Bendesa Adat Canggu Akan Menelusuri Setoran Pedagang 100 Ribu ke Desa

  • 24 Oktober 2021
  • 17:45 WITA
  • Badung
  • Dibaca: 3383 Pengunjung
Jro Bendesa Adat Canggu I Wayan Suarsana

Badung, suaradewata.com - Jro Bendesa Adat Canggu I Wayan Suarsana asal Banjar Kayu Tulang Desa Canggu Kecamatan Kuta Utara mengaku akan menelusuri setoran pedagang Rp 100.000 ke Desa. Pasalnya, Desa Adat Canggu belum melakukan pungutan terhadap pedagang yang menetap di pinggir pantai, melainkan hanya melakukan dudukan/pungutan sesuai kesepakatan dengan pedagang yang berpindah-pindah/mobiling di pinggir pantai. 

"Sementara setoran pedagang yang tidak mobiling tersebut, Desa Adat belum berani mengakui uang tersebut masuk ke Desa Adat. Dan ini masih ditelusuri," ungkap Wayan Suarsana di kediaman rumahnya Banjar Kayu Tulang Desa Canggu Kecamatan Kuta Utara, Minggu, (24/10/201).  

Wayan Suarsana menjelaskan, sesuai Perda 4 tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali, ada istilah dudukan/pungutan. Di dalam Perda tersebut, dudukan tidak menyebutkan nominal, namun dudukan/pungutan itu dilakukan sesuai dengan kesepakatan dua belah pihak antara Desa Adat dengan pedagang. Dan boleh melakukan dudukan setelah dibuatkan pararem sebagai dasar untuk melakukan dudukan. Berdasarkan itulah Desa Adat Canggu melakukan dudukan kepada para pedagang asongan yang mobiling/berpindah-pindah di pinggir pantai sesuai kesepakatan. Namun, untuk pedagang yang tidak mobiling / menetap di tempat itu, Desa Adat Canggu belum melakukan dudukan.  

"Nah itu masih PR kita, karena kita di Desa Adat Canggu belum melakukan dudukan kepada pedagang yang tidak mobiling tersebut. Secara spesifik Desa Adat Canggu tidak pernah memberikan izin dan juga tidak ada memungut dudukan. Tetapi kalau pedagang yang mobiling yang sudah dilakukan dudukan tersebut boleh melakukan penjualan di sepanjang daerah pinggir pantai. Sedangkan untuk dagang yang belum nyetor atau dilakukan dudukan kita kasi tahu, dan pastinya tidak dibiarkan jualan," jelasnya. 

Lebih lanjut Wayan Suarsana mengatakan, dudukan tersebut dikenakan kepada tamiu pendatang yang bertempat di Canggu untuk mencari pekerjaan. Dudukan tersebut tidak ada paksaan dan diperuntukkan untuk keperluan parahyangan, palemahan, dan pawongan di Desa Adat Canggu. Sedangkan fasilitas yang didapatkan oleh pedagang adalah dibantu dari segi keamanan kepada pedagang tersebut.  

"Dana dudukan tersebut diperuntukkan untuk itu. Misalnya di daerah Canggu ada pembunuhan, nah dari dana dudukan tersebutlah dipakai untuk mecaru misalnya dan lain sebagainya," ujarnya. 

Kepala Bagian Hukum dan Ham Pemerintah Kabupaten Badung A.A Gde Asetya Yudhya saat dikonfirmasi mengenai setoran ke Desa mengatakan, jika merujuk ke regulasi, ada Peraturan Desa yang mengatur mengenai pungutan tersebut. Dan Peraturan Desa tersebut harus ada evaluasi dari Pemerintah Daerah untuk melakukan pungutan. "Kewenangannya diatur didalam peraturan desa. Sama kayak pemerintah daerah memungut pajak atau retribusi itu kan harus dievaluasi dulu oleh Pemerintah provinsi sebagai kepanjangan Pemerintah Pusat begitu juga Desa," kata Asetya Yudhya. 

Asetya Yudha menjelaskan, apapun itu bentuk pungutan harus ada regulasi di Desa.  Apalagi sekarang sudah ada Perda Adat yang istilahnya dudukan dan itu kembali lagi kepada regulasi yang ada. "Pungutan atau retribusi itu, berbasis harus adanya layanan. berdasarkan layanan yang diberikan itu kita memungut. Kalau tidak ada layanan rasanya sulit kita untuk memungut, ngapain kita memungut kalau tidak ada layanan," jelasnya. 

Saat ditanya, jika pungutan itu tidak berdasarkan regulasi di Desa Dinas maupun Desa Adat, apakah disebut Pungutan Liar (Pungli)? Ia pun menjawab, jika tidak sesuai regulasi yang ada maka bisa dikatakan Pungli. "Sepanjang pungutan itu tidak ada landasannya bisa dikatakan seperti itu (Pungli). Pada prinsipnya apapun bentuk pungutan itu memang harus ada regulasi yang mengatur baik di Desa Dinas maupun Desa Adat," jawabnya. 

Sebelumnya, Seorang pedagang minuman dan sewa papan surfing di pinggir Pantai Batu Bolong Desa Canggu Kecamatan Kuta Utara sebut ada setoran tiap bulan untuk tempat berjualan. Hal itu diungkapkan oleh pedagang Made Marsa (28) asal Banjar Kedisan, Desa Kintamani Kecamatan Bangli bahwa setoran tiap bulan tersebut disetorkan ke Desa setempat. "Tempat ini kita bayar ke Desa perbulannya kita bayar 100.000, ada yang kesini ngambil uangnya tiap bulan," ungkap Made Marsa kepada media suaradewata.com di pinggir pantai Batu Bolong, Sabtu, (23/10/2021). 

Sementara, Perbekel Desa Canggu Kecamatan Kuta Utara, Nengah Lana saat dikonfirmasi mengenai adanya setoran tiap bulan ke Desa mengatakan tidak mengetahuinya. Bahkan untuk pedagang yang ada di pinggir Pantai Batu Bolong pun juga tidak diketahui berapa jumlahnya saat ini. "Setornya kemana kan gitu, ke Desa mana, siapa yang memungut kita gak tahu. Selama saya selaku Perbekel di Desa Canggu belum pernah yang namanya pungutan di Pantai belum pernah kita lakukan," kata Nengah Lana.ang/nop


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER