerataan pembangunan dan mempercepat pelayanan publik, seperti kesehatan dan pendidikan, serta mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi di wilayah terpencil. Provokasi penolakan terhadap Otsus dan DOB Papua hanyalah segelintir orang yang tidak ingin melihat kemajuan Papua, apalagi dengan semakin majunya Papua dengan semakin banyaknya OAP yang menerima manfaat dari program tersebut.

 

 


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER