Bahayanya Konflik Sosial

  • 04 Juli 2016
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 4810 Pengunjung

Opini, suaradewatacom  - Konflik sosial atau konflik antarwarga di Tanah Air menjadi salah satu persoalan besar yang mengemuka beberapa tahun belakangan ini. Kemarahan dan kekerasan seolah menggantikan sopan-santun dan jiwa gotong-royong yang dulu acap dislogankan di ruang-ruang publik. Kini cap yang gampang melekat bukan lagi bangsa yang ramah, melainkan bangsa yang gampang marah. Konflik antarwarga itu nyaris dan bertebaran hampir di seluruh daerah di NKRI. Konflik sosial ini telah terjadi di hampir semua strata sosial dan pendidikan, warga biasa maupun organisasi massa hingga Parpol. Kalangan terpelajar pun tidak luput ikut terlibat melakukan konflik. Tawuran anak sekolah hingga kini belum bisa dihentikan. Ormas daerah dan kepemudaan, anggota atau massanya juga kerap terlibat bentrok. Hal itu seperti yang terjadi di Jakarta, Bandung, Medan, Makassar, Depok, Bogor, dan daerah lainnya.  Beberapa kali konflik yang terjadi tersebut di sejumlah titik mengakibatkan jatuh korban tewas.

Kelompok lain yang kerap terlibat bentrok baru-baru ini adalah kelompok genk motor dengan kelompok Ormas di daerah BTM dan Gunung Batu, Kota Bogor dan di Kota Cimahi, Bandung yang mengakibatkan beberapa orang tewas  dan 1 anggota Kopassus tewas karena dihadang dan dikeroyok kelompok gank motor. Untuk itu, sudah saatnya aparat keamanan bertindak tegas oknum kelompok ormas yang sok preman dan sok berkuasa, jangan dipelihara dan didiamkan, kalau perlu bubarkan dan tangkap serta tindakan tegas ditembak pimpinannya/pentolannya. Selain itu, pola tingkah laku permanisme kekerasan dan tindakan kelompok preman, ormas, genk motor sudah kian meresahkan masyarakat. Pola tersebut dikhawatirkan menjadi benalu pembangunan nasional dan menimbulkan keresahan dan ketakutan masyarakat serta menjadi bom waktu yang siap meledakan konflik sosial di NKRI.

Konflik antar warga yang terjadi di NKRI dipicu oleh beragam faktor. Ada konflik yang terjadi akibat sebab tunggal, tetapi tidak sedikit yang disebabkan oleh beberapa faktor yang saling terkait. Secara umum ada beberapa sebab yang melatarbelakangi konflik sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Arogansi kelompok untuk menguasai wilayah ekonomi dengan menunjukkan ego kelompok atas hak-hak penguasaan wilayah, parkir, pasar dan perumahan, menyebabkan hubungan antar kelompok di masyarakat menjadi renggang dan tensinya meningkat. Menguatnya sentimen primordialisme ini menunjukkan bahwa masyarakat telah kehilangan perekat yang dapat menyatukan semua elemen. Dimana, spirit kesukuan, kekelompokan dan kedaerahan jauh lebih dominan dan sanggup menghilangkan rasa kebersamaan di tengah-tengah masyarakat.

Selain itu, kecemburuan sosial juga dapat diakibatkan oleh tuntutannya tidak dipenuhi dengan adil maka mereka pun melakukan tindakan anarkis seperti penyerangan dan penguasaan. Konflik pun tidak bisa dihindari. Apalagi mereka merasa ruang dan jalan untuk mencari keadilan tertutup. Banyak pihak menyebutkan bahwa maraknya kerusuhan sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat kian menjadi karena penanganan yang lambat oleh aparat keamanan. Bahkan dalam beberapa konflik seperti antarkelompok preman atau ormas kedaerahan tampak kentara ada pembiaran oleh aparat. Selain dinilai lamban mencegah dan menangani kerusuhan, proses hukum terhadap para pelaku tindak kerusuhan juga dipertanyakan. Sering pelaku kerusuhan tidak mendapatkan sanksi yang membuat efek jera. Akibatnya, konflik sosial terjadi berulang-ulang.

Lambannya aparat keamanan dalam melindungi kepentingan warga juga menjadi salah satu faktor terjadinya konflik sosial. Kelambanan aparat dalam mencegah, mengantisipasi dan menangani berbagai kasus konflik yang ada menunjukkan rendahnya penegakan hukum. Rendahnya low enforcement ini bisa menjadi salah satu faktor terjadinya konflik sosial atau bahkan lebih parah lagi justru melanggengkan konflik sebab penanganan tidak secara tuntas. Semua sikap aparat baik yang lamban maupun yang berpihak akan bermuara pada konflik sosial.

       

Pedro Permana : Pemerhati Masalah Sosial


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER