36 Petani Tejakula Menangkan Gugatan Sengketa Lahan di PN Singaraja

  • 11 Agustus 2017
  • 00:00 WITA
  • Buleleng
  • Dibaca: 3747 Pengunjung
suaradewata.com

Buleleng, suaradewata.com - Perjuangan para petani di Dusun Sembung, Desa Tembok, Kecamatan Tejakula, akhirnya membuahkan hasil. Gugatan yang teregister di kepaniteraan perdata Pengadilan Negeri Singaraja dengan nomor perkara 399, 400, 401, 453, 455, atas Perbuatan Melawan Hukum (PMH), dimenangkan oleh 36 orang petani selaku pihak Tergugat.

Amar putusan yang dibuat Majelis Hakim yang menyidangkan perkara itu salah satunya menyatakan ke 36 penggugat merupakan pemilik sah atas lahan bersengketa di kawasan Desa Tembok.

Para petani digugat oleh Para Penggugat sejak 2014 lalu. Para Penggugat tersebut masing-masing; Ketut Astawa (75) warga Desa Bondalem, Nyoman Swidnyana (54) warga Desa Tembok, Gede Ngurah Widarta warga Singaraja, Putu Ridharta Kayua warga Kelurahan Banyuasri, dan Gede Mayura (76) warga Desa Bondalem. Kelimanya mengklaim sebagai pemilik sah atas tanah yang ditempati 36 petani tersebut.

Sengketa kepemilikan tanah antara Para Tergugat dan Para Penggugat pun sempat masuk gedung DPRD Buleleng tahun 2015 silam. Pasalnya, untuk penyelesaiannya. Pasalnya, kepemilikan para petani yang digugat mengacu pada restribusi yang kemudian dikuatkan oleh Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria Bali tanggal 5 februari 1965 No. A17/18/A/Agr/Bll.

“Dulu ada pembatasan memiliki lahan maksimal 9 Hektare. Dulu ada tuan tanah, setelah dicek itu lebih dari maksimal itu tanahnya, sehingga tanah itu diambil oleh Negara. Dari Negara-lah yang memberikan kepada petani-petani yang menggarap lahan itu, dengan pemberian SK. Sah itu petani yang memiliki dan bisa disertifikatkan,” ujar Nyoman Sunarta selaku Kuasa Hukum para petani.

Karena para petani banyak yang tidak memahami aturan agraria, mereka tidak membuatkan sertifikat atas tanah yang berpuluh tahun dikelolanya.

Untuk gugatan No. 399 digugat oleh Gede Mayura menggugat 6 petani. Kemudian Gugatan No. 400 digugat oleh Nyoman Swidnyana menggugat 7 petani. Lalu, Gugatan No. 401 digugat oleh Putu Ridharya Kayua menggugat 3 petani. Dan, Gugatan No. 453 digugat oleh Gede Ngurah Widarta menggugat 3 petani. Serta terakhir, Gugatan No. 456 digugat oleh Ketut Astawa menggugat 15 petani.

Gugatan mereka masuk ke PN Singaraja, pada 22 September 2016 lalu. Luasan lahan yang digugat oleh 5 penggugat kepada 36 petani yang selaku tergugat yakni, masih dalam lingkaran areal lahan seluas 158,565 Hektar yang sebelumnya dimiliki oleh Ketut Kadjar.

Namun pada Kamis (10/8/2017) sidang dalam agenda pembacaan putusan, PN Singaraja melalui Majelis Hakim yang diketuai oleh Cokorde Gde Artana, yang juga Ketua PN Singaraja memutuskan, menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya.

Putusan inipun akhirnya, menguatkan para petani sebagai pemilik sah atas tanah obyek redistribusi, yang dikuatkan sesuai SK kepala inspeksi agraria bali tanggal 5 februari 1965 no. A17/18/A/Agr/Bll.

“Lewat putusan itu, menandakan para petani sah sebagai pemilik hak atas tanah-tanah yang disengketakan oleh para penggugat,” tegas Made Sukarena yang juga tim advokasi para petani.

Sementara dari kuasa Hukum para penggugat memutuskan, untuk mengajukan banding atas putusan PN Singaraja ke Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar.

“Atas putusan dari Majelis Hakim, kami mengajukan banding,” ucap Eko Sasi Kirono, dalam persidangan usai dibacakan putusan.

Putusan dari PN Singaraja inipun, disambut suka cita. Pasalnya, perjuangan beberapa tahun oleh para petani akhirnya membuahkan hasil.

“Kami apresiasi putusan Majelis hakim. Kami sebagai masyarakat kecil hanya berharap keadilan. Tapi, kami puas dengan putusan hakim tadi. Meski akan ada lanjutan upaya hukum Banding, kami siap kok dan kami yakin hukum akan berpihak pada masyarakat kecil,” pungkas Koordinator para petani, Nengah Suarsana. adi/ari


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER