Perbekel Desa Pegadungan Laporkan Warganya Kuasai Tanah Adat

  • 15 Maret 2016
  • 00:00 WITA
  • Buleleng
  • Dibaca: 4025 Pengunjung
suaradewata.com

Buleleng, suaradewata.com – Setelah tidak memberikan pelayanan proses administrasi pembuatan Akta Perkawinan terhadap warganya, kini Perbekel Desa Pegadungan, Ketut Sudiara, mengadukan warganya tersebut karena mendiami tanah milik Desa Adat, Selasa (15/3).

Sudiara mengadukan dugaan tindak pidana tersebut ke Mapolsek Sukasada dan diterima Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Sukasada, AKP.Komang Riasa bersama sejumlah anggotanya. Sudira mengatakan, sebanyak 21 Kepala Keluarga (KK) yang menguasai lahan pelaba pura Desa Pakraman Batudinding seluas 1,54 Hektare yang berlokasi di wilayah Banjar Adat Batudinding atau istilah lain kawasan tersebut yakni Tempekan Lebah.

“Kita melaporkan ke polsek karena dia tidak mau menyerahkan (Tanah Pelaba Pura Desa Pakraman Batudinding), memang sudah ada eksekusi 2010 tetapi sampai sekarang tidak ada yang menyerahkan secara baik-baik. Sehingga kita laporkan supaya dilakukan eksekusi secara paksa,” ujar Sudira.

Dikatakan, sengketa tanah tersebut sudah masuk ranah meja hijau di Pengadilan Negeri Singaraja pada tahun 2004 lalu. Bahkan, gugat ginugat sudah berlangsung hingga tingkat upaya hukum luar biasa yakni Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung RI. Hasilnya, pihak Banjar/ Tempekan Lebah kalah dalam sengekta tersebut dan kembali melakukan upaya hukum gugatan perdata yang kini sudah di tingkat Banding pada Pengadilan Tinggi Denpasar.

Sudira mengaku sebelum menjadi Perbekel Desa Pegadungan, ia menjabat sebagai Kelian Desa Pakraman Pegadungan. Dan dalam pemberitaan suaradewata.com sebelumnya telah dinyatakan pernah melakukan upaya mediasi dengan warga di Banjar/Tempekan Lebah tersebut.

Menurut Sudiara, 21 KK yang kini menguasai lahan sengketa tersebut tidak berstatus sebagai warga adat sejak sengketa itu bergulir ke meja hijau. Bahkan, dengan dasar tidak maunya warga menyerahkan lahan sengketa tersebut maka muncul permasalahan maladministrasi terkait proses pelayanan publik pembuatan Akta Perkawinan tidak bisa dilakukan oleh warga Banjar/ Tempekan Lebah.

Sudiara pun mengungkapkan ada empat KK warga di Banjar/ Tempekan Lebah yang telah menyerahkan hak penguasaan lahan kepada Desa Adat. Sehingga, empat KK tersebut kemudian diberikan pelayanan sebagaimana masyarakat lain di luar 21 KK yang belum menyerahkan.

Disisi lain, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kabupaten Buleleng, Made Teja,S.Sos, mengatakan sudah ada langkah positif dari pemerintah Kabupaten Buleleng untuk melakukan mediasi pada tanggal 17 Maret 2016.

“Surat undangannya sudah masuk dan resmi dari Pak Camat Sukasada. Nanti mungki bisa dibahas lebih lanjut pada saat mediasi para tokoh tersebut,” ujar Teja yang juga pernah menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Buleleng dari Fraksi PDIP.

Namun, lanjutnya, secara umum tentu ada aturan yang tentu wajib dijalankan terkait dengan tugas dan kewajiban seorang kepala pemerintahan dinas tingkat desa yakni Perbekel. Tugas dan kewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat pun jelas disebut dalam Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa serta turunannya.

Aturan tersebut pun tidak hanya ada dalam regulasi yang mengatur tata laksana serta tugas seorang kepala desa. Menurut Teja, ada aturan lain juga yang seharusnya diketahui tentang pelayanan publik. Dimana, kata Teja, aturan tersebut jelas disebut dalam pasal 1 undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

“Itu ada sanksi pidana dan jika memang warga di Banjar Lebah tidak diberikan pelayanan, maka kami akan bersikap baik perdata maupun secara hukum pidana. Yang jelas, kami akan segera laporkan kepada pihak yang ditunjuk undang-undang untuk melakukan pengawasan terhadap pelayanan public serta pemerintahan,” ungkap Teja. Adi


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER