LSM FPMK Desak Kejagung Copot Kajati Bali

  • 04 April 2016
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 2787 Pengunjung
suaradewata.com

Denpasar, suaradewata.com- Kasus dugaan korupsi pengelolaan aset milik Pemkab Buleleng dan penyertaan modal daerah ke Perusahaan Daerah (PD) Swatantra, sudah dilaporkan LSM Forum Peduli Masyarakat Kecil (FPMK) ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali pada Maret 2015 lalu. Sayangnya hingga setahun usia berkas laporan tersebut ada di meja Kejati Bali, proses hukum atas kasus tersebut justru tak jelas.

Kuat dugaan, kasus ini sengaja di-peties-kan aparat penegak hukum, karena syarat kongkalikong. Apalagi dalam laporannya ke Kejati Bali dengan Nomor 09/ DP-FPMK/ IX/ 2015 tertanggal 5 Maret 2015 lalu, LSM anti korupsi itu turut menyeret nama Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana.

"Kami sudah sering mendorong pihak kejaksaan untuk serius menangani kasus ini, termasuk melakukan aksi demo ke Kantor Kejati Bali. Sayangnya dalam setahun ini, tidak ada perkembangan berarti terkait proses hukum atas kasus dugaan korupsi dan penyelewengan yang kami laporkan ke Kejati Bali itu," kata Ketua Dewan Pembina LSM FPMK, Gede Suardana, di Denpasar, Minggu (3/4).

Atas dasar itu, ia mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) RI untuk mengevaluasi kinerja Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali. Suardana berpandangan, lambannya proses hukum atas kasus ini mengisyaratkan bahwa Kajati Bali bersama jajarannya kemungkinan besar tak serius melakukan penyelidikan. Padahal, LSM FPMK telah menyodorkan sejumlah bukti untuk menguatkan proses hukum atas kasus ini.

"Kalau tetap seperti ini, kami desak Kejagung agar segera mencopot Kajati Bali. Sebab jelas-jelas bukti telah kami sampaikan, namun proses hukum atas kasus dugaan korupsi pengelolaan aset milik Pemkab Buleleng dan penyertaan modal daerah ke Perusahaan Daerah Swatantra, malah jalan di tempat selama setahun ini," tandas Suardana.

Pada kesempatan tersebut, ia kembali membeberkan poin-poin pengaduan atas dugaan korupsi sebagaiman pengaduan yang dilayangkan ke Kejati Bali dengan Nomor 09/ DP-FPMK/ IX/ 2015 tertanggal 5 Maret 2015 lalu. Pertama, Pemkab Buleleng memiliki aset berupa puluhan hektar kebun cengkeh dan kopi yang dikelola PD Swatantra.

"Namun sampai saat ini, hasilnya tidak jelas, bahkan ada indikasi aset tersebut menjadi bancaan oknum pejabat," tegas Suardana.

Kedua, merujuk temuan BPK RI Nomor 02.C/ LHP/ XIX.Dps/ 05/ 2014, halaman 27, maka penyertaan modal ke PD Swatantra senilai Rp1,2 miliar adalah perbuatan melawan hukum karena hanya didasari SK Bupati Nomor 560/ 33/ HK/ 2013. Melawan hukum, karena Perda Kabupaten Buleleng Nomor 8 Tahun 1998 Tentang Penyertaan Modal PD Swatantra, hanya mengamanatkan penyertaan modal sebesar Rp75 juta.

Suardana menjelaskan, dengan penyertaan modal Rp1,2 miliar ini, PD Swatantra meminjam dana ke BPD Buleleng sebesar Rp10 miliar untuk membeli 71 unit mobil. Mobil tersebut lalu disewakan kepada Pemkab Buleleng dengan nilai Rp9,5 juta/ Bulan untuk jenis Toyota Innova dan Rp6,5 juta/ Bulan untuk jenis Toyota Avanza.

"Dalam pengadaan dan sewa mobil ini, ada indikasi kongkalikong, juga dugaan korupsi. Apalagi pengadaan 71 unit mobil itu dilakukan melalui penunjukkan langsung (PL) dan bukannya tender," pungkas Suardana. san


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER