Hutang Miliaran Rupiah, Sumiati Divonis 75 Hari Langsung Bebas

  • 05 Desember 2018
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 2698 Pengunjung
suaradewata.com

Denpasar, suaradewata.com - Ketua Majelis Hakim Esthar Oktavi SH.MH hanya mengganjar hukuman selama 2 bulan 15 hari (75 hari) berada dalam tahanan terhadap Pengusaha kaya di Tuban, Badung bernana Hj. Sumiati.

Amar putusan super ringan itu dibacakan dimuka sidang Pengadilan Negeri Denpasar atas kasus penipuan pinjaman uang yang mencapai kerugian hingga Rp 9 miliar.

Wanita paruh baya beralamat di Jalan Raya Tuban No. 58 ini sebelumnya sempat dititipkan dalam tahanan di Lapas Kerobokan. Namun dalam proses persidangan, terdakwa yang dalam keadaan sakit - sakitan itu mendapat penangguhan tahanan luar atau di tahan.

Putusan hakim ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Paulus Agus Widaryanto yang mengajukan hukuman selama 5 bulan pidana penjara. Hanya saja putusan hakim ini langsung membuat terpidana dapat bebas lantaran hukuman dipotong proses selama dirinya di tahan.

"Memutuskan terdakwa bersalah dan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama du bulan lima belas hari (75 hari)," ketok palu hakim.

Menariknya atas putusan itu, Terdakwa Hj.Sumiati, saat ditanya wartawan usai keluar sidang mengatakan bahwa mendapat keputusan langsung bebas. "Ya keputusannya langsung bebas," singkat dia.

Dalam dakwaan sebelumnya kasus yang menjerat terdakwa ini berawal pada saat terdakwa meminjam uang kepada saksi Ni Ketut Suparniti sebesar Rp 1,5 miliar dengan jaminan sertifikat hak milik (SHM) Nomor 369 Desa Tuban seluas 250 M2 atas nama Hj. Munarwah.

Namun setelah batas waktu pengembalian uang tiba, terdakwa tidak dapat membayar. Nah pada saat itulah terdakwa oleh saksi Putu Hendra Kusuma dikenalkan kepada saksi HM. Tohir.

Dimana menurut saksi Hendra saksi Tohir bisa membantu terdakwa untuk menyelesaikan hutang terhadap Ni Ketut Suparniti.

Dalam dakwaan disebut pula pada bulan Maret 2016 mulai menjalin komunikasi dengan saksi Tohir dengan alasan untuk modal usaha dengan jaminan SHM.

Saat itu terdakwa juga mengatakan pinjaman akan segara dikembalikan dalam waktu singkat dan menjanjikan keuntungan Rp 1,5 miliar dalam waktu enam bulan.

Tak hanya itu, terdakwa juga sempat membawa korban untuk melihat tanah yang dijaminkan.

Korban yang mulai tergiur dengan janji-janji terdakwa akhirnya memberikan pinjaman kepada terdakwa pada tanggal 24 Mei 2016 sebesar Rp 6 miliar yang dipotong Rp 1,5 miliar sebagai keuntungan awal.

Namun dalam jangka waktu yang dijanjikan, terdakwa belum juga mampu mengembalikan hutangnya, sehingga Muhamad Syaiful Anam Tohir meminta agar sertifikat yang dijaminkan dibalik mana atas namanya.

Namun antara terdakwa dan korban kembali ada kesepakan baru yang dibuat pada tanggal 24 Oktober 2016.

Isi perjanjian baru itu antara lain, terdakwa kembali mendapat pinjaman uang senilai Rp 900 juta, sehingga pinjaman total terdakwa adalah 6,9 miliar.

Tapi setelah jatuh tempo, terdakwa belum juga mampu mengembalikan hutangnya dengan alasan tanah yang akan dijual belum mendapat pembeli.

Terdakwa malah kembali meminjam uang kepada korban sebesar Rp 935 juta dan itu kembali diiyakan oleh korban. Bahwa terdakwa kembali mangkir saat pinjaman harus dibayar. Karena terdakwa tidak mampu membayar, maka dibuatlah akta jual beli.

Namun terhadap tanah yang dijaminkan yaitu SHM Nomor 369 Desa Tuban, Kuta Badung, Bali dengan luas 250 M2 atas nama Hj. Munarwah tidak juga diserahkan oleh terdakwa dan bahkan masih ditempati oleh Hj. Munarwah dan saksi Antar Abdulah.

Bahwa akibat perbuatan terdakwa, saksi korban Muhammad Syaiful Anam Tohir mengalami kerugian sebesar Rp 9 miliar. Kendati ada upaya untuk mengembalikan, jaksa tetap menjerat terdakwa dengan dakwaan tunggal yaitu Pasal 378 KUHP. mot/ari


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER