Pengukuran Tanah Tegal Jambangan, Polisi Temukan Pistol dan Sajam

  • 10 April 2017
  • 00:00 WITA
  • Gianyar
  • Dibaca: 5253 Pengunjung
suaradewata.com

Gianyar, suaradewata.com – Polisi menemukan pistol dan senjata tajam saat proses pengukuran lahan tanah seluas 20 hektare di Banjar Tegal Jambangan, Desa Sayan, Kecamatan Ubud, pada Senin (10/4). Pistol dan senjata tajam diamankan dari lima orang pria berbadan kekar yang sedang berjaga di areal tanah yang akan diukur.

Pengukuran ulang tanah milik Pura Komuda Saraswati tersebut berlangsung Senin (10/4) pagi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Gianyar. Saat pengukuran berlangsung, di areal tanah itu, petugas BPN sudah disambut spanduk yang tulisannya berisi sertifikat bodong. Selain spanduk, juga tampak puluhan pria berbadan kekar.

(Salah satu pria berbadan besar yang berada di lokasi tanah yang akan diukur di Tegal Jambangan, Ubud)

Sebelum pengukuran, polisi, TNI dan Satpol PP yang hadir mengamankan jalannya pengukuran menurunkan bendera ormas yang dibawa oleh para pria berbadan kekar. Kemudian dilanjutkan dengan menggeledah pria tersebut. Hasil penggeledahan itu, ditemukan sepucuk pistol dari seorang pria. Sedangkan, dari empat pria lainnya ditemukan masing-masing empat senjata tajam berupa pisau dan belati.

(Kapolres Gianyar AKBP Waluya memberikan himbauan kepada warga yang sempat menghadang  petugas BPN akan melakukan proses pengukuran tanah Tegal Jambangan, Ubud, Gianyar)

Kapolres Gianyar, AKBP Waluya, mengaku akan langsung memproses kelima orang yang tertangkap itu. “Mereka langsung kami bawa ke Polres untuk kami periksa perihal senjata yang mereka bawa, dan akan kami proses lebih lanjut” ujar AKBP Waluya.

Setelah melakukan penggeledahan baru berlanjut ke proses pengukuran tanah. Namun sebelum pengukuran berlangsung, sempat terjadi perang mulut antara pihak penggarap tanah dengan kuasa hukum Puri Ubud selaku pengempon pura Komuda Saraswati. Perdebatan terjadi cukup sengit, karena dari pihak warga berkali-kali menyoraki kuasa hukum Puri Ubud.

Dari pihak penggarap tanah yang juga warga Tegal Jambangan, Dewa Made Suanda, mengaku mereka sudah berada di atas tanah itu selama turun temurun. “Kami lahir di sini, sekarang kami sudah 56 tahun, cerita kakek kami, kami ini keturunan ke tujuh,” terang Suanda.

Suanda justru kaget, karena dari kuasa hukum puri Ubud menunjukkan sertifikat tanah. “Kami tidak tahu, katanya tahun 1997 sudah disertifikatkan. Kami baru sekarang, tahu ada sertifikat. Kami akan selesaikan upaya hukum,” tegasnya.

Senada dengan Suanda, kuasa hukum dari warga, Anak Agung Ngurah Agung,mengaku akan menempuh upaya hukum atas pengukuran tanah ini. “Karena masyarakat di sini tinggal berabad-abad. Kami upayakan hukum karena sebentar lagi, Sabtu ini Kuningan,” jelasnya.

(Kapolsek Ubud AKP I Nyoman Wirajaya, melakukan mediasi dengan warga dan kuasa hukum)

Di tempat terpisah, pihak pangempon pura, Tjokorda Raka Kertiyasa alias Cok Ibah, mengaku sudah memiliki sertifikat dan bukti pembayaran pajak sejak awal. “Dulu, yang mereka punya sertifkat sudah dijual. Sedangkan, milik kami masih, ini milik laba pura Komuda Saraswati, dan kami dari Puri Saren Ubud yang menjadi pengempon,” terangnya.

Diakui, situasi saat ini sudah berbeda. “Kalau dulu, ada hubungan anak lingsir (orang tua, red) mereka selaku penggarap dengan kami selaku pangempon,” jelasnya. Dulu, hubungan ini layaknya warga penyakap dengan puri selaku pangempon laba pura. “Kami tidak pernah mematok berapa hasil yang harus diberikan. Ada saksi yang orang tuanya masih hidup dan biasa ngaturang (memberikan, red) hasil ke puri,” terangnya.

Lanjut Cok Ibah, tidak ada banjar Tegal Jambangan di desa Sayan. “Tidak ada banjar di sana. Itu tidak terdaftar sebagai banjar di sana. Dan orang-orangnya bukan dari Sayan, mereka ada dari Sindu, Bongkasa, dan lain-lain, karena mereka status penggarap,” tukasnya. gus/ari


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER