Pengawas PD Swatantra Sebut “Aman”, Ada Aset Berstatus “Quo”

  • 18 Agustus 2016
  • 00:00 WITA
  • Buleleng
  • Dibaca: 4048 Pengunjung
suaradewata

Buleleng, suaradewata.com -  Penelusuran dugaan mega korupsi yang dilaporkan LSM Forum Peduli Masyarakat Kecil (FPMK) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, membuat Pemkab Buleleng mempersiapkan diri jika harus berhadapan dengan KPK. Rapat di tim Pengawasan pun sempat dilakukan. Hal tersebut terungkap dari keterangan Assisten III Setda Kabupaten Buleleng, Ketut Asta Semadi, ketika dikonfirmasi, Kamis (18/8).

“Kemarin sudah dirapatkan itu oleh pak Sekda (Dewa Ketut Puspaka). Terkait dengan ada informasi seperti itu (Laporan KPK RI). Masih dihitung oleh PD Swatantra itu. Kenapa kok kecil. Mungkin masyarakat membandingkan dengan penyanding yang lain. Ini kan pemekaran yang sudah diterima gitu lho. Oleh penggarapnya (Penyakap) proses itu satu berbanding dua hasilnya,” ujar Asta Semadi yang enggan dikonfirmasi lebih detail dibalik telepon selulernya.

Asta Semadi pun mengaku tidak merasa ada bentuk kejanggalan dari hasil yang selama ini disetorkan ke Pemkab Buleleng terkait dengan jumlah yang kecil dibanding dengan luas areal perkebunan yang dikelola.

Menurutnya, andaikata pun ada temuan masyarakat terkait dengan kesalahan dalam pengelolaan PD Swatantra maka pihaknya ingin bisa ditunjukan temuan tersebut. Asta Semadi pun mengaku merasakan sudah ada bentuk transparasi dari pihak PD Swatantra terkait dengan hasil yang dilaporkan ke Pemkab Buleleng.

“Berapa yang disetorkan maka segitulah yang masuk ke Pemkab Buleleng dari PD Swatantra. Juga ada pengecekan di bawah (Fakta dilapangan). Mungkin itu yang termasuk di Desa Sepang sebab itu diluar pengelolaan kita (PD Swatantra). Tetap kita awasi semua kinerja pengurus (PD Swatantra),” papar Asta Semadi.

Di sisi lain, Sekda Pemkab Buleleng, Dewa Ketut Puspaka, mengaku ada beberapa kebun cengkeh yang menjadi aset provinsi. Puspaka pun menyebut lokasi Kebun Cengkeh yang berada di Desa Cempaga salah satunya.

Puspaka yang enggan dikonfirmasi lebih jauh mengatakan, pengelolaan yang dilakukan oleh Pemkab Buleleng langsung melibatkan masyarakat seperti aset kebun cengkeh di Desa Cempaga yang dikelola pemerintahan desa dinas.

“Yang lebih paham tentang pengelolaan yang dilakukan di PD Swatantra tentu tim pengawas yang sudah dibentuk. Salah satunya adalah Assisten III dan Kabag Ekbang,” pungkas Puspaka.

Di sisi lain, ketidak jelasan pengelolaan aset Pemkab Buleleng pun ternyata sudah terjadi sejak lama. Hal tersebut berdasarkan keterangan yang berhasil dihimpun dari sumber suaradewata.com yang mantan pejabat eselon II di tubuh Pemkab Buleleng. Sumber terpercaya itu pun menyebut luasan lahan di Sepang bukan puluhan hektare melainkan mencapai angka 440 hektare dengan jumlah penggarap yang merupakan masyarakat setempat berjumlah puluhan orang.

Sumber pun mengatakan, keberadaan aset yang ada di Desa Sepang berjumlah ratusan hektare tersebut konon hingga berakhir masa jabatannya masih tidak jelas status pengelolaannya.

“Itu warisan keluarga cendana (Keluarga Presiden Suharto) yang diserahkan kembali ke negara. Termasuk yang ada di Desa Cempaga dan Desa Tigawasa berjumlah sekitar 8 hektare kebun cengkeh,” papar Sumber.

Dikatakan, pada tahun 2009 pihaknya berserta tim yang dibentuk dari Pemkab Buleleng berhasil mengambil sebagian pengelolaan 440 hektare kebun cengkeh tersebut dari puluhan penggarap. Yang walau tidak semua, lanjut Sumber, tahun 2009 sudah bisa mendapat setoran langsung dari penggarap kisaran Rp35 juta hingga Rp40 juta bersih tanpa pemotongan operasional.

Setoran tersebut pun disebut langsung ke Pemkab Buleleng dan tidak lagi melewati PD Swatantra. Sebab, kata Sumber, aset yang ada di kawasan Desa Sepang ketika jaman pemerintahan Bupati Putu Bagiada masih terjadi tarik ulur antara pemerintah provinsi Bali dengan Pemerintah Kabupaten Buleleng.

“Jika mengacu pada perundang-undangan tentang otonomi daerah, aset negara yang berada di kabupaten maka pengelolaannya diserahkan kepada kabupaten. Tapi faktanya saat itu harus menyetorkan 60 persen sisa hasil pengelolaan ke pemerintah Provinsi Bali lalu 40 persennya ke Pemkab Buleleng,” ungkap Sumber yang terekam suaradewata.com.

Tapi yang jelas, lanjut Sumber, ada dua bentuk pengelolaan aset perkebunan yang dilakukan di pemerintahan Pemkab Buleleng. Yakni yang langsung diambil alih Pemkab Buleleng dan masuk ke sektor PAD serta pengelolaan yang dilakukan oleh PD Swatantra dan juga masuk ke kas sebagai sektor PAD bumi Panji Sakti

“Yang pastinya itu ada setoran yang langsung dipungut Pemkab Buleleng diluar PD Swatantra. Masalah masuk ke pos keuangan yang mana dalam laporan PAD, itu saya kurang mengerti sebab bukan tupoksi saya. Yang terpenting, dari 440 hektare lahan aset negara yang ada di Kabupaten Buleleng, pengelolaannya langsung oleh Pemkab Buleleng dan setoran ke provinsi sebesar 60 persen sisa hasil setelah potong biaya operasional,” pungkas mantan pejabat penting di tubuh Pemkab Buleleng ini. adi/ari


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER