OTK Tembak Warga Sipil di Papua

  • 12 April 2016
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 3039 Pengunjung

Opini, suaradewata.com - Bumi Cendrawasih kembali dilanda kesedihan. Selasa, 15/3/2016, lima orang warga sipil ditembak sekelompok orang tidak dikenal (OTK). Penyerangan tersebut menewaskan empat orang, sementara satu orang lainnya berhasil melarikan diri. Pada saat penembakan, kelima korban tengah mengemban tugas yang mulia: membangun jalan trans Papua yang menghubungkan Distrik Ilaga (Kab. Puncak) dengan Distrik Mulia (Kab. Puncak Jaya). Ya, tugas mulia, karena jalan trans Papua yang tengah dibangun merupakan kunci utama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di Kab. Puncak maupun Kab. Puncak Jaya.

Hingga Kamis, 17/3/2016, polisi belum bisa menentukan siapa dalang di balik serangan keji tersebut. Namun, satu hal yang pasti: pelaku penyerangan merupakan kelompok yang keji, biadab, dan sama sekali tidak berjuang demi kepentingan masyarakat Papua. Dengan melihat pola dan target penyerangan, terlihat jelas bahwa para pelaku penyerangan memiliki dua tujuan besar. Pertama, menyebarkan teror untuk menyudutkan pemerintah, khususnya Pemerintah Pusat. Kedua, menghambat proses pembangunan di Papua yang saat ini tengah digenjot oleh pemerintah. Dua tujuan yang sangat “jahat”, yang jelas-jelas mengorbankan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat Papua.

Namun demikian, nampaknya penyerangan terhadap keempat warga sipil tersebut membuahkan hasil yang diinginkan oleh para pelakunya. Setidaknya, hal itu tergambar dari munculnya tanggapan di berbagai media, khususnya media sosial. Di saat seluruh rakyat Indonesia berduka, muncul oknum-oknum yang menyalahkan pemerintah atas terjadinya tragedi tersebut. Mereka menuding, terjadinya penyerangan tidak bisa dilepaskan dari tindakan pemerintah yang tidak pernah memperhatikan kepentingan masyarakat di Papua.

Dalam kasus ini tergambar jelas bahwa oknum-oknum keji ini ingin memperlihatkan bahwa dalam setiap kasus kekerasan di Papua, yang selalu menjadi “tokoh antagonis” adalah pemerintah sedangkan masyarakat Papua adalah “tokoh protagonis” merangkap “korban”. Di antara pemerintah dan masyarakat, muncul kelompok kriminal bersenjata yang diposisikan sebagai “pahlawan pembela korban”. Pola tudingan ini selalu didengungkan, tidak peduli siapa korban yang jatuh merenggang nyawa.

Padahal, siapapun bisa menilai bahwa penyerangan dan kekerasan yang selama ini terjadi di Papua merupakan wujud kepentingan segelintir oknum tertentu yang tidak ingin melihat masyarakat Papua maju dan sejahtera. Bahkan, tidak menutup kemungkinan adanya campur tangan pihak asing yang memang sengaja “memelihara” konflik di Papua. Papua merupakan provinsi yang kaya akan sumber daya alam, sehingga wajar apabila banyak pihak asing yang memiliki kepentingan di sana.

Pergulatan kepentingan berbagai pihak di Papua pada akhirnya hanya menambah tingkat kompleksitas permasalahan di Papua. Ujung-ujungnya, masyarakat Papua juga yang akan menerima getahnya. Padahal, permasalahan yang ada di Papua sesungguhnya terletak pada pembangunan yang jalan di tempat. Seharusnya, semua elemen masyarakat khususnya yang ada di Papua, bersinergi dan bekerja sama untuk mengelola sumber daya yang ada khususnya dana Otsus yang diberikan oleh Pemerintah Pusat sebaik mungkin. Dengan demikian, masyarakat Papua yang maju dan sejahtera tidak hanya lagi sekedar impian belaka.

Achmad Irfandi,Pengamat Politik Ekonomi Indonesia


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER