Sikap “Nggege Mangsa” Prabowo Subianto

  • 27 November 2018
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 11604 Pengunjung
google

Opini, suaradewata.com- Berdasarkan pepatah jawa ‘aja nggege mangsa’ yang terdiri dari kata aja berarti jangan, nggege artinya mempercepat atau mendahului, serta mangsa berarti waktu. Secara menyeluruh pepatah ini memiliki arti untuk tidak mempercepat atau mendahului waktu. Namun sejatinya pepatah itu memiliki makna yang lebih dalam. Dalam etika dan filsafat Jawa, pemaknaannya berkaitan erat dengan sikap hidup dan jati diri manusia sebagai individu, sosial dan umat ciptaan Tuhan.

Peribahasa ‘aja nggege mangsa’ berisi nasihat supaya dalam usaha meraih maksud atau cita-cita tertentu, seseorang harus mampu mengendalikan dirinya. Guna memenuhi suatu keinginan atau angan-angan, seseorang dianjurkan untuk tidak melakukan kecurangan atau menggunakan cara-cara kotor. Seharusnya orang ini percaya bahwa terwujudnya cita-cita sangat dipengaruhi ridha sang pencipta. Dimana, terwujudnya keinginan tersebut dimaknai atau diungkapkan dalam perhitungan waktu apabila sudah tiba masanya.

Tanpa disadari dengan pengendalian diri dan keyakinan bahwa segalanya akan ditentukan oleh sang pencipta, seseorang seringkali terperosok pada sikap nggege mangsa atau mendahului waktu. Dari keinginan yang tidak dapat dikendalikan ini, seseorang bisa terjerumus pada tindakan negatif asalkan cita-cita atau keinginannya dapat terwujud. Untuk menghindari hal tersebut, maka ketika berusaha kita harus mampu menyeimbangkan antara sikap pasrah kepada yang kuasa dengan semangat yang membara, dengan berlandaskan asas hidup sewajarnya tanpa terlalu memaksakan diri.

Guna terhindar dari sikap nggege mangsa atau terlalu bernafsu dalam mencapai atau memperoleh sesuatu, dibutuhkan kedewasaan dalam diri seseorang. Kedewasaan ini bukan dalam bentuk fisik saja, namun juga kejernihan dalam berpikir serta mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Selain itu juga diperlukan kemampuan untuk mengarahkan tindakan demi terwujudnya tujuan akhir yang diinginkan dengan cara mengharapkan ridha Tuhan sambil tetap memperhatikan kepentingan orang lain.

Mengacu pada kondisi politik saat ini, sepertinya salah satu calon Presiden Republik Indonesia sangat kental dengan sikap nggege mangsa. Prabowo Subianto atau Calon Presiden Nomor Urut 2, dikenal menggunakan berbagai macam cara untuk bisa menduduki kursi Presiden di Istana Negara. Sangat disayangkan cara yang digunakan untuk menempati posisi ini tidak dengan metode-metode positif, melainkan menggunakan cara-cara negatif seperti penyebaran isu tanpa didasari fakta dan data, prediksi yang menakut-nakuti masyarakat, dan pernyataannya yang mengundang banyak kontroversi.

Beberapa penyataan kontroversial Prabowo Subianto antara lain, penggunaan kalimat tampang Boyolali saat berkampanye ke Boyolali pada 30 Oktober 2018, penyampaiannya terkait sembako dan uang suap pada dasarnya merupakan hak rakyat pada Juni 2018, pernyataannya terkait penghentian impor terhadap seluruh komoditas ke Indonesia pada 4 November 2018 yang dirasa mustahil untuk dilakukan, serta singgungannya terhadap profesi tukang ojek khususnya ojek online yang dinilai merendahkan profesi ini, dan masih banyak lagi yang belum disebutkan.

Selain itu, sikap nggege mangsa dalam diri Prabowo juga membuatnya haus akan kekuasaan. Hal ini dibuktikan dengan upayanya untuk mencapai posisi orang nomor 1 di Republik Indonesia tidak berhenti, meskipun telah gagal sebanyak 3 kali. Dimulai pada 2004, Prabowo maju dalam konvensi Capres Partai Golkar, namun ia kalah dengan Wiranto, yang kemudian menjadi Capres berpasangan dengan Salahudin Wahid. Pada 2009, Prabowo menjadi Cawapres yang dipasangkan dengan Megawati Soekarnoputri juga kalah dalam Pilpres 2009. Lalu pada 2014, Prabowo kembali maju menjadi Capres menggandeng Hatta Rajasa dan hasilnya tetap sama yaitu menelan kekalahan.

Seharusnya sebagai manusia, dirinya belajar dari pengalaman dan berserah diri kepada Tuhan, bukan malah mengikuti nafsu dalam diri untuk bisa memperoleh posisi Presiden dengan melegalkan cara apapun. Karena bisa BAHAYA, jika calon pemimpin hanya memburu kekuasaan dan tidak mempertimbangkan kemampuannya untuk menanggung tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin. Pemimpin dengan sikap nggege mangsa berpotensi mengancam demokrasi dan akan menimbulkan stress sosial serta menjerumuskan Republik Indonesia ke dalam politik otoriter.

Aldo Indrawan, Penulis merupakan pemerhati sosial politik di Jakarta.

 


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER