Budayawan Ingatkan, Pembangunan Pasar Ubud Harus Menunjukkan Budaya Bali

  • 04 Mei 2022
  • 17:20 WITA
  • Gianyar
  • Dibaca: 1769 Pengunjung
Dr. Anak Agung Raka, M.Si., saat menegaskan bahwa revitalisasi Pasar Ubud harus tetap mempertahankan budaya dan tradisi Bali sebagai pasar tradisional. Foto : Agus Arimbawa/sd

Gianyar, suaradewata.com - Revitalisasi Pasar Ubud yang dilakukan Pemkab Gianyar harus tetap mempertahankan budaya Bali dari sisi bentuk dan fasilitasnya. Hal tersebut diungkapkan Dr. Anak Agung Raka M.Si., seorang budayawan asal Banajr Tatiapi, Desa Pejeng Kawan, Tampaksiring, yang juga dosen di Universitas Warmadewa. Harapannya, spirit pasar tradisional tetap ada meski bangunannya megah.

Lebih Lanjut, Budayawan asal Puri Tatiapi ini menjelaskan, jika mengacu pada pangsa pasar pariwisata Ubud pasar yang terlalu modern tidak akan diminati. "Wisatawan berkunjung ke Ubud yang mereka cari adalah tradisionalnya, bukan modernnya, kalau modern tentu di negaranya lebih modern," ujarnya, Selasa (3/5/2022). 

Konsep yang perlu dikedepankan dalam membangun pasar khususnya Ubud adalah konsep pariwisata yang berwawasan budaya dengan spirit agama Hindu, "Itu kata kuncinya,". Pembangunan apa pun di Bali semua harus mengacu konsep itu. Jika dikaitkan dengan bangunan pasar, termasuk bagian penting dalam ekonomi. "Ubud, kita kedepankan konsep ini, pembangunan pariwisata berwawasan  budaya. Akan sangat pas dengan Bangunan pasar tradisional. Karena kita mengedepankan budaya," jelasnya. 

Konsep dasar ini paling fundamental harus ditanamkan. Ubud merupakan sasaran utama wisatawan asing yang ingin melihat keadaan sisi realitas masyarakat Bali. Ketika berbicara konsepnya tradisional, bangunanya juga tradisioanal, baik arsitektur dan bangunannya. "Jangan berbicara tradisional tapi bangunan modern. Meski kontruksinya beton tapi ada ciri khasnya tradisional," ujarnya.  

Dalam pengamatannya membandingkan dengan pasar Gianyar, konsepnya memang modern. "Kita apresiasi semangat bupati mebangun, tapi yang disediakan dengan yang memakai belum siap secara mental, perlu penyesuaian. Namanya manusia ketika diarahkan mereka pasti mengikuti, tapi perlu waktu. Namun memang penyesuaianya lama, yang dulu menghuni pasar Gianyar dengan kondisi pasar sekarang  ewuh pekewuh. Meski bagus, yang tersedia dengan yang memakainya belum matching," ujarnya. 

Namun diakuinya, hingga saat ini ia belum pernah melihat desain pasar Ubud. Namun penekanannya bagaimana harus ada ciri khas. Tanpa menghilangkan identitas. "Belajar kearifan lokal itu kita tidak menolak perubahan. Tapi tetap jangan lepas dan mengabaikan alam pikiran lokal. Kita tetap bersifat akomodatif," terangnya.  

Bali bisa bermain ke budaya Global, tidak lain senjatanya adalah budaya, kalau mengandalkan teknologi jauh kalah kita. "Bagaimana caranya? Pembangunan elemen yang medukung kearifan lokal," tandasnya. gus/red


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER