DPRD Bali Sebut Permenhub Nomor 26 Tak Selesaikan Masalah

  • 07 April 2017
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 3442 Pengunjung
suaradewata.com

Denpasar, suaradewata.com - Terkait penanganan angkutan berbasis aplikasi online, Komisi I dan III DPRD Provinsi Bali melakukan koordinasi ke Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) Provinsi DKI Jakarta, di Jalan Taman Jati Baru No.1 Jakarta, Jumat (7/3). Koordinasi ini dilakukan menyusul terbitnya Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraaan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak Dalam Trayek.

Dalam koordinasi kali ini, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali dan jajaran turut hadir bersama para wakil rakyat di Renon. Rombongan DPRD Provinsi Bali diterima langsung oleh Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi Provinsi DKI Jakarta Drs. Andriansyah, M.H., didampingi Kabid Masdes Araufy, M.T.

Menurut Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bali Ketut Tama Tenaya, ada cukup banyak masukan yang didapat dalam koordinasi kali ini. Di antaranya terkait permasalahan taksi online, baik DPRD Provinsi Bali maupun Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta sepakat agar dikembalikan ke aturan. Apalagi undang-undangnya masih ada.

Di Jakarta, menurut dia, salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan mencari pendapatan sebesar-besarnya, lalu transportasi angkutan disubsidi dan bila perlu gratis yang diimbangi dengan sistem IT dan aplikasi. Hanya saja untuk hal tersebut, Pemprov DKI Jakarta tak membuat aturan khusus sebagaimana halnya dengan Pemprov Jawa Timur.

"Masalah izin taksi online Grab, Uber, Go Car, di Provinsi DKI Jakarta tidak diatur dengan Pergub. Beda dengan Provinsi Jawa Timur. Yang menjadi penekanan Provinsi DKI Jakarta, izin pajak. Masalah tarif tidak diatur secara khusus," jelas Tama Tenaya, yang dikonfirmasi usai koordinasi tersebut.

Ia menyebut, apabila hal seperti itu diterapkan di Bali, maka akan sangat sulit. "Sulit karena masalah pengurusan izin harus ke pusat dan di Bali sudah ada taksi yang beroperasi secara lokal di wilayah masing-masing. Bagaimanapun, ini akan terjadi benturan karena hal ini, sehingga perlu solusi dan kajian matang," ujar anggota Fraksi PDIP DPRD Provinsi Bali ini.

Sementara anggota Komisi III DPRD Provinsi Bali Kadek Diana, secara khusus menyoroti PM Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017. Ia berpandangan, aturan baru itu belum sepenuhmya dapat menjawab permasalahan angkutan umum yang ada selama ini.

Ia tak menampik jika ada 11 poin yang direvisi dari aturan sebelumnya berupa PM Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016. Ke-11 poin yang direvisi dimaksud, masing-masing adalah jenis angkutan sewa, kapasitas silinder mesin kendaraan, batas tarif angkutan sewa khusus, kuota jumlah angkutan sewa khusus, kewajiban STNK berbadan hukum, pengujian berkala (KIR), pool , bengkel, pajak, akses dashboard serta sanksi.

"Meski ada 11 poin yang direvisi, tetapi PM Perhubungan yang baru hasil revisi ini masih banyak menyisakan persoalan di lapangan," tandas Kadek Diana.

Beberapa persoalan dimaksud, kata dia, seperti pengurusan izin operasional angkutan umum yang masih diurus oleh pemerintah pusat. "Hal ini sangat menyulitkan masyarakat, karena harus bolak-balik Jakarta berkali-kali sampai izinnya ke luar," ujar politisi asal Gianyar yang juga Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali ini.

"Persoalan lain adalah, banyak angkutan sewa umum belum memiliki izin tetapi sudah beroperasi. Belum lagi kewajiban STNK harus berbadan hukum, plus harus ada akta notaris yang memuat kesediaan STNK menjadi badan hukum. Di samping itu, kuota ditentukan oleh gubernur, tetapi izin operasinal justru diterbitkan oleh pemerintah pusat," pungkasnya. san/ari


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER