Wujudkan NKRI Damai Melalui Pendekatan Dialogis

  • 10 April 2016
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 3261 Pengunjung

Opini, suaradewata.com - Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara besar yang terdiri dari ribuan pulau dan tidak kurang dari 250 juta penduduk dengan berbagai macam suku, agama, ras dan budaya berada didalamnya. Di mana kondisi seperti ini menunjukkan betapa pluralnya bangsa ini.

Dengan pluralisme seperti ini, tidak heran jika muncul beragam permasalahan, seperti permasalahan sosial, budaya, ekonomi, politik dan lainnya yang dapat menimbulkan suatu konflik. Baik konflik horizontal sesama kelompok masyarakat, seperti yang pernah terjadi di Provinsi Lampung tepatnya di wilayah Lampung Selatan pada tahun 2012 silam, di mana terjadi bentrokan massa yang cenderung bernuansa primordial antara suku asli Lampung dengan warga pendatang dari suku Bali hingga menimbulkan korban jiwa. Maupun konflik vertikal antara masyarakat dengan pemerintah seperti yang terjadi di beberapa wilayah NKRI yakni Aceh, Papua, Maluku dan beberapa wilayah lainnya. Di mana konflik seperti ini identik dengan pergerakan kelompok separatisme dan kelompok bersenjata yang dalam aksinya sering diwarnai dengan tindak kekerasan dan tidak jarang menimbulkan korban jiwa dari masyarakat sipil bahkan aparat keamanan yang bertugas. Pergerakan kelompok ini sendiri cenderung dilatarbelakangi dengan kepentingan dari masing-masing kelompok tersebut yang termarjinalkan.

Konflik horizontal maupun konflik vertikal tersebut dapat mengganggu stabilitas keamanan nasional dan keutuhan NKRI. Pemerintah dalam hal ini aparat keamanan dan seluruh stakeholder sebenarnya telah melakukan penanganan terhadap permasalahan-permasalahan tersebut. Seperti melakukan penindakan dan menghukum para pelaku (secara represif). Namun untuk permasalahan kelompok separatis maupun kelompok bersenjata, penanganan pemerintah melalui pendekatan represif bukanlah satu-satunya jalan. Di mana selama ini pendekatan dengan cara ini justru meningkatkan resistensi dari kelompok-kelompok tersebut, bahkan tidak sedikit menimbulkan korban jiwa baik dari anggota kelompok separatis bersenjata maupun aparat keamanan yang bertugas. 

Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah Indonesia untuk meminimalisir permasalahan-permasalahan tersebut demi menjaga stabilitas nasional dan kedaulatan NKRI tanpa menimbulkan korban jiwa. Oleh karena itu, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo terlihat tengah melakukan penanganan atau penyelesaian konflik melalui pendekatan damai atau soft approach. Seperti pernyataan Presiden Joko Widodo ketika membuka rapat kabinet tentang Hak Asasi Manusia (HAM) pada Selasa, 5 Januari 2016 di Jakarta. Beliau menyatakan bahwa pendekatan hukum dan keamanan yang tegas bisa dilakukan dalam penangan permasalahan konflik dan HAM, namun aspek dialogis harus dikedepankan.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemerintah saat ini tengah mengedepankan pendekatan dialogis dari pada pendekatan represif dalam menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi, terutama pada kelompok separatisme dan kelompok bersenjata. Namun, muncul pertanyaan, apakah pedekatan dialogis ini mampu untuk menyelesaikan konflik yang ada ?.

Hal ini dibuktikan oleh pemerintah melalui kerja keras Badan Intelijen Negara (BIN) yang berkoordinasi dengan aparat keamanan lainnya yang berhasil membujuk kelompok bersenjata (120 orang) yang dipimpin oleh Nurdin Ismail alias Din Minimi untuk “trurun gunung” dan menghentikan segala aksinya, serta menyerahkan puluhan amunisi, senjata, dan granat secara sukarela. Kerja keras BIN yang melakukan pendeketan dialogis kepada kelompok Din Minimi ini berlangsung dengan proses yang panjang, seperti yang disampaikan oleh Kepala BIN, Sutiyoso dalam konferensi persnya di Hotel Lido Graha Lhokseumawe, NAD, Selasa (29/12/2015). Beliau menyatakan proses pembicaraan dengan Din Minimi sudah dimulai dua bulan terakhir dan terus dilaporkan perkembangannya kepada presiden dan wakil presiden, serta Menko Polhukam dan Menkumham.

BIN sebagai representasi negara berhasil melakukan pendekatan dialogis kepada kelompok bersenjata Din Minimi dengan langkah penyelesaian win-win solution karena memberikan ruang kepada lawan untuk berdialog. Alhasil kelompok ini dapat menyampaikan tuntutannya, yang kemudian dipelajari oleh pemerintah untuk direalisasikan selama tidak mengancam keutuhan NKRI dan melanggar aturan yang berlaku.

Hal ini perlu diapresiasi, bahkan dialog damai sebagai cara atau metode untuk menyelesaikan konflik seperti ini juga perlu ditularkan ke daerah konflik lainnya, walaupun proses hukum yang adil juga menjadi bagian dari semangat dialog tersebut jika ada unsur pidananya.

Dengan demikian diharapakan, dengan model pendekatan dialogis atau soft approach seperti ini, pemerintah dapat menyelesaikan permasalahan-permaslahan konflik yang sulit diperdamaikan selama ini. Sehingga pendekatan seperti ini lambat laun akan membuat bangsa ini terampil dalam mendialogkan problem-problem yang tersebar di Bumi Pertiwi tanpa melanggar HAM dan menimbulkan korban jiwa yang notabennya juga merupakan anak bangsa.

Iboy Sandi, penulis adalah pengamat internasional


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER