Tabanan Jadi Daerah Paling Kumuh di Bali?

  • 09 Agustus 2016
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 19575 Pengunjung
suaradewata

Denpasar, suaradewata.com – Bali boleh saja terkenal dengan industri pariwisatanya. Namun sejumlah daerah di Pulau Dewata ini ternyata masih masuk kategori kawasan kumuh. Buktinya Bali menjadi salah satu daerah sasaran Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku).

Program ini diluncurkan Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman, Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KPUPR). Program tersebut diluncurkan, dalam rangka meningkatkan peran masyarakat dan memperkuat peran pemerintah daerah dalam percepatan penanganan kawasan kumuh di Tanah Air.

Terkait program ini, Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman, Ditjen Cipta Karya KPUPR menggelar Sosialisasi dan Workshop Strategi Komunikasi Kotaku Provinsi Bali Tahun 2016 di Denpasar, Selasa (9/8/2016). Kegiatan ini dibuka Wakil Gubernur Bali I Ketut Sudikerta, serta dihadiri SKPD di lingkungan Pemprov Bali dan Kabupaten/ Kota, LSM dan stakeholder terkait.

Dalam kegiatan ini terungkap, prioritas penanganan kawasan kumuh dalam program Kotaku di Provinsi Bali mencakup lima kabupaten dan kota. Kelimanya adalah Kabupaten Tabanan, Buleleng, Badung, Gianyar, Klungkung dan Kota Denpasar, yang tersebar di 130 desa/ kelurahan.

Lima kabupaten dan kota ini menjadi daerah dampingan dalam program Kotaku di Provinsi Bali. Secara umum, kawasan kumuh yang menjadi prioritas penanganan di Provinsi Bali sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Bupati/Walikota adalah Kabupaten Tabanan berada di urutan teratas kawasan kumuh di Bali, dengan luas 116,35 Hektar.

Selanjutnya, disusul Kabupaten Buleleng  94,75 hektar, Bangli 88,60 hektar, Jembrana 61,96 hektar, Klungkung 37 hektar, Karangasem 36,37 hektar, Gianyar 30,84 hektar, dan Denpasar 18,85 hektar. Dengan demikian maka secara keseluruhan luas kawasan kumuh di Bali yang menjadi prioritas dalam program Kotaku tersebut mencapai 484,72 Ha. Luas kawasan kumuh itu masih akan bertambah, sebab untuk Kabupaten Badung, bupati setempat belum menerbitkan SK Kawasan Kumuh.

Dalam sambutannya pada kegiatan ini Wakil Gubernur Ketut Sudikerta, menyebut, permukiman kumuh dipicu oleh tingginya jumlah penduduk yang tidak sebanding dengan daya tampung daerah. Akhirnya, permukiman dibangun dengan mengabaikan tata ruang.

Tingginya jumlah penduduk itu, menurut Sudikerta, salah satunya karena adanya arus urbanisasi ke pusat kota seperti di Denpasar. Karena itu, ia mendorong pemerintah daerah agar memperketat syarat administrasi bagi penduduk pendatang.

"Sebab ada pendatang yang tidak jelas tujuannya ke kota. Tidak punya pekerjaan, tidak punya rumah. Bukan kita melarang pendatang, tapi tujuannya harus jelas," ujar Sudikerta.

Ia pun mengapresiasi adanya program Kotaku. Mantan wakil bupati Badung itu berpandangan, untuk mengatasi permukiman kumuh maka ke depan perlu penegakkan aturan. "Selain itu, harus ada kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup bersih," tegas ketua DPD Partai Golkar Provinsi Bali itu.

Tujuan pelaksanaan program Kotaku sendiri, antara lain menurunkan luas kawasan permukiman kumuh menjadi 0 hektar. Selain itu, terbentuknya Pokja PKP yang berfungsi dengan baik di tingkat kabupaten dan kota dalam penanganan kawasan kumuh, tersusunnya rencana penanganan kawasan kumuh tingkat kabupaten dan kota dan tingkat masyarakat, meningkatnya penghasilan masyarakat berpenghasilan rendah melalui penyediaan infrastruktur dan peningkatan penghidupan masyarakat untuk mendukung pencegahan dan peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh.

Selain itu, program Kotaku dimaksudkan untuk terlaksananya aturan bersama sebagai upaya perilaku hidup bersih  dan sehat masyarakat, serta meningkatkan akses terhadap infrastruktur dan pelayanan dasar di kawasan kumuh perkotaan untuk mendukung terwujudnya permukiman perkotaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutan. san/hai


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER