Dihimpit Kemiskinan, Dua Siswa SD ini Sekolah Pakai Tas Dan Sepatu Robek

  • 04 September 2017
  • 00:00 WITA
  • Bangli
  • Dibaca: 4213 Pengunjung
suaradewata.com

Bangli, suaradewata.com – Kemiskinan…. Iya karena dihimpit kemiskinan kehidupan dua siswa yang masih duduk di bangku kelas 3 SDN 4 Desa Peninjoan, Tembuku, Bangli benar-benar dalam kondisi memperihatinkan. Betapa tidak, untuk ke sekolah dengan jarak sekitar 1 kilometer, dua saudara masing-masing I Wayan Aribawa (10) dan I Kadek Ari Ngenu (9) harus jalan kaki. Selain itu, keduanya terpaksa menggunakan tas dan sepatu yang sudah usang dan robek. Bahkan, lantaran keluarganya yang berada digaris kemiskinan pasca ayahnya meninggal dunia, I Wayan Aribawa terpaksa sempat berhenti sekolah selama setahun sehingga kini sama-sama duduk dibangku kelas tiga bersama adiknya. Meski demikian kedua bocah ini memiliki semangat yang tinggi guna menuntut ilmu.

Ditemui dirumahnya di banjar Pulasari Kangin, Desa Peninjoan, Tembuku, Bangli, I Wayan Ari Bawa tampak baru pulang dari sekolah bersama adiknya.  Tampak wajah dan pakain anak dari pasangan almarhum I Nyoman Runti (68) dengan Ni Ketut Mawi (65)  lusuh, setelah berjalan kaki  sejauh satu kilometer. Yang cukup memperihatinkan, kondisi tas Wayan usang dan robek sehingga terpaksa disulam dengan menggunakan peniti. Selain itu, sepatu keduanya juga mulai robek dan usang. “Ini sepatu bekas yang dipinjamkan oleh ibu saya dari keluarga lain,” ungkapnya, sambil menyeka keringatnya.

Sementara sepatu satu-satunya miliknya, benar-benar sudah dalam kondisi tak layak pakai. “Saya hanya punya sepatu ini saja, sehingga masih saya simpan sampai saat ini,” ungkapnya sambil menunjukkan sepasang sepatunya yang benar-benar kondisinya memperihatinkan.

Sementara dari pihak sekolah, untuk bantuan Pendidikan, sejatinya kedua anak ini sudah mendapat bantuan siswa miskin  (BSM) sebesar Rp 400 ribu per tahun, yang salah satu peruntukannya untuk membeli keperluan perlengkapan sekolah termasuk sepatu. Saat itu, terungkap juga untuk bantuan dari Kartu Indonesia Pintar (KIP) baru I Wayan Ari BAwa yang terdaftar. Sedangkan I Kadek Ari Ngenu belum mendapat KIP.  

 Hanya saja, oleh ibu yang bersangkutan justru uang bantuan tersebut dipergunakan untuk membeli beras. “Suami tyang meninggal dunia karena sakit perut lima tahun lalu. Sejak saat itu, saya tidak bisa berbuat banyak. Bantuan dari sekolah memang dapat, tapi kadung saya pergunakan untuk membeli beras sehingga tidak bisa membelikan sepatu untuk anak saya,” ungkap Ni Ketut Mawi.  

Diakui untuk bisa menghidupi kedua anaknya, Mawi selama ini bekerja sebagai buruh tani dengan penghasilan yang tidak menentu. “Karena itu, anak saya Wayan sempat tidak bisa melanjutkan sekolah selama setahun. Apalagi baru-baru ini, tyang baru ngabenang suami saya tyang secara massal,” bebernya.

Oleh karena itu, berbeda dengan kehidupan anak-anak pada umumnya, kedua bersaudara ini sepulang sekolah, terpaksa turut menyabit rumput untuk pakan satu ekor sapi peliharaannya dengan harapan kedepan bisa terus melanjutkan sekolahnya hingga ke jenjang lebih tinggi. ard/gin


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER