Ratusan Parekan dan Permas Ikuti “Siat Sampian” di Pura Samuan Tiga

  • 24 April 2016
  • 00:00 WITA
  • Gianyar
  • Dibaca: 6826 Pengunjung
istimewa

Gianyar, suaradewata.comTiga hari setelah puncak karya pujawali Pura Samuan Tiga, Bedulu, Minggu (24/4) digelar tradisi unik bernama Siat Sampian atau perang sampian dengan menggunakan rangkaian janur oleh Parekan (sebutan pengayah laki-laki) dan Permas (sebutan untuk pengayah perempuan). Selain sebagai rangkaian odalan atau upacara di pura ini, tradisi ini juga sebagai simbol memerangi adharma atau kejahatan. 

Tradisi ini kerap menarik perhatian orang, termasuk tetamu asing. Terbukti, ratusan umat mulai berdatangan sejak pagi baik untuk sembahyang sekaligus menonton tradisi maupun dari parekan dan permas  yang bersiap-siap untuk Siat Sampian. Tak ketinggalam wisatawan asing juga berdatangan untuk mengabadikan moment unik ini.

Prosesi Siat Sampian diawali dengan nampyog yakni para permas yang berjalan beriringan mengelilingi halaman madya mandala pura. Para permas yang berjumlah 60 orang ini ini berjalan sembari menari-nari dengan gerakan sederhana. “Krama Bedulu lazim menyebutnya sebagai tari Sutri,” kata Ketua Paruman Pura Samuan Tiga, I Wayan Patera. 

Nampyog dilakukan selama tiga kali. Setiap tiga kali berkeliling, gerakannya berubah. Dari prosesi nampyog ini, ada prosesi yang dikenal dengan nama ngober nyambung. Dalam prosesi ini, pada pinggang permas diikatkan selembar selendang putih. Seledang ini pula yang dikibarkan secara sambung menyambung oleh para permas di barisan berikutnya. 

Usai prosesi ngober nyambung, disusul maombak-ombakan, yakni para parekan saling berpegangan satu sama lain mengelilingi halaman pura. Parekan yang berjumlah 360 orang saling berpegangan ini berputar selama tiga kali disertai dengan teriakan-teriakan seperti orang kesurupan. Mereka pun berusaha agar dapat memegangi bangunan suci yang ada di pura. Prosesi ini disertai dengan tetabuhan yang menambah semangat parekan dan permas untuk memulai Siat Sampian. 

Puncaknya, para parekan saling lempar sampian yang sudah disiapkan. Mereka kemudian saling pukul serta melempar sebagai simbol dari perang dengan menggunakan janur selama kurang lebih 15 menit. “Usai Siat Sampian, seluruh parekan masiram di beji yang mempunyai makna  penyucian diri, dan malam harinya dilaksanakan Pangeremekan Karya,” imbuh Wayan Patera. 

Menurut Wayan Patera, Siat Sampian hanya boleh diikuti oleh parekan dan permas dimaknai penyucian bhuwana agung dan bhuwana alit yang divisualisasikan pertarungan antara dua kekuatan berbeda yakni kebaikan dan keburukan dan yang menang pada akhirnya adalah kebenaran. 

Dipilihnya sampian untuk sarana Siat Sampian, menurut Patera, karena sampian merupakan bagian ujung dari dangsil yang dipersembahkan para parekan.  Selain itu, sampian merupakan lambang senjata milik Dewa Wisnu yang dipergunakan untuk memerangi adharma atau kejahatan dari muka bumi. gus


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER